2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran kasus HIV pada kehamilan di RSUP Haji Adam Malik
Medan tahun 2008 sampai 2011 ?
2.1. Tujuan Penelitian 1..1.
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kasus HIV pada kehamilan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 sampai 2011
1..2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini : 1.
Mendata jumlah HIV pada kehamilan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 sampai 2011.Mengetahui peningkatan penurunan kasus HIV
pada kehamilan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 sampai 2011 2.
Mendata frekuensi kejadian HIV pada kehamilan berdasarkan sosiodemografi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
daerah tempat tinggal ibu hamil di RSUP Haji Adam Malik Medan 3.
Mendata frekuensi kejadian HIV pada kehamilan berdasarkan faktor resiko 4.
Mendata frekuensi ibu hamil yang terinfeksi HIV yang mendapatkan konseling VCT
5. Mengetahui penanganan ibu hamil dengan HIV yang mendapat ARV
profilaksis
Universitas Sumatera Utara
2.1. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap :
1. Tenaga kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada penderita HIV
2. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti dan dapat
mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian, sehingga dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi.
3. Bagi masyarakat, dapat dijadikan sebagai pengetahuan tambahan mengenai
HIV, dan untuk mencegah penularan HIV di kalangan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV
2.1.1. Epidemiologi Epidemi HIVAIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat
bagi pembangunan dan kemajuan sosial ILO, 2005. Pada tahun 2008, diseluruh dunia, diperkirakan 33 juta orang hidup dengan HIV. Setiap harinya terdapat
7.400 infeksi baru HIV 96 dari jumlah tersebut berada di negara dengan pendapatan menengah ke bawah. Daerah subsahara di Afrika merupakan daerah
dengan prevalens HIV terbesar, mencakup 67 dari jumlah keseluruhan orang yang hidup dengan HIV. Daerah Asia Tenggara, termasuk di dalamnya Asia
Selatan, merupakan daerah nomor dua terbanyak kasus HIV dengan jumlah penderita 3,6 juta orang, 37 dari jumlah tersebut merupakan wanita. Indonesia
merupakan satu dari lima negara dengan jumlah penderita HIV yang besar selain Thailand, Myanmar, Nepal, dan India HTA, 2010.
2.1.2. Definisi
Menurut family health internasional, Human Immunodeficiency Virus HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini
adalah retrovirus, yang berarti virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Infeksi virus ini menurunkan sistem
kekebalan tubuh yang menimbulkan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu dan bersifat sindroma yang disebut AIDS Duarsa, 2005.
Pada umumnya AIDS disebabkan HIV-1 dan beberapa kasus di Afrika tengah disebabkan HIV-2 yang merupakan homolog HIV-1. Keduanya merupakan
virus lenti yang menginfeksi sel CD4
+
T yang memiliki reseptor dengan afinitas
Universitas Sumatera Utara
tinggi untuk HIV, makrofag, dan jenis sel lain Baratawidjaja and Rengganis, 2009. HIV-1 dan HIV-2 adalah satu-satunya Lentivirus yang menginfeksi
manusia Fauci and Lane, 2008. Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA identik yang merupakan
genom virus yang berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi envelop membran fosfolipid yang berasal
dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang disandi virus ditemukan dalam envelop. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar glikoprotein yang
mengelilingi suatu lapisan ganda lipid. Kelompok antigen internal menjadi protein inti dan penunjang Baratawidjaja and Rengganis, 2009.
2.1.3. Cara Penularan
HIV dapat menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, Air Susu Ibu ASI dan cairan lain yang mengandung darah
family health internasional. Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau secret yang infeksius, ibu ke
anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI Zein, 2006. Dilihat dari cara penularan, proporsi penularan HIV melalui hubungan
seksual baik heteroseksual maupun homoseksual sangat mendominasi yaitu mencapai 60. Sedangkan penularan melalui jarum suntik sebesar 30, dan
sebagian lainnya tertular melalui ibu dan anak kehamilan, transfusi darah serta melalui pajanan saat bekerja HTA, 2010.
