Tinjauan Pustaka Penggunaan Kata Negasi Bu dan Mei dalam Kalimat Bahasa Mandarin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Bab dua berisi tentang penelitian sebelumnya yang meneliti tentang kata negasi, baik yang berbahasa Mandarin ataupun yang berbahasa Indonesia. Kemudian berisi tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini, meliputi : pengertian kata, pengertian kata negasi dan jenis-jenisnya, ciri-ciri kata negasi bù dan méi, serta pengertian kalimat dan jenis-jenisnya. Selain itu, bab ini juga diisi tentang landasan teori yang dipakai penulis untuk meneliti kata negasi bù dan méi.

2.1 Tinjauan Pustaka

Di Cina penelitian mengenai kata negasi bù dan kaat negasi méi sudah pernah dilakukan, diantaranya Li Ying 1992 membahas “Bù” de F ǒu Dìng Yì Yì dalam jurnal Yu Yan Jiao Xue Yu Yan Jiu. Dia menjelaskan bahwa bù menyatakan pembicara negasi subyektif; bù menyatakan subjek negasi inisiatif yang terdapat dalam kalimat, lain daripada itu bù tidak memiliki arti yang lain. Sedangkan méi menyatakan keadaan yang obyektif. Sedangkan Li Tie Gen 2003 lebih mendalam lagi meneliti kata negasi bù dan kata negasi méi, dalam penelitiannya yang berjudul “Bù”, “Méi Y ǒu” de Yòngf ǎ Jí Qí Suǒ Shòu de Shíjiān Zhìyuē menjelaskan bahwa fungsi negasi bù dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu negasi kepastian dan negasi naratif. Negasi kepastian adalah kepastian negasi terhadap suatu kenyataan, atau disebut juga dengan negasi obyektif. Negasi naratif adalah negasi terhadap suatu tindakan sikap subyektif, subyektif menjelaskan suatu kejadian yang telah lewat yang tidak Universitas Sumatera Utara terjadi atau yang akan datang yang tidak bisa terjadi, atau disebut juga dengan negasi subyektif. Fungsi negasi méi juga dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu fungsi waktu mutlak dan fungsi waktu relatif. Dalam kalimat waktu relatif, méi dapat digunakan untuk menegasikan kalimat pada waktu yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Peneliti lain meneliti bù dan méi melalui pola kalimat, melihat bahwa perbedaan bù dan méi meliputi: 1 perbedaan makna kata. Méi digunakan untuk menegasikan jarak suatu tindakan; bù dapat digunakan untuk menegasikan tindakan itu sendiri, juga dapat digunakan untuk menegasikan tindakan objek yang bersangkutan. Selain itu bù juga dapat digunakan untuk menegasikan hubungan subjek-predikat, atau menegasikan sifat, kondisi, dan lain-lain. 2 perbedaan penunjuk waktu. Méi mengandung makna “yang telah lewat”, digunakan untuk menegasikan yang telah lewat; bù tidak memiliki kandungan penunjuk waktu, banyak digunakan untuk menegasikan “sekarang” dan “yang akan datang”, seperti yang dikatakan oleh Liang Wen Qin 2007 dalam penelitiannya yang berjudul Xiàn d ài Hàny ǔ Zhōng de “Bù” hé “Méi”. Di Indonesia penelitian mengenai negasi juga sudah pernah diteliti, diantaranya Sudaryono dalam penelitiannya yang telah dipresentasikan dalam buku yang berjudul Negasi dalam Bahasa Indonesia : Suatu Tinjauan Sintaksis dan Semantik 1993 menemukan adanya tiga macam konstituen yang lazim dipakai sebagai pengungkap negasi, yaitu 1 tidak, bukan, dan berbagai variannya, 2 a-, non-, dan seterusnya, dan 3 jangan, belum, dan lainnya. Pengungkap negasi yang pertama dan kedua disebut konstituen negatif formal Universitas Sumatera Utara bebas dan terikat, karena keduanya memiliki tugas formal sebagai pengungkap negasi dan berwujud sebagai morfem bebas dan terikat. Kelompok ketiga disebut konstituen negatif paduan. Karena di samping menyatakan negasi, konstituen- konstituen itu menyatakan hal lain, yaitu perintah, larangan, dan lainnya. Bambang Wibisono dan Akhmad Sofyan 1997 membahas Negasi Bahasa Madura dalam Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. Mereka menjelaskan bahwa bentuk konstituen negasi dalam bahasa Madura berupa morfem bebas, yaitu taq untuk menyatakan tidak, enjaq untuk menyatakan tidak, banne untuk menyatakan bukan, dan jhaq untuk menyatakan jangan. Konstituen negasi taq, enjaq, dan banne digunakan dalam kalimat negatif deklaratif dan negatif interogatif, sedangkan konstituen negasi jhaq hanya dipakai dalam kalimat negatif imperatif. Secara sintaksis, konstituen negasi dalam bahasa Madura berfungsi menegasikan konstituen yang mengikutinya, apakah berupa kata, frasa, dan klausa. Secara semantis, konstituen negasi dalam bahasa Madura berperan sebagai penanda makna kenegatifan. Secara pragmatis, konstituen negasi dalam bahasa Madura digunakan sebagai sarana untuk mengingkari, meyangkal, menolak ajakan, melarang, dan menegas. Konstituen negasi enjaq dan taq walaupun bermakna sama, namun mempunyai perilaku sintaksis yang berbeda. Keduanya tidak dapat saling bersubstitusi. Konstituen enjaq terdapat dalam kalimat jawaban penyangkalan dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran konstituen taq, sedangkan taq dapat hadir tanpa disertai konstituen enjaq. Nenden Susi Elvina 2002 dalam skripsinya yang berjudul Negasi dalam Bahasa Melayu Deli: Tinjauan Sintaksis menemukan bahwa konstituen negasi Universitas Sumatera Utara dalam bahasa Melayu Deli hanya berbentuk morfem bebas, yaitu tide untuk menyatakan tidak, bukan untuk menyatakan bukan, jangan untuk menyatakan tidak boleh, usah untuk menyatakan jangan, belum untuk menyatakan belum, dan tiade untuk menyatakan tidak ada. Secara morfologis, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli dapat mengalami proses penambahan afiks dan reduplikasi walaupun bersifat terbatas. Dari segi fungsi, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli mempunyai dua fungsi yaitu sebagai fungsi standar yang hanya mengungkapkan negasi dan sebagai negasi gabungan disebabkan fungsinya yang lain. Secara semantis, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli mempunyai kemampuan makna mengingkari, menyangkal, menolak, menegaskan, melarang, dan menyatakan proses peristiwa keadaan.

2.2 Konsep