NOVEMBER 11 TEMPO | 83
20 NOVEMBER 2011 TEMPO | 83
Indonesianis
LIPUTAN KHUSUS AUSTRALIA
Kisah Benny Moerdani dan Inside Indonesia
majalah triwulan Inside Indo- B
ENNY Moerdani. Wajahnya angker. Itulah sampul de- pan edisi pertama
nesia saat terbit pada Novem- ber 1983. Di bagian atas sam- pul tertera judul artikel utama- nya: ”Climate of Fear” (”Dalam Cengkeraman Ketakutan”).
Apa cerita di balik lahir- nya majalah khusus Indonesia yang dikenal selalu menampil- kan isu ”garang” ini? Pada ta- hun-tahun awal 1980-an, si- tuasi politik antara Australia dan Indonesia selalu tegang. Media Australia tidak senang
Inside Indonesia sudah 38 tahun. Sekarang terbit dengan tewasnya tujuh warta-
online.
wan mereka di Balibo, Timor Leste. Mereka banyak menu-
tai Buruh dengan dana besar. Walsh tertawa runkan berita negatif tentang
geli. Ia ingat justru dana diupayakan dari ko- Indonesia. Sementara itu pe-
cek mereka sendiri secara pas-pasan. Para pe- merintah Australia selalu ber-
ngelola mengupayakan pinjaman bahkan de- usaha menampilkan Indonesia
ngan jaminan rumah mereka. Kantornya sela- dari sisi positif semata.
ma bertahun-tahun bercokol di ruang depan rumah Walsh di Tiga individu, Pat Walsh, John Waddingham, dan Max Lane,
Melbourne. Annie, istrinya, seorang guru, merelakan waktu di berembuk mencari solusi. ”Luar biasa,” Walsh menuturkan ke-
luar jam kerjanya mengurus operasi logistik majalah. Para kon- nangannya kepada Tempo, ”tidak kurang pakar Indonesia di
tributor yang sudah diakui profesionalitasnya, dari berbagai Australia dan Canberra berupaya menjalin hubungan tapi se-
profesi, menyumbangkan tulisan mereka gratis. jauh itu mayoritas masyarakat yang di tengah menjadi sinis dan
Berangsur-angsur Inside Indonesia mendapat kepercayaan hilang minatnya.”
dari pembaca lebih luas, melewati batas-batas teritori akade- Karena itu, Walsh, Waddingham, dan Lane menganggap
mia, aktivis, dan peneliti lingkungan semata. Kian banyak edi- penting memberi informasi lebih seimbang, yang membuka-
tor muda yang menyediakan waktunya bekerja untuk majalah kan pintu bagi pembaca untuk melihat apa yang terjadi seha-
ini.
ri-hari di Indonesia. Mereka berkonsultasi dengan pakar, se- Pada pertengahan 1990-an, kantornya pun berpindah ke se- perti Herb Feith, Siauw Tiong Djin, Barbara Schiller, dan tokoh
buah gedung milik Uniting Church, yang menyewakan ruang- lain dari badan pengembangan sosial, akademia, dan serikat
annya dengan murah kepada badan sosial. Setelah 1998, para buruh. Singkat cerita, diputuskanlah memulai sebuah majalah
pengelola sempat saling bertanya, ”Apa langkah selanjutnya? yang sanggup mengemban tugas itu.
Apakah peran Inside Indonesia sudah tidak diperlukan?” Na- ”Kami berusaha agar Inside Indonesia tampil profesional,
mun segera nyata bahwa peran ini jauh dari tuntas. independen, tidak semata penerbitan solidaritas,” tutur Walsh.
Kini umur Inside Indonesia sudah 38 tahun. Inside Indone- Menurut dia, artikel-artikel Inside Indonesia menyoroti di-
sia sekarang terbit online. ”Kantor”-nya berpindah-pindah an- mensi hak asasi manusia dalam berbagai lapangan: nasib pe-
tara laptop anggota dewan editorialnya. Para pengelola Inside kerja, pelaksanaan hukum, praktek lingkungan, peran penulis
Indonesia sekarang adalah Indonesianis muda Australia, se- dan pengarang, isu perempuan, dan lainnya.
perti Edward Aspinall, Michelle Ford, Emma Baulch, Siobhan ”Begitu edisi pertama dengan sampul Benny Moerdani bere-
Campbell, dan para Indonesianis lebih berpengalaman, seperti dar, kami sadar banyak pihak yang segera ’menempatkan’ kami
Keith Foulcher, Gerry van Klinken, dan Virginia Hooker. Tema sebagai oposisi pemerintah Indonesia, padahal bukan itu mak-
yang mereka tangani tetap hak asasi manusia, korupsi, ling- sud kami,” kata Walsh. Dia melihat sejak itu edisi-edisi selan-
kungan, dan aspek yang berkaitan dengan itu. Pada edisi Okto- jutnya dianggap cenderung menelanjangi Indonesia, sehingga
ber-Desember 2011 ini, misalnya, mereka menurunkan lapor- banyak orang di Australia tidak mau diasosiasikan dengan In-
an utama tentang perubahan lingkungan di desa-desa Indone- side Indonesia karena khawatir dianggap anti-Indonesia.
sia.