Perilaku yang mempunyai resiko tinggi dan sering kali ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan seksual, baik heteroseksual maupun
homoseksual Anastasya, 2010, penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang
paling dominan dari semua cara penularan Zein, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Infeksi HIV dapat menular melalui Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi HIV Mariam, 2010. Lima sampai sepuluh persen dari
infeksi HIV di dunia ditularkan melalui transfusi dari darah dan produk darah terkontaminasi HIV HTA, 2009. Tetapi, Kejadian ini semakin berkurang karena
sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor Siahaan, 2011. Penularan HIV melalui jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat
tindik yang terkontaminasi, biasanya terjadi akibat Penyalahgunaan obat-obat terlarang dengan menggunakan pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi
secara bergantian. Paramedis dapat terinfeksi HIV oleh goresan jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang
terkontaminasi dengan virus HIV Zein, 2006. Menurut Jawetz 2001 dalam Mariam 2010, Penularan dari ibu ke bayi
bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan, atau melalui Air Susu Ibu ASI. Sekitar 30 dari infeksi terjadi di dalam rahim dan 70 saat kelahiran.
Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6
bulan pertama setelah kelahiran.
2.1.4. Gejala Klinis
Gejala klinis infeksi HIV ini tergantung periodenya. Pada fase akut 50- 70 menderitas sindroma akut HIV yang berupa :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gejala Klinis Sindroma Akut HIV Fauci and Lane, 2008 General
Neurologic Dermatologic
Fever Meningitis
Erythematous maculopapular rash
Pharyngitis Encephalitis
Lymphadenopathy Peripheral neuropathy
Mucocutaneous ulceration
HeadacheRetroorbital pain
Myelopathy
Arthralgiasmyalgias Lethargymalaise
Anorexiaweight loss Nauseavomitingdiarrhea
Pada fase laten yang biasanya dapat berlangsung hingga kurang lebih 10 tahun, pasien dengan HIV RNA yang tinggi dalam plasma, cenderung lebih cepat
berkembang menjadi fase simptomatik daripada pasien dengan HIV RNA yang rendah dalam plasma. Pada fase ini, rata-rata CD4+ sel T menurun sekitar 50µL
per tahun, dan ketika CD4+ sel T mencapai atau kurang dari 200µ L, maka pasien akan sangat mudah terinfeksi oleh infeksi oportunistik dan penyakit neoplasma
Fauci and Lane, 2008.
2.1.5. Diagnosa
Untuk menentukan seseorang mengidap HIV adalah dengan cara pemeriksaan laboratorium darah. Ada beberapa cara pemeriksaan laboratorium,
antara lain ELISA, dipstick HIV Entebe, radioimunopresipitat, HIV recombinant neutralization assay, deteksi antigen HIV, Westren Blot, dan lain
– lain. Tetapi yang menjadi standart pemeriksaan adalah cara ELISA enzyme
– linked immunoabsorbent yang dikonfirmasi dengan Western Blot Zein, 2006.
Universitas Sumatera Utara
ELISA
Pemeriksaan ELISA enzyme-linked immunoabsorbent assay digunakan untuk mendeteksi antibody anti
– HIV. Alat ini mempunyai sensitivitas 93 sampai 98 dan spesifisitas 98 sampai 99 Anastasya, 2010. Bila secara
ELISA, seseorang dinyatakan positif HIV, maka dilakukan pemeriksaan ulang dan bila ternyata tetap positif berarti orang tersebut kemungkinan besar mengidap
HIV. Untuk memastikannya, maka harus dilakukan pemeriksaan Western Blot, dan bila hasilnya positif tegaklah diagnosa HIV Zein, 2006.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela window period. Masa jendela adalah waktu sejak
tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4
– 8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya telah
terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan
tiga bulan kemudian HTA, 2010.
WESTERN BLOT
Western Blot digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA sebagai hasil yang benar
– benar positif Mariam, 2010. tetapi yang menjadi masalah, cara pemeriksaan Western Blot jarang ada di Indonesia Zein, 2006.
2.1.6. Penatalaksanaan
Belum ada vaksin untuk mencegah HIVAIDS, dan pengobatannya juga belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada kampanye kesadaran masyarakat
dan perubahan perilaku individu dalam lingkungan yang mendukung, yang memerlukan waktu dan kesabaran ILO, 2005. Dari segi pengobatan, Tidak ada
Universitas Sumatera Utara
obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIVAIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang
tepat antara berbagai obat-obatan Antiretroviral ARV dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda
awal terjadinya AIDS KPA, 2011. Pengobatan HIV adalah dengan pemberian obat antiretroviral. Terapi
dengan kombinasi obat – obatan antiretroviral, disebut sebagai highly active
antiretroviral therapy HAART yang tersedia sejak tahun 1996 dapat menekan replikasi virus sampai dibawah batas deteksi dalam plasma, penurunan viral loads
dalam kelenjar getah bening, yang memberikan kesempatan untuk memulihkan respon imun terhadap patogen oportunistik, dan memperpanjang umur pasien.
