NOVEMBER 11 TEMPO | 103
20 NOVEMBER 2011 TEMPO | 103
104 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011
Indonesianis LIPUTAN KHUSUS
S IANG menjelang di teras be-
lakang rumah Mira Sidhar- ta, bilangan Prapanca, Ja- karta. Prof Dr Claudine Sal- mon, 73 tahun, duduk san-
tai sambil membaca buku nya, Sastra Indonesia Awal: Kontribusi Orang Tionghoa. Peraih Nabil Award ini sedang menginap di rumah sahabat- nya itu.
Kulit dan wajahnya sudah menge- riput. Senyumnya sumringah me- nyambut kedatangan Tempo awal pekan lalu. Penampilannya sangat santai, dengan celana jins biru dipa- du blus hitam dan sandal jepit. Ma- sih cukup gesit dan bersemangat jika melihat usianya. Matanya berbinar saat menceritakan awal mula datang di Indonesia 45 tahun lalu. Ingatan- nya masih tajam menceritakan per- jalanan penelitian tentang kebuda- yaan dan masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Dia memang satu di antara pu- luhan peneliti Prancis di Indonesia. Karyanya cukup banyak dan berpe- ngaruh bagi khazanah sejarah In- donesia. Mulanya dia tak berni- at meneliti di Indonesia, melainkan di Vietnam. Wajar bila banyak pe- neliti Prancis yang mengeksplora- si bekas jajahan negaranya di Indo- cina (Kamboja, Vietnam, Laos) atau di Afrika Utara (Aljazair, Tunisia, dan Maroko). Meneliti dengan tuju- an Indonesia mungkin belum lazim saat itu.
Ahli Islam Indonesia Prancis, An- dree Feillard, mengatakan tulis- an tentang Indonesia dimulai pada 1939 oleh Bousquet G.H. lewat Re- cherches sur les deux sectes musulma- nes (Waktou Telou’ et Waktou Lima)
de Lombok. ”Penelitian tentang dua jenis ibadah kaum muslimin Lom- bok itu ditulis di Revue des Etudes Islamiques,” ujar Andree Feilard ke- pada Ging Ginanjar dari Tempo.
Pada 1939, muncul tulisan ten-
Banting Setir dari Indocina
PENELITI PRANCIS MENGANGGAP INDONESIA KHAZANAH SILANG BUDAYA. DULU ISLAM INDONESIA DIANGGAP KHAS, DENGAN CIRI KHUSUS YANG BERBEDA DENGAN ISLAM TIMUR TENGAH. KINI, KARENA MENGUATNYA ISLAM ALA ARAB, ISLAM INDONESIA HANYA DIANGGAP BAGIAN BIASA DARI DUNIA ISLAM PADA UMUMNYA.
tang kesenian Keraton Yogyakarta oleh Louis-Charles Damais, epigraf Prancis. Damais juga menulis ten- tang epigrafi Indonesia (1952) di bu- letin de’Ecole Francaise d’extreme- Orient—Lembaga penelitian Pran- cis untuk Timur Jauh (BEFEO).
Penelitian khusus Indonesia ber- kembang setelah 1970-an. Perintis- nya Denys Lombard, sejarawan ber- pengaruh dengan bukunya yang po- puler, Le carrefour javanais (Jawa Sebagai Persimpangan Budaya). Dia pula penggagas Archipel, jurnal il- miah yang paling populer dan ber- pengaruh tentang Indonesia pada 1971. ”Banyak riset yang dibuat para ahli sejak awal dimuat di sini. Se- muanya patut dibaca,” ujar Feillard.
Penelitian para ilmuwan Pran- cis awalnya dimulai dari sejarah dan budaya. Latar belakang ilmunya se- jarah, arkeologi, linguistik, dan fi - lologi. Tokohnya antara lain Denys Lombard, Christian Pelras, Pierre Labrousse, Claudine Salmon, Mu- riel Charras, Marcel Bonneff, Pierre- Yves Manguin, Claude Guillot, Da- niel Peret, Arlo Griffi ths. Juga Henri Chambert Loir. Penelitian Henri di antaranya mengenai sejarah Bima, Serpihan Sejarah Bima, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah.
Tapi tak sedikit pula peneliti- an tentang bidang kontemporer de- ngan topik aktual. Francois Rail- lon pernah menerbitkan buku me- ngenai pers mahasiswa. Penelitian- nya tentang koran Mahasiswa In- donesia di awal Orde Baru diterbit- kan LP3ES dengan judul Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Ba- nyak yang mengkhususkan diri pada politik dan Islam di Indonesia. An- dree Feillard baru saja menerbitkan buku berjudul The End of Innocence: Indonesian Islam and the Tempta- tions of Radicalism. Koleganya yang lain, seperti Remy Madinier, memi- liki disertasi tentang Masyumi.
Matanya berbinar saat men- ceritakan awal mula datang di Indonesia
45 tahun lalu.
Prof. Dr. Claudine Salmon
Penelitian tentang Indonesia oleh para ahli Prancis lebih banyak di- lakukan melalui lembaga peneliti- an. Lembaga itu antara lain Centre National de la Recherche Scientifi - que (semacam LIPI Prancis), Centre Asie de Sud Est (CASE, Pusat Stu- di Asia Tenggara), Ecole des Hau- tes Etudes en Sciences Sociales (Se- kolah Pendidikan Tinggi Ilmu-ilmu Sosial), Ecole Francaise d’Extreme Orient (EFEO, Sekolah Prancis un- tuk Timur Jauh), dan Institut Na- tional des Langues et Civilisations Orientales (Inalco, Institut Nasio- nal untuk Bahasa dan Peradaban Ti- mur).
Semua lembaga itu berkantor di Paris, hanya EFEO yang memiliki kantor di Jakarta. Di samping itu, ada Indonesianis di sejumlah uni- versitas di Prancis, seperti di Marse- illes, Lyon, Paris, Le Havre, dan La Rochelle.
Empat atau tiga dekade lalu, In- donesia masih cukup menarik bagi peneliti Prancis. Tapi kini tarikan
magnet Indonesia sudah melemah. ”Di bidang saya, geografi budaya, pada 2000-2003 masih ada lima orang yang meneliti Indonesia. Se- telahnya nol. Ada satu-dua, tapi tak mendalam,” ujar Muriel Charras, Direktur CASE, menggambarkan drastisnya penurunan minat studi Indonesia.
Data Inalco menunjukkan tren serupa. Minat mahasiswa sebelum tahun 2000-an masih sekitar 100 orang per tahun. Sekarang tak sam- pai 20. Francois Raillon menunjuk bahwa faktor berubahnya wajah Is- lam Indonesia, terkait dengan ke- bangkitan kaum radikal di Indone- sia, sedikit-banyak mempengaruhi minat meneliti.
”Dulu Islam Indonesia dianggap khas, dengan ciri khusus yang ber- beda dengan Islam Timur Tengah,” papar Raillon. ”Tapi sekarang Islam