33 Approach karena pendekatan ini tidak mementingkan penataan
struktur-struktur birokrasi pelayanan yang cocok bagi implementasi program, melainkan dengan upaya-upaya mengembangkan proses-
proses dan prosedur-prosedur yang relevan.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi
Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang menentukan, karena akhir dari semua kebijakan yang sudah diambil
selalu pada tahap implementasi. Arif Rohman 2012: 115-117 mengatakan ada tiga faktor yang biasanya menjadi sumber kegagalan
dan keberhasilan, yaitu: a.
Rumusan Kebijakan Oberlin Silalahi mengatakan pembuat kebijakan atau
decision maker harus terlebih dahulu mencapai beberapa konsensus diantara mereka mengenai tujuan-tujuan, serta informasi
yang cukup mencapai tujuan. Merumuskan kebijakan harus jelas, tepat, dan mudah dipahami.
b. Personil Pelaksana Faktor ini menyangkut tentang tingkat pendidikan,
pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para
pelaku pelaksana kebijakan tersebut. Termasuk dalam faktor personil pelaksana adalah latar belakang budaya, bahasa, serta
ideologi kepartaian dari masing-masing. Kesemuanya itu akan
34 sangat mempengaruhi cara kerja mereka secara kolektif dalam
menjalankan misi implementasi kebijakan. Hal ini dikarenakan personil pelaksana memiliki peran dalam implementasi kebijakan.
c. Organisasi Pelaksana Faktor ini menyangkut jaringan sistem, hirarki kewenangan
masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pemimpin organisasinya, aturan main
organisasi, target masing-masing yang ditetapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih.
Organisasi pelaksana dalam implementasi kebijakan pendidikan adalah birokrat pendidikan.
Adanya hubungan rumusan kebijakan, personil pelaksana, dan organisasi pelaksana merupakan sumber faktor kegagalan
sekaligus keberhasilan dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan sehingga diperlukan persiapan yang matang ketika
akan mengimplementasikan kebijakan.
C. Budaya 1. Pengertian Budaya
Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah” yakni bentuk jamak dari “budhi” akal yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan dalam hal ini memiliki makna segala yang berhubungan dengan bentuk suatu budaya. Setiap daerah pasti tidak akan pernah
lepas dengan yang namanya kebudayaan, karena masing-masing
35 daerah memiliki karakteristik sesuai daerahnya. Kebudayaan
merupakan suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan
miliknya dengan belajar Koentjaraningrat, 2009: 180. Ki Hadjar Dewantara 2011: 27-28 menegaskan budaya
merupakan buah-buah dari suatu keluhuran budi yang sifatnya bermacam-macam, akan tetapi karena semuanya adalah buah adab,
maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah, berfaidah, luhur, memberi rasa damai, senang, dan bahagia. Maka, budaya merupakan
hasil cipta manusia yang dibiasakan bahkan didapatkan melalui proses belajar sebagai penyempurna kehidupan. Kebudayaan itu tidak pernah
mempunyai bentuk yang abadi karena kebudayaan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Djoko Widagdho 2010: 18 mengatakan budaya merupakan suatu perkembangan dari kata majemuk budi daya, yang berarti daya
dari budi karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya lebih merujuk pada daya dari budi yang berupa
cipta, rasa, dan karsa. Sedangkan kebudayaan lebih kepada hasil dari cipta, rasa, dan karsa tersebut. Tingkat martabat manusia sebagai
makhluk budaya ditentukan oleh tingkat perkembangan budayanya, yaitu tingkat kemampuan manusia dalam melepaskan diri dari ikatan
instingnya dan penguasaan manusia terhadap alam sekitar dan alat pengetahuan yang dimilikinya.
36 Berdasarkan beberapa pengertian mengenai budaya, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa budaya adalah suatu yang ada dalam pikiranakal budi manusia atau hasil cipta manusia yang
dibiasakan dan dikembangkan melalui proses belajar.
2. Wujud dan Unsur Kebudayaan