Tetapi HAART gagal menyembuhkan infeksi HIV-1. Virus tipe ini bertahan dalam sel yang bersifat laten dan hidupnya panjang, termasuk sel T memori
CD4+. Ketika HAART dihentikan atau gagal terapi, maka produksi virus akan kembali meningkat. Kombinasi tiga obat juga efektif pada bayi atau anak yang
terinfeksi HIV. Tetapi terapi satu obat tidak disarankan, karena dapat terjadi
resisten Brooks, Butel, and Morse, 2004.
Depkes 2006 dalam Mariam 2010, Antiretroviral ARV adalah obat yang menghambat replikasi HIV. Penggunaan obat ARV dengan kombinasi yang
baik dan benar, serta mengkonsumsinya juga dengan benar dan dipantau secara berkala terhadap efek samping adherence keteraturan makan obat, maka
diharapkan terjadi penekanan replikasi virus HIV dalam darah, sehingga kekebalan tubuh akan kembali meningkat ketahap normal, dan infeksi
oportunistik dapat dicegah atau disembuhkan Zein,2006. Sampai sekarang, telah dilakukan banyak penelitian untuk mencari terapi
yang definitif untuk mengobati HIV. Ada empat kategori obat yang tersedia saat ini yaitu : obat yang menginhibisi enzim reverse transcriptase virus, obat yang
menginhibisi enzim protease virus, obat yang menginhibisi enzim integrase
Universitas Sumatera Utara
virus, dan obat yang mengganggu pemasukan virus.Obat yang menginhibisi enzim reverse transcriptase virus yaitu
Nucleoside analogues Zidovudine, didanosine, zalcitabine, stavudine, lamivudine, abacavir, dan
emtricitabine. Nucleotide analogues
Tenofavir. Obat lainnya adalah nevirapine, delavirdine, dan efavirenz.
Obat diatas adalah obat lini pertama untuk infeksi HIV, tetapi harus diingat bahwa terapi dengan kombinasi, jangan dengan monoterapi karena resiko resisten obat
sangat tinggi Fauci and Lane, 2008. Pengembangan vaksin untuk mencegah penyebaran AIDS merupakan penelitian yang diprioritaskan para ahli imunologi.
Dewasa ini vaksinasi terhadap AIDS masih belum dapat dikembangkan Baratawidjaja and Rengganis, 2009.
Indikasi memulai terapi Antiretroviral ART
Menurut pedoman nasional 2007 Keputusan untuk memulai ART pada ODHA Orang Dengan HIVAIDS dewasa dan remaja didasarkan pada
pemeriksaan klinis dan imunologis. Namun pada keadaan tertentu maka penelitian klinis saja dapat memandu keputusan memulai ART. Infeksi oportunistik dan
penyakit lainnya yang perlu pengobatan diredakan sebelum pemberian ART. Saat yang paling tepat untuk memulai ART adalah sebelum pasien jatuh
sakit atau munculnya IO yang pertama. Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila ART dimulai pada saat CD4 200mm3 dibandingkan bila terapi dimulai
pada CD4 di atas jumlah tersebut. Apabila tersedia sarana tes CD4 maka ART sebaiknya dimulai sebelum CD4 kurang dari 200mm3. Waktu yang paling
optimum untuk memulai ART pada tingkat CD4 antara 200 – 350mm3 masih
belum diketahui, dan pasien dengan jumlah CD4 tersebut perlu pemantauan
Universitas Sumatera Utara
teratur secara klinis maupun imunologis. Terapi Antiretroviral dianjurkan pada pasien dengan TB paru atau infeksi bakterial berat dan CD4 350mm3. Juga
pada ibu hamil stadium klinis manapun dengan CD4 350 mm3. pedoman nasional, 2007
2.1.7. VCT
VCT Voluntary Conselling and testing adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang penting untuk pencegahan dan perawatannya Anastasya, 2010. Menurut
haruddin dkk 2007 VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk merubah perilaku berisiko serta
mencegah penularan HIVAIDS. Kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIVAIDS, mencegah penularan
HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIVAIDS
depkes, 2006.
