pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.
4. Berakhirnya perjanjian
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh pembatalan atau
telah berakhir waktunya. Fasakh
terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut:
65
a Di-fasakh dibatalkan, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak
memenuhi syarat kejelasan. b Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis.
c Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut
iqalah . Dalam hubungan ini Hadits Nabi riwayat Abu Daud mengajarkan, bahwa
barang siapa mengabulkan permintaan pembatalan orang yang menyesal atas akad jual-beli yang dilakukan, Allah akan menghilangkan kesukarannya pada hari
kiamat kelak. d Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak terpenuhi pihak-
pihak yang bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran khiyar naqd penjual mengatakan, bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan
ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli
65
Ibid., hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan itu membayar, akan berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar, akad menjadi rusak batal.
e Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
f Karena tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang. g Karena kematian.
Mengenai kematian ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para fukaha mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang melakukan akad
mengakibatkan berakhirnya akad. Jadi apakah kematian salah satu pihak yang mengadakan akad mengakibatkan
berakhirnya akad atau tidak, pada umumnya dapat disimpulkan, bahwa apabila akad menyangkut hak-hak perseorangan, kematian salah satu pihak mengakibatkan
berakhirnya akad. Apabila akad menyangkut hak-hak kebendaan, terdapat berbagai macam ketentuan, tergantung kepada bentuk dan sifat akad diadakan.
D. Aspek Hukum Perjanjian Pembiayaan Menurut Prinsip Syariah.
Agar didalam suatu perjanjian terdapat prinsip-prinsip syariah Islam, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, perjanjian itu bebas riba dan bunga. Dalam
ketentuan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 919PBI2007 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank syariah
wajib membuat akad sesuai prinsip syariah dengan ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan ‘adl wa tawazun, kemaslahatan
Universitas Sumatera Utara
maslahah dan universalisme alamiyah serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, riswah
, dan objek haram. Dalam penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 919PBI2007 pada
pasal 2 ayat 2 yand dimaksud dengan : “Adl” adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya, dan memberikan sesuatu
hanya pada yang berhak serta memberlakukan sesuatu sesuai porsinya. “Tawazun” adalah meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat
dan public, sector keuangan dan sector riil, bisnis dan social, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.
“Maslahah”
adalah merupakan segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi,
material dan spiritual serta individual dan kolektif serta harus memenuhi 3 tiga unsure yakni kepatuhan syariah halal, bermanfaat dan membawa kebaikan
thoyib dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan.
“Alamiyah”
adalah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan stakeholders tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta rahmatan lil alamin. “Gharar “ adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
“Maysir” adalah transaksi yang bersifat spekulatif untung-untungan yang tidak terkait langsung dengan produktifitas di sector riil.
“Riba” adalah pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah bathil antara lain pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu
penyerahan fadhl atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu nasiah. “Dzalim” adalah transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
“Risywah” adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam
suatu transaksi. Objek Haram adalah suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam syariah.
66
66
Penjelasan pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia nomor 919PBI2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank syariah.
Universitas Sumatera Utara
Faturrahman Djamil dalam tulisannya yang berjudul hukum perikatan syariah mengemukakan bahwa hal-hal yang harus di perhatikan dalam membuat
perjanjian adalah sebagai berikut : 1.
Dari segi subjek aqad atau para pihak. a.
Para pihak harus cakap melakukan perbuatan hukum, artinya orang dewasa dan bukan mereka yang secara hukum berada dibawah pengampuan atau
perwalian, seseorang yang dibawah pengampuan atau perwalian, didalam melakukan perjanjian wajib diwakili oleh wali atau pengampunya.
b. Identitas para pihak dan kedudukannya masing-masing dalam perjanjian harus
jelas, apakah bertindak untuk diri sendiri atau mewakili sebuah badan hukum. c.
Tempat dan saat perjanjian dibuat, untuk kebaikan, seyogyanya harus disebutkan dengan jelas dalam aqad.
2. Dari Segi Tujuan dan Objek Aqad.
disebutkan secara jelas tujuan dari dibuatnya akad tersebut, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, bagi hasil, dan seterusnya yang telah dijelaskan oleh ajaran Islam.
a. Sekalipun diberikan kebebasan dalam menentukan objek aqad, namun jangan
sampai menentukan suatu objek yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam atau ‘urf kebiasaankepatutan yang sejalan dengan ajaran Islam, dengan kata
lain objek akad harus halal dan thayyib. 3.
Adanya kesepakatan, dalam hal yang berkaitan dengan : a.
Waktu perjanjian, baik bermula atau berakhirnya perjanjian, jangka waktu angsuran dan berakhirnya, harus diketahui dan disepakati sejak awal akad oleh
Universitas Sumatera Utara
bank dan nasabah, tidak boleh berobah ditengah atau diujung perjalanan pelaksanaan kesepakatan, kecuali bila hal itu disepakati oleh kedua belah
pihak. b.
jumlah dana, dana yang dibutuhkan, nisbah atau margin yang disepakati, biaya-biaya yang diperlukan, dan hal-hal emergency yang memerlukan biaya-
biaya lainnya. c.
Mekanisme kerja, disepakati sejauh mana kebolehan melakukan operasional, pengawasan dan penilaian terhadap suatu usaha khususnya pembiayaan
mudharabah dan musyarakah.
d. Jaminan, bagaimana kedudukan jaminan, seberapa besar jumlah dan kegunaan
jaminan tersebut serta hal-hal lain berkaitan dengannya. e.
Penyelesaian, bila terjadi perselisihan atau adanya ketidak sesuaian antara dua belah pihak, bagaimana cara penyelesaian yang disepakati, tahapan-tahapan
apa yang harus di lalui dan seterusnya. Objek yang diperjanjikan dan cara-cara pelaksanaannya.
4. Pilihan Hukum.
Ditegaskan dengan jelas pilihan hukum dalam akad tersebut, misalnya, untuk perjanjian ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak sepakat untuk
memberlakukan syariah Islam.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DALAM SISTEM
PERBANKAN SYARIAH
A. Tentang Perjanjian Pembiayaan Murabahah. 1. Pengertian Murabahah.
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.
67
Dalam hal ini penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
68
Muslim harus mengetahui jual beli yang diperbolehkan dalam syariah, agar harta yang dimiliki halal dan baik. Seperti kita ketahui jual beli adalah salah satu
aspek dalam muamalah hubungan manusia dengan manusia, dengan kaedah dasar semua boleh kecuali yang dilarang oleh syariah.
Murabahah al-bai’ bi tsaman ajil lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah , adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dan pemasok ditambah keuntungan margin.
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu
67
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd, Dhaka: Islamic Fondation, 1987, diambil dari buku Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, hal. 101.
68
Muhammad Syafi’i Antonio, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan bi tsaman ajil, atau muajjal. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan
secara tangguhcicilan.
2. Penerapan Sistem Pembiayaan Murabahah dalam Perbankan