Doubt Analisa Data Subjek

36 tentang agama, tetapi subjek tidak cukup puas dengan jawaban yang dia temukan. “dari banyak sumberlah, ya tapi tidak kayak tong sam cong yang nyari kitab suci ke barat hahaha, tapi ya baca-baca artikel, nanya- nanya pandangan orang, diskusi-diskusi, dari situ akhirnya aku punya banyak data dan aku tarik kesimpulan berdasark an asumsiku sendiri” W2.A.P.06062016.J30 Subjek tidak secara langsung menemukan jawabannya, dari berbagai literatur serta data-data yang dia kumpulkan membuat subjek menemukan jawaban berdasarkan asumsinya sendiri dan menarik kesimpulan. Pandangan ilmu pengetahuan yang dia baca membuat dia semakin ragu terhadap ajaran agama yang dia terima selama ini. Subjek mulai setuju dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan.

b. Doubt

Berbagai macam logika yang diberikan ilmu pengetahuan, membuat subjek berpikir bahwa ilmu pengetahuanlah yang bisa menjawab keraguan dari dirinya. Berbeda dengan agama, ilmu pengetahuan memberikan setiap alasan kenapa sesuatu dapat terjadi dan memberikan bukti yang nyata, sedangkan agama dan orang beragama sering kali memberikan alasan yang memaksa dan hanya sekedar menghubung-hubungkan. “ilmu pengetahuan itu ngasih pandangan yang masuk akal, segala sesuatu terjadi ada alasannya, sedangkan agama itu sebagian besar ngasih pandangan yang memang kebanyakan susah diterima akal sehat, dikitab-kitab juga kan seperti itu, makanya itu aku menolak ajaran agama dan kitab.” W2.A.P.06062016.J36 Universitas Sumatera Utara 37 Karena pandangan ilmu pengetahuan membuat subjek semakin ragu terhadap kehadiran Tuhan serta ajaran agama Islam yang dianut sebelumnya. Subjek tidak merasa puas dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh agama. Subjek juga mulai tidak menjalankan ritual agama lagi seperti solat. Subjek merasa hal tersebut tidak ada gunya, itu hanya merupakan budaya yang dilakukan umat manusia secara turun-temurun. Bagi subjek, ritual agama hanya bermanfaat bagi orang-orang yang yakin saja. “iya tidak ada gunanya itu, buat capek saja, tapi aku tidak eee apa yaa, aku tidak bilang ritual keagamaan itu tidak ada gunanya sebenarnya, menurutku itu bisa jadi coping stress tiap umatnya, kalau lagi stres sholat, atau ke gereja dengerin khotbah, bisa jadi coping stress, atau berdoa” W1.A.P.21032016.J34 Selain pandangan ilmu pengetahuan, banyak lagi hal lain yang menyebabkan keraguan subjek terhadap eksistensi Tuhan semakin dalam. Pertama, cara asuh orang tua juga merupakan salah satu faktor penyebabnya. Orang tua subjek bukan merupakan orang yang tidak peduli dan tidak mengajarkan agama kepada subjek, justru sebaliknya, orang tua subjek selalu mengajarkan agama, menyuruh solat, puasa dll. Tetapi ternyata pola asuh seperti itu bukan membuat subjek semakin taat terhadap Tuhan dan agama, justru membuat subjek semakin penasaran dan semakin ragu. “mama aku paling sering bilang kuatlah agamanya, harus religi, selalu cerita, ngasih nasihat, disuruh solat, ya aku ikutilah semuanya, ya pada saat itu percayalah pasti, tapi gini, yang namanya, eeee... aku umur segitu, penasaran loh, aku yakin kalian pasti penah bertanya kayak gini, kau diceritakan kisah-kisah nabi, kayak nabi nuh Universitas Sumatera Utara 38 misalnya, dia ngumpuli semua binatang, tapi aku pikir sebesar apa ya sampai semua binatang, kayak mana dengan binatang seperti kanguru misalnya, atau misalnya nabi adam, kenapa ya nabi adam punya pusar” W1.A.P.21032016.J82 Orang tua subjek mengajarkan solat, puasa, mengaji dll, serta memperkenalkan agama kepada subjek dengan harapan subjek menjadi orang yang taat kepada agama dan Tuhannya. Pada mulanya subjek senang melakukan ritual agama. subjek merasa bangga dengan apa yan dianutnya, tetapi keraguan subjek membuat subjek menjadi merasa terpaksa melakukan ritual agama. Tetapi walaupun begitu, bagi subjek orang tua dan cara asuh orang tuanya bukan merupakan faktor penyebab yang menjadikan subjek ragu dan menjadi seorang ateis. “iyaaa.. pasti kayak gitu, sedangkan aku merasa mereka didiknya sudah bagus, aku saja yang memilih kayak gini, iya aku merasa ini udah cocok untukku” W1.A.P.21032016.J128 Tidak hanya pola asuh orang tua, hal kedua yang menyebabkannya adalah perkembangan sains. Subjek seringkali membaca berbagai artikel, melihat video tentang agama dll. Semua dia temukan melalui internet. Kemajuan tekhnologi seperti internet tidak bisa dipungkiri lagi