Tujuan VCT depkes RI, 2009
a Mendorong orang sehat, tanpa keluhan asimtomatik untuk mengetahui
tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi kemungkinan tertular HIV b
Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif, karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak melalukan hal-hal yang
dapat ikut menyebarkan virus HIV bila mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV
Universitas Sumatera Utara
c Mendorong seseorang yang sudah ODHA Orang Dengan HIVAIDS untuk
mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau HIVAIDS merupakan vonis
kematian d
Memberi informasi tentang HIVAIDS, tes, pencegahan dan pengobatan ODHA
e Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang memudahkan
penularan HIV f
Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang lebih sehat dan aman dari infeksi HIV
Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting menuju program pelayanan HIVAIDS lainnya yaitu pencegahan penularan HIV dari ibu
ke anak, pencegahan dan manajemen klinis penyakit – penyakit yang
berhubungan dengan HIV, pengendalian penyakit TBC tuberculosis serta dukungan psikologis dan hukum Anastasya, 2010.
Prinsip pelayanan VCT depkes RI, 2009
Adapun prinsip pelayanan dalam VCT antara lain : a
Persetujuan klien informed concern Konseling dan tes HIV hanya dilakukan atas dasar sukarela dan bersifat
pribadi. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan.
b Kerahasiaan
Semua informasi yang tertulis tentang hasil konseling dan tes HIV klien akan dijaga kerahasiannya, semua keputusan ada pada klien.
Universitas Sumatera Utara
c Tidak diskriminasi
klien tidak akan mendapat perlakuan yang diskriminasi dalam yayasan konseling dan tes HIV, karena petugas yang ditunjuk telah melalui
serangkaian pelatihan dan sangat terbatas. d
Jaminan mutu Mutu pelayanan tidak perlu diragukan, karena tes HIV yang dilakukan sesuai
dengan pedoman yang diberikan WHO dan Departemen Kesehatan RI.
Tahapan VCT 1 Konseling pra
– test
konseling pra tes HIV membantu klien menyiapkan diri untuk melakukan pemeriksaan darah atau tes HIV. Dalam konseling ini petugas konseling
konselor akan membantu untuk memahami : Proses konseling dan tes HIV sukarela
Manfaat tes HIV Pengetahuan tentang HIVAIDS
Meluruskan pemahaman yang salah tentang AIDS dan mitosnya Faktor resiko penularan HIV
Menyiapkan anda untuk pemeriksaan darah Makna hasil tes HIV positif atau negative
Mengembangkan rencana perubahan perilaku, dan dampak pribadi, keluarga, sosial terhadap hasil HIVAIDS serta dukungan moral yang
diberikan depkes RI, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2 Tes HIV pemeriksaan dan pengambilan darah
Prinsip tes HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiannya. Tes dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Ada serangkaian tes yang berbeda
– beda karena perbedaan prinsip metode yang digunakan. Tes yang digunakan adalah tes
serologi untuk mendeteksi antibody HIV dalam serum atau plasma Anastasya, 2010.
Setelah menandatangani lembar persetujuan dan tetap mengambil keputusan tes, maka contoh darah akan diambil untuk keperluan tes HIV di
laboratorium.
3 Konseling pasca tes HIV
Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil tes. Konselor mempersiapkan klien untuk
menerima hasil tes, memberikan hasil tes, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan strategi untuk
menurunkan penularan HIV Anastasya, 2010.
2.2. HIV pada Kehamilan
2.2.1. Definisi Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan menurut kalender internasional
Sarwono, 2009. Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh
wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan
Universitas Sumatera Utara
diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan
Cunningham, 2005
2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan
Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada masa intrauterine dan masa intrapartum Setiawan, 2009. Distribusi penularan dari ibu
ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding uterus pada waktu melahirkan. Penularan
diperkirakan terjadi karena bayi terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan waktu bayinya lahir.
Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV Green, 2009.
