Prinsip-prinsip Bank Syariah Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Perbankan Syariah (Murabahah, Musyarakah Dan Mudharabah)

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil mudharabah, pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal musyarakah, prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan murabahah, atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ijarah, atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain ijarah wa iqtina.” Dalam Pasal ini diterangkan dengan jelas bahwa yang dimaksud prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam. Jadi istilah syariah di sini disamakan dengan hukum Islam. 39 Dari beberapa pendapat istilah yang dipergunakan antara “bank Islam” atau “bank syariah”, dalam penulisan ini penulis menggunakan istilah “bank syariah” dan “perbankan syariah”, hal tersebut didasari oleh rumusan Peraturan Bank Indonesia yang menggunakan istilah “bank syariah” dalam praktik di perbankan yang menggunakan kata “syariah” di belakang nama sebuah bank, hal ini menunjukkan bahwa bank tersebut menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

2. Prinsip-prinsip Bank Syariah

Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga atau riba. Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan Islam dengan sistem perbankan konvesional. Pelarangan riba diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 278-279: 39 Rifyal Ka’bah, The Jakarta Charter and The Dynamic of Islamic Shariah in the History of Indonesian Law, Jakarta: PT. Kurnia Sejati, 2006, hal. 32-33. Universitas Sumatera Utara “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan lepaskan sisa-sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertobat dari pengambilan riba, maka bagimu modalmu. Kami tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. Ayat di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah riba, sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal dasar yang ditentukan sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya waktu adalah riba. 40 Riba secara bahasa bermakna: ziyadah tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. 41 Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. 42 Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaks jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. 43 40 Yusuf al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo dari buku Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram ,Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003, hal. 58. 41 Abdullah Saeed, Islamic Banking Interest: A Study of The Prohibition of Riba and its contemporary Interpretation, Laiden: Ej Brill, 1996, diambil dari buku Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hal. 37. 42 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta: Central Bank of Indonesia and Tazkia Institute, 1999 43 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2001, hal. 37. Universitas Sumatera Utara Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap: 44 1 Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada lahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. “Dan, sesuatu riba tambahan yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka yang berbuat demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya”. ar-Ruum: 39. 2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT. mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang keji antara mereka itu siksa yang pedih.” an-Nisa’: 160-161. 44 Ibid., hal. 48-50. Universitas Sumatera Utara 3 Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” Ali Imran: 130. Ayat ini diturunkan pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dan terjadinya riba jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba, tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 dan surah al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriah. 4 Tahap terakhir, Allah SWT. dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat dari pengambilan riba maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” al-Baqarah: 278-279. Universitas Sumatera Utara Prinsip larangan riba ini tidak hanya terdapat pada ajaran Islam, namun juga dapat dilihat pada agama lain. Perjanjian Baru memiliki tiga rujukan mengenai riba, dan Perjanjian Lama empat rujukan. Tiga rujukan tentang riba dalam Perjanjian Baru Matius 25: 14-30, Lukman 19: 12-27, dan Matius 25: 27. Empat rujukan riba dari kitab Perjanjian Lama Eksodus 22: 25, Levitikus 25: 35-7, Ulangan 23: 19-20, dan Mazmur 15: 1,5. Di India kuno, hukum yang berdasarkan Weda, kitab suci tertua agama Hindu, mengutuk riba sebagai sebuah dosa besar dan melarang operasi bunga. Dalam agama Yahudi, kitab Taurat bahasa Yahudi untuk Hukum Musa atau Pantateuch, lima kitab Perjanjian Lama melarang riba dikalangan bangsa Yahudi. 45 Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank syariah menerapkan berbagai cara yang bersih dan bebas dari unsur riba yaitu melalui prinsip-prinsip : 1. Wadiah titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito. Wadiah ini biasa diterapkan oleh bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya rentebunga, tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu pada waktu depositor memerlukannnya. 2. Mudharabah kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing. Dengan mudharabah ini, bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian. 3. MusyarakahSyirkah persekutuan. Di bawah kerjasama musrakahsyirkah ini pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil modal pada usaha patungan joint venture. Karena itu kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing. 4. Murabahah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atau dasar harga pembeliannnya pertama secara jujur. 45 Mervyn K. Lewis, Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah, diterjemahkan oleh Burhan Wirasubrata dari buku Islamic Banking, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005, hal. 264-269. Universitas Sumatera Utara 5. Qiradh hasan pinjaman yang baik atau benevolent loan. Bank Islam dapat memberikan pinjamannya tanpa bunga benevolent loan kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam. 6. Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan maka menejemennya dilakukan oleh bank bersama patner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing. 46 Dari prinsip-prinsip diatas yang menjadi focus penelitian adalah Pembiayaan murabahah, musyarakah dan mudharabah. Sehubungan dengan prinsip syariah pada bank syariah seperti diuraikan diatas, maka terlihat suatu kemajuan yang sangat berarti dari segi peraturan perundang-undangan di sektor perbankan yang berprinsip syariah. UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam ketentuan umum pasal 1 angka 12 disebutkan: Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 47

3. Konsep Usaha Bank Syariah

Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh pendapatan murabahah, mudharabah dan musyarakah terhadap profitabilitas Bank

6 52 133

pengaruh penyaluran pembiayaan mudharabah,pembiayaan musyarakah,pembiayaan murabahah,dan non performing financing (npf) terhadap kinerja bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia periode januari 2010-maret 2015

0 7 122

Pengaruh Risiko pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah

1 9 150

ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH dan MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH Analisis Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (periiode Desember 2007-Desember 2014).

1 3 12

ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, dan MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS Analisis Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (periiode Desember 2007-Desember 2014).

0 4 17

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 3 15

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 2 15

PENGARUH PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH TERHADAPPROFIT PERBANKAN SYARIAH Pengaruh Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah Terhadao Profit Perbankan Syariah di Indonesia.

0 2 12

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH, MUSYARAKAH, MURABAHAH, DAN SEWA IJARAH TERHADAP Analisis Pengaruh Pendapatan Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Dan Sewa Ijarah Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode

0 2 15

PENGARUH RISIKO PEMBIAYAAN MUDHARABAH, RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH

1 3 18