Kompleksitas Penerjemahan Ekuivalensi dalam Penerjemahan

2.8 Kompleksitas Penerjemahan

Penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang komplek dan bukan merupakan sesuatu yang sederhana. Hal ini dikarenakan banyak hal yang memiliki keterkaitan dengan penerjemahan antara lain budaya. Hal ini senada dengan ucapan Hatim 2001:10, bahwa dalam proses penerjemahan tidak hanya menyangkut kosa kata dan tata bahasa semata, melainkan juga melibatkan unsur- unsur budaya. A translation work is a multy-faceted activity; it is not a simple matter of vocabulary and grammar only but that it can never be separated from the culture. Seorang penerjemah disamping memiliki kemahiran dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, harus juga memiliki keluwesan, dan memiliki wawasan yang luas mengenai berbagai displin ilmu dari bahasa sasaran. Hal ini menunjukkan bahwa proses penerjemahan mengharuskan penerjemah memiliki profesionalisme dalam kerja dan hal ini mutlak. Seorang yang profesional harus memiliki beberapa kompetensi, yakni: 1 Kompetensi dalam dua bahasa ideal bilingual competence 2 Memiliki keahlian expertise dalam pengetahuan dasar genre teks serta terampil menyimpulkan inference, dan 3 Kompetensi dalam komunikasi Bell, 1991:38-41 Keahlian dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang penerjemah merupakan penanda bahwa penerjamah ideal akan berhasil dalam melaksanakan Universitas Sumatera Utara dan menerapkan teknik-teknik dan yang lainya dalam melakukan tugasnya dengan baik dan benar.

2.9 Ekuivalensi dalam Penerjemahan

Bahasa sasaran adalah bahasa yang menjadi hasil dari suatu terjemahan, hasil terjemahan idealnya merupakan hasil yang memiliki ekuivalensi dengan kebahasa sasaran, dan memiliki kebaikan hasil terjemahan. Hasil terjemahan yang baik harus memiliki keakuratan pesan dari bahasa sumber, memiliki keterbacaan dan keberterimaan produk. Kebaikan ekuivalensi itu terletak pada tataran kata, frasa, gramatikal, tekstual sampai pada tataran pragmatik. Mona Baker 1992:24 menyatakan bahwa keseluruhan tataran tersebut digunakan dengan syarat bahwa meskipun ekuivalensi dapat dipraktikkan, hal itu tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor linguistik dan budaya; karena itu sifatnya adalah relatif. “It is used here with the proviso that although equivalance can usually be obtained to some extent, it is influenced by a variety of linguistic and cultural factors and is therefore always relative”. Sementara itu Mary Snell dan Hornby 1998:86. tidak menggunakan istilah ekuivalen melainkan istilah paralel teks. Hasil terjemahan diperoleh dari teks lain; teks paralel, yang merupakan hasil dari dua teks independen dari sisi linguistik dan berasal dari situasi yang sangat identik. “A translation is always derived from another text. Parallel texts are two linguistically independent product arising from identical situation”. Ekuivalen dan paralel merupakan terminologi yang bersinomin yakni keduanya memiliki tugas untuk Universitas Sumatera Utara menyampaikan pesan yang dikandung oleh bahasa sumber dapat sampai kepada pembaca melalui bahasa sasaran. Ketidak-akuratan dalam penerjemahan ditandai oleh ketidak-ekuivalenan atau ketidak-paralelan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, yang akhirnya hasil tersebut adalah produk terjemahan yang tidak baik sebab baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran tidak mengandung ide yang sama. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Halliday 2001:16 “That translation equivalance is define in ideational terms; if a text doesnot match its source text idetionally, it does not quality as a translation, so the question whether it is a good translation does not arise”.

2.10 Teknik Penerjemahan