PEMBAHASAN DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN

52 yang merupakan kemajuan tekhnologi serta tindakan buruk orang beragama adalah hal yang paling mempengaruhi subjek menjadi seorang ateis. Ada empat hal yang menjadi hambatan subjek dalam menganut paham ateis, dan dia harus selalu memakai topeng agama dan tidak sembarangan terbuka mengenai paham yang dianutnya. Itulah yang menjadi tantangan subjek kedepannya.

B. PEMBAHASAN

Sebelum menganut paham ateisme, subjek merupakan seorang teis yang cukup taat. Menurut Cliteur 2009, teis merupakan seseorang yang menyatakan adanya kehadiran sang pencipta. Sejak SD subjek percaya bahwa sang pencipta itu ada, hal ini juga tidak bisa dipungkiri bahwasannya dia meyakini itu karena pola asuh dan pengajaran orang tuanya yang mengajarkan dia untuk taat dan beriman kepada sang pencipta. Pada usia ini subjek selalu melaksanakan ibadah dengan rasa bangga. Subjek merupakan seorang teis yang beragama Islam. Islam merupakan agama terbesar di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan pew research center tahun 2010, sebanyak 87,2 penduduk Indonesia menganut agama Islam Richard Susilo, 2015. Tribunnews.com. Subjek menganut agama Islam dari masa anak-anak hingga remaja. tetapi semenjak masuk masa remaja dimana pada saat itu subjek duduk dibangku SMP, subjek mulai penasaran terhadap konsep ketuhanan dan pandangan agama. Pada masa inilah subjek memasuki tahapan awal menuju ateis yaitu detachment. Menurut Krueger 2013, tahapan ini merupakan tahapan awal dimana individu mengalami dua gejala, pertama dan yang paling penting, secara emosional, individu tidak menanamkan ide agama manapun. Yang kedua dia tidak bisa Universitas Sumatera Utara 53 memberikan alasan mengenai keraguannya atau mengidentifikasi keraguan terhadap suatu kepercayaan. Pada tahapan ini, subjek masih menanamkan ide atau ajaran agama Islam, hanya saja dia mulai ragu dengan Islam itu. Subjek tidak mempunyai alasan mengapa dirinya ragu, hanya saja dia mulai berpikir darimana Tuhan berasal, bagaimana Tuhan menciptakan bumi dll. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang membuat subjek penasaran akan Tuhan. Akan tetapi subjek masih percaya akan kehadiran Tuhan, sehingga subjek berusaha menghilangkan pikiran buruknya tentang Tuhan. Akan tetapi pertanyaan-pertanyaan yang membuat dirinya ragu akan Tuhan tak bisa ia hilangkan, justru membuat subjek semakin penasaran dan mencari jawaban atas pertanyaan yang dia miliki tersebut. Subjek mencari jawabannya dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, berdiskusi kepada orang lain dll. Dari berbagai sumber ini, subjek memiliki berbagai macam pandangan tentang Tuhan dan agama sehingga membuat subjek semakin bingung dan semakin ragu terhadap Tuhan. Hal ini menunjukkan subjek memasuki tahapan kedua yang dipaparkan oleh Krueger yaitu doubt. Pada tahap ini individu menentukan apa yang membuat mereka tidak nyaman atau tidak puas terhadap agama. Individu juga dapat menunjukkan kejadian yang spesifik dalam hidup mereka atau informasi yang akurat untuk menjelaskan keraguan mereka. Pada tahap ini kebanyakan berfokus pada logika dan alasan tanpa mengutamakan emosi. Keraguan subjek yang semakin dalam didasari oleh berbagai macam faktor, yaitu pandangan ilmu pengetahuan dan pandangan agama. Thompson 2014 mengungkapkan ada 5 penyebab seseorang beralih dari percaya menjadi ateis, diantaranya: 1 orang tua dan cara asuh; 2 perkembangan sains; 3 intimidasi Universitas Sumatera Utara 54 secara intelektual; 4 kejahatan, rasa sakit dan penderitaan; 5 kemunafikan, ketidakadilan dan tindakan buruk oleh orang beragama. Pada masa ini, subjek mulai mengenal internet. Internet merupakan salah satu bentuk perkembangan sains yang nyata. Dengan internet, subjek bisa mendapatkan informasi apapun dengan mudah. Internet sangat mempengaruhi subjek dalam membentuk pandangan baru terhadap Tuhan dan agama. Dari internet, subjek mencari literatur yang membahas mengenai konsep Tuhan dan agama, mencari seseorang yang sepaham dengannya melalui media sosial, membaca berita yang berkaitan dengan tindakan buruk kaum beragama. informasi-informasi baru yang diterima subjek berhasil mengganti informasi yang ada tentang agama dan Tuhan. Hal ini menyebabkan subjek terintimidasi secara intelektual. Tidak hanya dari internet, subjek sering berdiskusi dan bertanya kepada orang-orang yang dia rasa ahli dan tahu jawaban mengenai keraguannya. Akan