membuat seseorang dengan mudah menerima informasi apa saja yang dibutuhkan. Bagi subjek, internet seperti tempat bermain dan belajar. Subjek menjadikan internet sebagai tempat edukasi, menggali informasi, mencari teman, bahkan sebagai sarana subjek mencari jawaban dari rasa penasarannya mengenai Tuhan selama ini. Menurut subjek, internet merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi pandangan dia terhadap Tuhan dan agama. Universitas Sumatera Utara 39 Subjek juga menyatakan bahwa internet merupakan tempat dimana agama mati. “aku kembali mulai nanya- nanya itu, SMA, aku kenal-kenal internetlah, memang internet ini tempat matinya agama, percayalah, mulai dari berita bodoh, sampai kau bisa nyari sendiri berita atau apa yaaa, pokonya sesuatu yang dari ahlinya, itu di SMA aku kenal internet, banyaklah aku ikuti yang aneh- aneh” W1.A.P.21032016.J96 “karena internetlah aku mulai bertanya lagi, bukan karena internet juga, hmmm apa yaaa, karena banyak informasi yang diberikan, sampai aku merasa kayak orang aneh. Dulu aku percaya kali dengan teori konspirasi itu, kayak apa ya, kayak yang bodoh-bodoh itu kayak alien, kayak apalagi ya, kayak piramid itu, aku merasa bodoh jadinya, ya lama-lama aku merasa itu bodoh. Aku cobalah cari yang serius, aku rasa itu menarik. Muncul lagilah pertanyaan, sentilan-sentilun kayak gini, eee.. bisa gak Tuhan membelah dirinya? Bisa gak Tuhan menciptakan sesuatu yang lebih besar darinya, muncul pertanyaan kayak gitu, terus liat debat- debat di internet” W1.A.P.21032016.J98 “besar kalilah pengaruh internet itu buatku, betul-betul kayak orang yang pertama kali membuka pintu keluar rumah, semua terasa lebih luas dan bebas ngobrol sama semua nya, punya bacaan tanpa batas” W5.A.P.21062016.J32 Dari internet inilah subjek mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dimuka bumi ini menyajikan berbagai penjelasan yang logis dan masuk akal mengenai dunia ini tercipta serta isinya. Pertanyaan yang selama ini membingungkan mengenai terciptanya dunia ini mulai terjawab oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memberikan sebuah alasan yang mudah diterima akal sehat bagaimana sesuatu dapat terjadi, tidak seperti agama yang bersifat pasif dan tidak secara logis menjelaskan sebuah alasan dari sesuatu terjadi. Agama selalu menjelaskan sesuatu berdasarkan apa yang ada dikitab suci yang Universitas Sumatera Utara 40 diimani setiap agama. Jika ditanya kepada seseorang yang beragama kenapa bumi ini tercipta, secara umum, orang beragama akan menjawab karena ada Tuhan yang menciptakan. Orang-orang beragama akan menjawab setiap pertanyaan yang sulit dijelaskan kitab suci dengan membawa nama Tuhan. Hal seperti itulah yang membuat subjek berfikir bahwa dia tidak sependapat dengan orang beragama dan merasa ilmu pengetahuanlah yang dapat menjelaskan segalanya. “kalau ilmu pengetahuan itu selalu kasih alasan yang masuk akal kenapa sesuatu terjadi, sedangkan terkadang agama itu tidak memberikan alasan kenapa itu terjadi, itu terjadi karena Tuhan bilang seperti itu, Tidak bisa dibantah, gitulah kira- kira” W2.A.P.06062016.J14 “dari apa yang kubaca soal ilmu pengetahuan membuat aku setuju sama itu, dan buat aku Tidak setuju sama apa yang ditunjukan agama” W2.A.P.06062016.J16 Faktor penyebab yang ketiga adalah intimidasi secara intelektual. Internet yang memberikan berbagai macam informasi baru terhadap subjek membuat subjek terintimidasi secara intelektual. Selama ini subjek hanya mendapat informasi mengenai Tuhan dan agama dari ajaran orangtua dan sekolah. Subjek tidak merasa puas dengan informasi yang didapatnya sehingga mencoba mencari informasi baru. Dari internet, subjek menemukan atau mendapatkan informasi baru yang beraneka ragam. Tidak hanya dari internet, subjek juga mendapat informasi yang dia inginkan melalui buku-buku yang dia baca, berbagai artikel dll. Subjek juga pernah bertanya kepada pemuka agama seperti ustad mengenai konsep ketuhanan. Universitas Sumatera Utara 41 Bahkan subjek juga sering berdiskusi di forum komunitas online bersama orang-orang yang menganut paham ateis. Subjek juga membaca informasi berkaitan dengan paham ateis. Meskipun tidak langsung menyatakan diri sebagai seorang ateis, tetapi subjek setuju dan sependapat dengan paham ateis yang dia terima. Subjek juga sampai mengidolakan seorang tokoh ateis bernama Bill Maher. Subjek sangat setuju dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh