Infeksi HIV dapat menular melalui Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi HIV Mariam, 2010. Lima sampai sepuluh persen dari
infeksi HIV di dunia ditularkan melalui transfusi dari darah dan produk darah terkontaminasi HIV HTA, 2009. Tetapi, Kejadian ini semakin berkurang karena
sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor Siahaan, 2011. Penularan HIV melalui jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat
tindik yang terkontaminasi, biasanya terjadi akibat Penyalahgunaan obat-obat terlarang dengan menggunakan pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi
secara bergantian. Paramedis dapat terinfeksi HIV oleh goresan jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang
terkontaminasi dengan virus HIV Zein, 2006. Menurut Jawetz 2001 dalam Mariam 2010, Penularan dari ibu ke bayi
bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan, atau melalui Air Susu Ibu ASI. Sekitar 30 dari infeksi terjadi di dalam rahim dan 70 saat kelahiran.
Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6
bulan pertama setelah kelahiran.
2.1.4. Gejala Klinis
Gejala klinis infeksi HIV ini tergantung periodenya. Pada fase akut 50- 70 menderitas sindroma akut HIV yang berupa :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gejala Klinis Sindroma Akut HIV Fauci and Lane, 2008 General
Neurologic Dermatologic
Fever Meningitis
Erythematous maculopapular rash
Pharyngitis Encephalitis
Lymphadenopathy Peripheral neuropathy
Mucocutaneous ulceration
HeadacheRetroorbital pain
Myelopathy
Arthralgiasmyalgias Lethargymalaise
Anorexiaweight loss Nauseavomitingdiarrhea
Pada fase laten yang biasanya dapat berlangsung hingga kurang lebih 10 tahun, pasien dengan HIV RNA yang tinggi dalam plasma, cenderung lebih cepat
berkembang menjadi fase simptomatik daripada pasien dengan HIV RNA yang rendah dalam plasma. Pada fase ini, rata-rata CD4+ sel T menurun sekitar 50µL
per tahun, dan ketika CD4+ sel T mencapai atau kurang dari 200µ L, maka pasien akan sangat mudah terinfeksi oleh infeksi oportunistik dan penyakit neoplasma
Fauci and Lane, 2008.
2.1.5. Diagnosa
Untuk menentukan seseorang mengidap HIV adalah dengan cara pemeriksaan laboratorium darah. Ada beberapa cara pemeriksaan laboratorium,
antara lain ELISA, dipstick HIV Entebe, radioimunopresipitat, HIV recombinant neutralization assay, deteksi antigen HIV, Westren Blot, dan lain
– lain. Tetapi yang menjadi standart pemeriksaan adalah cara ELISA enzyme
– linked immunoabsorbent yang dikonfirmasi dengan Western Blot Zein, 2006.
Universitas Sumatera Utara
ELISA
Pemeriksaan ELISA enzyme-linked immunoabsorbent assay digunakan untuk mendeteksi antibody anti
– HIV. Alat ini mempunyai sensitivitas 93 sampai 98 dan spesifisitas 98 sampai 99 Anastasya, 2010. Bila secara
ELISA, seseorang dinyatakan positif HIV, maka dilakukan pemeriksaan ulang dan bila ternyata tetap positif berarti orang tersebut kemungkinan besar mengidap
HIV. Untuk memastikannya, maka harus dilakukan pemeriksaan Western Blot, dan bila hasilnya positif tegaklah diagnosa HIV Zein, 2006.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela window period. Masa jendela adalah waktu sejak
tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4
– 8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya telah
terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan
tiga bulan kemudian HTA, 2010.
WESTERN BLOT
Western Blot digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA sebagai hasil yang benar
– benar positif Mariam, 2010. tetapi yang menjadi masalah, cara pemeriksaan Western Blot jarang ada di Indonesia Zein, 2006.
2.1.6. Penatalaksanaan