tetapi subjek tidak menemukan jawaban yang dapat memuaskan dirinya sehingga keraguannya semakin dalam. Pandangan ilmu pengetahuan yang selalu memberikan logika serta sudut pandang yang dapat diterima akal sehat membuat subjek makin kehilangan keimanannya. Segala bentuk teori dan fenomena alam yang terjadi mampu dijelaskan dari sudut pandang ilmu pengetahuan yang memberikan bukti nyata dan data yang jelas. Pandangan agama tidak demikian. Agama punya patokan dan acuan yaitu kitab. Pandangan kitab suci inilah yang membuat agama seolah pasif dan tidak bisa memberi jawaban dari sudut pandang yang berbeda. Soedewo P.K 2007 dalam bukanya mengutip sebuah ayat Al- Quran surat Al’Ankabuut ayat 49. Soedewo menafsirkan ayat tersebut sebagai sebuah penjelasan bahwasannya Universitas Sumatera Utara 55 apa yang terjadi atau ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang ini sebenarnya sudah ada dan dijelaskan oleh kitab yang diturunkan Tuhan. Bagi orang beragama khususnya Islam pasti meyakini dan setuju dengan pendapat diatas, tetapi tidak halnya dengan penganut ateis seperti subjek. Dia tidak sepakat dengan pandangan mutlak yang disampaikan oleh kitab. Dia melihat kebenaran itu sebagai suatu kesombongan yang tidak bisa diganggu gugat. Hal ini kembali dikarenakan subjek telah sangat setuju dengan ilmu pengetahuan dan tidak mananamkan lagi ide agama Islam yang pernah dianutnya. Tidak hanya itu, aksi terorisme yang diberitakan oleh media masa, tindakan brutal yang dilakukan ormas Islam di Indonesia dan tindakan buruk orang beragama lainnya juga salah satu yang menjadi faktor keraguannya terhadap ajaran Islam. Pada tahap ini dia masih percaya akan kehadiran Tuhan, hanya saja dia ragu terhadap ajaran agama Islam. Dia merasa apa benar Tuhan memerintahkan umatnya saling menghancurkan. Hal-hal yang demikian yang membuat subjek semakin ragu bahkan tidak menjalankan ibadah seperti yang dijalankan orang Islam pada umumnya. George H. Smith 2003 menyatakan bahwa seorang individu yang menganut paham ateis pada usia tengah midle age dikarenakan kekecewaannya terhadap agama yang ada. Karena subjek semakin ragu dan semakin sering membaca artikel yang sepaham dengan dia, subjek mulai memisahkan diri dari Islam dan tidak mengakui Islam lagi. Subjek mulai memisahkan diri dari agama pada saat memasuki masa SMA. Terpisahnya subjek dari agamanya merupakan tahapan dimana subjek memasuki tahapan ketiga yang dijabarkan Krueger, yaitu dissiciation. Pada tahap ini individu memisahkan diri dari agama yang dianutnya Universitas Sumatera Utara 56 sebelumnya. Mereka menolak kepercayaan dan kebiasaan yang dilakukan agama itu. Bagi dirinya yang sudah terpisah dari Islam, dia merasa legah secara mental. Baginya ajaran agama hanyalah sesuatu yang mengekang dan memaksa. Menurutnya, tidak harus beragama untuk menjadi manusia yang lebih baik. Semenjak memisahkan diri dari agamanya, subjek menjalankan hidup dengan cara yang humanis. Dalam sumarlin adam 2015, humanisme berarti sebuah pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkannya. Dalam paradigma humanis, manusia memiliki fitrah-fitrah tertentu yang dapat dioptimalkan. Bagi subjek, hidup secara humanis berarti lebih memandang manusia sebagai manusia. Berbuat baik sesama manusia. Saling menolong dan tidak merugikan orang lain. Subjek percaya setiap manusia pada dasarnya memiliki kebaikan didalam dirinya, tanpa harus beragama manusia juga bisa berbuat baik. Setelah terpisah dari agamanya, kini subjek mulai mencari-cari tempat dan orang-orang yang memiliki pandangan yang sama terhadap dirinya. Melalui media sosial facebook subjek menemukan sebuah komunitas ateis dan membuat subjek tertarik membaca dan mengetahuinya lebih dalam. Kemudian subjek bergabung dengan salah satu komunitas bernama ABAM anda bertanya ateis menjawab. Ini merupakan tahap keempat yang dilalui subjek menurut Krueger, yaitu transision. Pada tahap ini individu mencoba untuk mencari identitas alternatif yang menjembatani jarak antara identitas agama dan yang tidak. Fase transisi dapat membantu individu untuk mendapatkan identitas barunya. Pada Universitas Sumatera Utara 57 akhir tahap ini, individu akan menyadari identitas mana yang sesuai dengan dirinya. Pada saat bergabung, subjek belum menjadi seorang ateis. Tetapi berbagai macam pandangan yang diberikan membuat subjek kembali terintimidasi secara intelektual dan berfikir bahwasannya ateis merupakan paham atau pemikiran yang