Suatu penelitian memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya saat dalam kandungan sebesar 23
– 30, ketika proses persalinan 50
– 65 dan saat menyusui 12 – 20. Di negara industri, transmisi HIV dari ibu ke fetus sebesar 15
– 25 sementara di negara berkembang sebesar 25 – 35. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar virus dalam
plasma ibu. Hasil suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan dengan kadar virus dalam plasma sebesar 1000 kopimL, angka transmisinya 0; sementara
dengan kadar virus sebesar 1000 – 10.000 kopimL, angka transmisinya 16,6;
angka transmisi menjadi 21,3 bila kadar virus dalam plasma 10.000 – 50.000
kopimL; 30,9 dengan kadar virus 50.000 – 100.000 kopimL; dan 40,6 bila
kadar virus 100.000 kopimL. Namun belum pernah ditentukan nilai ambang terendah dimana tidak terjadi infeksi HTA, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sebaiknya dimulai
sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat anti
retrovirus ARV atau belum. Data tersebut kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan terhadap pasangan seks,
bayi, serta cara pencegahannya Setiawan, 2009.
Pengobatan dan profilaksis Antiretrovirus pada ibu terinfeksi HIV
Untuk mencegah penularan vertikal dari ibu ke bayi, maka ibu hamil terinfeksi HIV harus mendapat pengobatan atau profilaksis antiretrovirus ARV.
Tujuan pemberian ARV pada ibu hamil, disamping untuk mengobati ibu, juga untuk mengurangi risiko penularan perinatal kepada janin atau neonatusSetiawan,
2009. Pemberian antiretrovirus untuk ibu hamil terinfeksi HIV sama dengan ibu
yang tidak hamil Green,2009. Yang harus diketahui dari ibu hamil terinfeksi HIV adalah status penyakit HIV beratnya penyakit AIDS ditentukan berdasarkan
hitung sel T CD4+, perkembangan infeksi ditentukan berdasarkan jumlah muatan virus, antigen p24 atau RNADNA HIV di dalam plasma, riwayat pengobatan
antiretrovirus saat ini dan sebelumnya, usia kehamilan, dan perawatan penunjang yang diperlukan seperti perawatan psikiater, nutrisi, aktivitas aseksual harus
memakai kondom, dan lain – lain Setiawan, 2009.
Dosis antiretrovirus yang harus diberikan dapat dilihat pada tabel 2.2 Untuk ibu yang tidak mendapat pengobatan ARV dan yang mempunyai jumlah
muatan virus sangat rendah 1000 salinanmL, beberapa ahli hanya memberikan
Universitas Sumatera Utara
ZDV sebagai profilaksis dan pemberian ini distop sesudah melahirkan sementara pemberian pada neonates diteruskan.
Tabel 2.2 Protocol Pemberian Zidovudine ZDV Pada Ibu Hamil Dan Neonatus Untuk Mencegah Penularan Vertical.
Jenis obat Dosis
Saat pemberian Cara pemberian
Untuk ibu
Zidovudine retrovir
10 mg
5 kalihari
2 mgkg
1 mgkgjam Masa
gestasi 14
minggu sampai
menjelang melahirkan
Dilanjutkan pada saat melahirkan selama 1
jam.
Dilanjutkan sampai
lahir Per oral
Intravena
Intravena
Universitas Sumatera Utara
Jenis obat Dosis
Saat pemberian Cara pemberian
Untuk neonatus
Zidovudine retrovir
masa gestasi
35 minggu
Zidovudine retrovir
masa gestasi 30
– 35 minggu
Zidovudine retrovir
masa gestasi
30 minggu
2 mgkgdosis, 4 kalihari
2 mgkgdosis, 2 kalihari 2minggu
pertama selanjutnya
2 mgkgdosis,
3 kalihari
2 mgkgdosis, 2 kalihari
4 minggu pertama
selanjutnya 2
mgkgdosis, 3
kalihari Dimulai pada usia
8 jam sampai 6 minggu
Dimulai pada usia 8 jam sampai 6
minggu
Dimulai pada usia 8 jam sampai 6
minggu Per oral
Per oral
Per oral
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus HIV pada ibu hamil di RSUP. Haji Adam Malik Medan periode tahun 2008
sampai 2011. Dari latar belakang dan tinjauan pustaka maka kerangka konsep dari
penelitian ini adalah :
Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian
HIV pada ibu hamil
VCT Sosiodemografi :
- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Status perkawninan
- Daerah tempat tinggal
- Faktor resiko
Penanganan
Universitas Sumatera Utara
3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional