Tahap evaluasi Homeschooling Keluarga Bapak Muhammad Sahal Siddiq

Catatan kemajuan untuk pekerjaan anak bukan sebagai hal yang harus dilakukan bagi orang tua. Dari hasil wawancara dengan pendamping: “Kami tidak pernah membuat catatan tertulis atau apapun, karena buat kami catatan tidak diperlukan. Catatan itu langsung dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya”. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa keluarga Bapak Sahal tidak membuat catatan kemajuan untuk anak, oleh sebab tidak akan meneruskan ke sekolah fomal. Pencapaian kemajuan anak dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya, dua hal tersebut indikatornya. Tingkat pencapaian anak dinilai langsung oleh orang tua, sejauhmana kemajuan berpikir anak.

c. Tahap evaluasi

Pelaksanaan tahap evaluasi pada homeschooling keluarga Bapak Sahal dilakukan dengan mengecek langsung. Sebagaimana hasil wawancara dengan pendamping: “Jadi waktunya tambah materi yang kemarin dikumpulkan”. Pendapat lain mengatakan, Dari hasil wawancara dengan pendamping: “Garis besarnya mengenalkan tiga poin tadi, itu saja. Nanti dicek, suruh nulis atau baca kalau praktek lapangan kita lihat benar atau salah nanti dibenarkan. Salah dalam agama itu dosa. Perkara anak mengerti atau tidak itu urusan Allah , saya sebagai orang tua hanya mengusahakan kewajiban orang tua. Dengan menurunkan materi- materi atau apa”. Berdasarkan pengamatan lapangan saat anak sedang mengakes komputer untuk membuka format audio tetapi playernya tidak mau memutar, orang tua menyarankan untuk membukanya dengan media player yang lain. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, orang tua mengevaluasi dengan cara cek langsung. Cek langsung yang dilakukan orang tua adalah evaluasi dilakukan secara langsung ketika anak melakukan kesalahan saat belajar. Evaluasi cek langsung menerapkan tes perbuatan sewaktu anak belajar ketrampilan komputer sedangkan tes tertulis dan lisan dilaksanakan sewaktu anak belajar agama seperti hafalan surat, belajar bahasa Arab, tafsir dan lainnya.

D. Pembahasan

1. Proses Pendampingan

Berdasarkan tanya jawab sesi wawancara, Kak Wees maupun Bu Lusi mengungkapkan bahwa sekolah mendidik anak untuk menghafal, tidak mampu mengembangkan potensi peserta didik dan mengejar predikat. Padahal pendidikan yang seharusnya haruslah didalamnya ada pemahaman, pelatihan dan harus memperhatikan kebutuhan anak. Pada awal pertemuan juga mengungkapkan bahwa legalisasi tidaklah penting, namun kemampuan anak yang utama. Tetapi ketika pada kesempatan lain peneliti menanyakan kembali mengenai legalisasi khususnya ijasah, beliau mengungkapkan bahwa kemungkinan Hamdi akan mengikuti ujian dari pesantren yang sama dengan ujian kesetaraan.