Bill Maher. Informasi-informasi baru yang dia terima ini membuat keimanan dan keyakinan subjek terhadap Tuhan dan agama menjadi semakin dalam. Dari berbagai macam informasi yang dia terima inilah subjek menarik kesimpulan terhadap konsep ketuhanan. “mungkin karena banyak bertukar pikiran dengan orang lain tentang agama dan sejenisnya yang membuat saya juga berpikir demikian dan juga beberapa bacaan lain tentang agama yang membuat saya juga menarik kesimpulan seperti itu” W6.A.P.24062016.J10 “idola ya.. hmm. Bukan idola sih tapi kalo di bilang suka liatnya sih kayaknya Bill maher kali ya ” W6.A.P.24062016.J40 “saya coba tanya ustad dan orang orang yang saya anggap ahli di keagamaan” W6.A.P.24062016.J72 “jawabannya tidak jauh-jauh dari „tidak boleh mempertanyakan itu, banyaklah baca al- quran, berdoa,dll‟ gitu” W6.A.P.24062016.J74 Faktor keempat yang menyebabkan keraguan subjek semakin dalam adalah tindakan dari orang beragama itu sendiri. Subjek banyak melihat Universitas Sumatera Utara 42 fenomena nyata yang berhubungan dengan tindakan yang bisa dibilang tindakan buruk dari orang beragama. Dari berbagai macam berita yang dia temukan melalui internet, media sosial dan lain-lain, subjek melihat berbagai macam perilaku buruk orang beragama yang justru membuat seseorang terutama subjek menjadi semakin jauh dengan agamanya, seperti peperangan, pemboman, perdebatan dan tindakan tidak tolerir antara kaum beragama, padahal menurut subjek setiap agama sehrusnya mengajarkan kebaikan dan bukan saling menjatuhkan dan saling menjelek-jelekan. Dan seringkali tindakan buruk yang dilakukan orang beragama itu selalu mengatasnamakan Tuhan. “kenapa orang-orang beragama , seram-seram kali, kasar-kasar kali, demi agama dibunuhnya saudaranya sendiri, hancurkan mesjid, hancurkan gereja, hmmm masalah kayak FPI, pokoknya masalah- masalah sosial kayak gitu yang buat aku jadi tidak suka sama agama, ya karena hal-hal kayak gitulah, yang buat aku bertanya jadinya, kenapa sih Tuhan kayak gitu...” W1.A.P.21032016.J52 “ya mungkin karena banyak baca-baca artikel juga, lihat-lihat internet, lihat kelakuan orang beragama, orang Islam yang buat kesal macam apa yaa, pokoknya sedikit-sedikit karena Tuhan, hancurkan tempat hiburan malam, karena mereka menganggap Tuhan menyuruh demikian, pengatasnamaan T uhan itu looh, buat kesal juga” W2.A.P.06062016.J22 “ya gimana ya, kayak misalnya dia suka banding-bandingkan Islam dengan agama lain, dia bilanglah kalau agama yang baik itu Islam, apa-apa kita diatur, bahkan masuk kamar mandinya ada doanya, lihat orang Kristen, tidak ada kayak kita yg I slam ini” W5.A.P.21062016.J14 “jadi terpikir aku juga, kenapa gini kali orang beragama, bisa saja orang Kristen menjelek-jelekan Islam, atau Islam menjelek-jelekkan agama lain, ya atau apalah, ya aku lihatnya sama aja jadinya setiap agama, untuk apa beragama kalau saling menjelekkan” Universitas Sumatera Utara 43 W5.A.P.21062016.J18 Karena berbagai macam faktor itulah yang menyebabkan subjek merasa tidak nyaman dan menolak ajaran agama yang dianutnya. Subjek memang setuju dan sepaham dengan ateis, hanya saja subjek belum menganggap dirinya sebagai seorang ateis. Dia hanya tidak puas dan tidak sepaham dengan pandangan agama. Hal ini juga membuat subjek tidak menjalankan ritual agama lagi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan tidak menjalankan ritual agama bukan berarti subjek merasa nyaman. Seringkali dia merasa canggung jika berada di lingkungan yang beragama. Apalagi di lingkungan keluarga. Keluarga subjek merupakan keluarga yang cukup taat dengan agama. Subjek seringkali merasa terpaksa menjalankan ibadah. Subjek juga merasa canggung jika ditanya kenapa dirinya tidak menjalankan ibadah seperti solat, puasa dan lain-lain. Sehingga dia seringkali menghindar dari pembicaraan soal itu. Bahkan subjek juga memakai topeng agama, dengan berpura-pura sudah menjalankan ibadah. “yaaa tepaksa lah pura-pura jalankan ajaran agama, apalagi kalau di lingkungan keluarga, disuruh solat sama mama awak, aku ngerasa tid ak ada gunanya, tapi ya apa boleh buat” W2.A.P.06062016.J48 “kadang suka canggung saja kalau misalnya ditanya kenapa tidak solat, kenapa tid ak puasa” W2.A.P.06062016.J52 “ya sebisa mungkin menghidar, kalau tidak bisa menghindar, bilang saja udah, atau jawab- jawabin sambil becanda aja lah” W2.A.P.06062016.J54 Universitas Sumatera Utara 44

c. Dissociation