selama ini dicarinya. Logika-logika yang diberikan oleh orang-orang ateis yang mengarah kepada ketiadaan Tuhan membuat keimanan subjek semakin goyah. Subjek memandang positif orang-orang yang berada di komunitas tersebut. Subjek merasa nyaman karena memiliki pandangan serta asumsi yang sama. Setelah melewati masa transisi, pada akhirnya subjek memasuki tahap terakhir yang disampaikan oleh Krueger yaitu declaration. Pada tahap ini individu tidak lagi mempercayai bentuk atau kebiasaan agama manapun. Mereka meninggalkan kepercayaannya untuk mejalankan hidup dengan cara pandang duniawi. Akhirnya mereka mengenali bahwa mereka tidak lagi percaya pada yang kuasa. Mereka menemukan identitas yang sesuai yang dapat menggambarkan kepercayaan mereka. Ateis menjadi sebuah paham yang subjek pilih pada saat masuk kuliah. Dia tidak lagi menanamkan ide agama manapun bahkan dia tidak lagi percaya dengan kehadiran Tuhan. Subjek sudah mengakui dirinya sebagai seorang ateis. Le Poidevin dalam Cliteur, 2009 mengatakan bahwa Ateis adalah orang yang menolak keberadaan pencipta semesta, bukan semata-mata hanya hidup tanpa mengacu pada pencipta tetapi juga memiliki kesadaran dan posisi yang tegas. Mereka mengangap bahwa kepercayaan pada Tuhan adalah irasional sehingga harus ditolak. Universitas Sumatera Utara 58 Setelah mengakui dirinya sebagai ateis, kini subjek merasakan hal positif, yaitu merasa lebih legah karena dia menganggap selama ini Tuhan dan agama telah membelenggu diri subjek. Dia menganggap kini dirinya tidak lagi terikat oleh ajaran agama yang memaksa. Selama ini dia merasa ada sosok yang harus disembah padahal wujudnya saja tidak dia ketahui. Dan sekarang subjek merasa lebih legah dan bebas melakukan sesuatu bukan karna ada yang ditakuti dan memerintah, tetapi karena pemikiran dan perasaan subjek sendiri. Menjadi seorang ateis bukan tanpa hambatan. Cliteur 2009 menjelaskan bahwa pada abad ke-18 dan ke-19, penganut ateis di kritik karena pandangan mereka yang akan merusak moral dan menghilang makna dari hidup. Subjek pun juga dianggap demikian oleh sebagian kalangan, terutama orang-orang yang sangat taat dalam menjalankan agama. Selain mendapat tentangan dari orang beragama, subjek akan kesulitan berada dilingkungan baru dan dilingkungan keluarga. Subjek tidak dapat terbuka secara jelas mengenai pahamnya dan hanya bisa berpura-pura beragama. dalam pemilihan pasangan hidup nantinya juga merupakan hambatan yang dialami subjek karena paham yang dianut subjek. Tidak semua orang dapat menerima pandangan ateis. Sejak dulu hingga sekarang paham ateis terus ditentang karena dianggap dapat merusak moral. Zuckerman 2009 melakukan sebuah studi yang memiliki hasil bahwa ateisme secara positif berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Ateisme berkorelasi positif dengan pendidikan tinggi dan kemampuan verbal yang baik, rendahnya prasangka prejudice, etnosentrisme, rasisme, homofobia, tingginya dukungan terhadap kesetaraan gender, dan pengasuhan anak yang mempromosikan pemikiran yang bebas bukan melalui hukuman fisik. Hal tersebut menunjukkan Universitas Sumatera Utara 59 sebenarnya belum tentu pemahaman ateis dapat merusak moral manusia. Hambatan-hambatan seperti itulah yang menjadi sebuah tantangan yang harus dilewati subjek dalam menjalani hidup sebagai seorang ateis. Universitas Sumatera Utara 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan saran- saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sbujek melalui 5 tahapan proses menuju ateis yang telah dijabarkan oleh Krueger. Pada tahap detachment, subjek mengalami keraguan terhadap eksistensi Tuhan dan agama. Pada tahap ini, subjek mulai mempertanyakan asal Tuhan, bagaimana bumi tercipta dan sebagainya. Akan tetapi dia tidak tahu mengapa dia mulai ragu. Keraguannya muncul semata-mata hanya karena rasa penasaran subjek terhadap Tuhan. Tidak ada alasan yang pasti yang dapat menjelaskan keraguannya. Subjek juga berusaha menghilangkan pikiran buruknya mengenai Tuhan. Pada tahap kedua yaitu doubt, keraguan subjek terhadap Tuhan semakin dalam, terutama terhadap pandangan agama. Banyak hal yang mempengaruhi subjek, salah satunya pandangan dan perkembangan sains atau ilmu pengetahuan. Bagi subjek, ilmu pengetahuan memberikan pandangan yang logis dapat dapat diterima dengan mudah oleh akal sehat. Berbeda dengan agama, ilmu pengetahuan memberikan penjelasan yang lebih konkrit bagaimana alam semesta Universitas Sumatera Utara