Di Indonesia, banyak yang mengira majalah ini dibiayai Par- ■
84 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011
Indonesianis LIPUTAN KHUSUS
Cerita Manis Pak Herb
KARYANYA, ANALISISNYA, MENINGGALKAN KESAN MENDALAM PADA PARA ILMUWAN, YANG KEBANYAKAN LALU MENJADI SAHABATNYA. DIA MENJALIN JARINGAN KAJIAN INDONESIA TIDAK HANYA DI AUSTRALIA, TAPI JUGA MENGAITKANNYA KE AMERIKA SERIKAT.
D seakan-akan tak kurang suatu apa: Dan kuliah-kuliahnya tentang Asia
IA pergi begitu saja,
akademikus tentang keadaan geopo-
tanpa meninggal-
litik Australia. Sebagai kepala depar-
kan wasiat. Kita ke-
temen ilmu sosial-politik di Universi-
hilangan, ketika sega-
tas Melbourne, Macmahon Ball pun
lanya tentang dirinya
mempromosikan politik kawasan.
pulang-pergi ke kampus naik sepe-
Tenggaralah yang mula-mula mena-
da, sampai akhirnya sebuah kere-
rik minat seorang mahasiswa muda,
ta penumpang membenturnya, dan
dengan semangat belajar menggebu-
mengakhiri hidup akademikus ini di
gebu, untuk menekuni perkembang-
pinggir Kota Melbourne, Australia,
an di Indonesia.
15 November 2001.
Sang mahasiswa, Herbert Feith
Akhir yang tentu saja tragis, mung-
namanya, ternyata tidak hanya mem-
kin lebih tepat lagi ironis. Herbert
bukakan pintu untuk pengembang-
Feith, dengan kombinasi keramahan
an studi Indonesia, tapi juga berha-
dan kerendahan hatinya, keteguhan-
sil menanam bibit persahabatan In-
nya, kesetiaan pada hati nuraninya,
donesia dan Australia. Persahabatan
dan, adalah pegawai tinggi di Ke- lopments in Indonesia in the Period
dua karya klasiknya, Political Deve-
yang menyebar hingga ke lahan-la-
Akrab
menterian Penerangan. Herb segera of the Wilopo Cabinet, April 1952-
han akademi, sosial, dan politik. Tan- bersama warga
mulai berkorespondensi dengan Mol- June 1953 dan The Decline of Consti-
pa sosok Herb Feith, sukar dibayang-
Pendoworejo,
ly. Dengan dukungan orang tua dan tutional Democracy in Indonesia—
kan hubungan Indonesia-Australia
Yogyakarta
sahabat-sahabatnya, Herb meran- dan masih banyak lagi—praktis ti-
akan beringsut lebih jauh dari ling-
(1996).
cang. Setelah lulus sarjana sosial-po- dak pernah meninggalkan kita.
karan diplomasi resmi, ataupun ber-
litik, Herb akan ke Indonesia untuk Herbert Feith bagian dari ceri-
gerak keluar dari lingkungan akade-
bekerja di Kementerian Penerangan ta manis, buah keakraban Austra-
mi.
selama dua tahun, dengan gaji lokal lia dan Indonesia setelah Perang Du-
Sejak remaja, Herb sudah memi-
dan perumahan yang sejajar dengan nia II. Pada September 1945, Federa-
liki kepekaan sosial-politik yang
pegawai negeri lokal. si Pekerja Pelabuhan Australia men-
tinggi. Keluarganya tiba di Melbour-
Bersama teman-teman dekat- dukung aksi para pelaut Indonesia
ne pada 1939 sebagai pengungsi dari
nya, termasuk Betty (yang kemu- yang memboikot kapal-kapal milik
kekejaman Nazi di Wina, Australia,
dian menjadi istrinya), Herb mem- Belanda yang mempekerjakan me-
sewaktu Herb baru berusia delapan
bentuk Volunteer Graduate Sche- reka. Dan ketika sengketa menajam
tahun. Dua tahun meneliti politik
me (VGS). Muda-mudi itu sadar, se- karena Belanda ingin kembali men-
Asia Tenggara, khususnya Indone-
telah Belanda pergi dari Indonesia, duduki Indonesia, Australia bersa-
sia, pada Maret 1950, Herb membaca
republik yang baru lahir ini sangat ma Amerika Serikat dan Belgia turut
tulisan yang membuatnya terpesona:
membutuhkan tenaga kerja terdidik dalam negosiasi perdamaian 1947 tentang kisah-kisah kunjungannya
tulisan wartawan Douglas Wilkie,
dan energetik. Karena itu, VGS ber- antara Belanda dan Indonesia.
tujuan membantu mengurus sarja- Pada periode itu, 1948, tersebutlah
ke Indonesia. Ia pun meminta Wilkie
na dari berbagai bidang di Australia seorang akademikus, William Mac-
bercerita lebih jauh.
yang ingin bekerja di Indonesia de- mahon Ball, yang dikirim pemerin-
Herb mengutarakan keinginannya
ngan gaji dan fasilitas lokal. tah Australia ke Asia Tenggara, ter-
membantu republik yang baru berdi-
Dengan pekerjaannya di Kemen- masuk Indonesia, dalam misi per-
ri ini dengan mengabdikan pengeta-
terian Penerangan dan jaringan kon- sahabatan—kunjungan yang lantas
huan dan keterampilan yang dimili-
tak Molly dan suaminya, Herb berke- meninggalkan kesan sangat dalam
kinya. Wilkie memberi kontak pen-
nalan dengan tokoh-tokoh yang dika- dan mempengaruhi pandangan sang
ting bagi Herb, yaitu Molly Bondan.
Molly dan suaminya, Mohamad Bon-
guminya, seperti Sjahrir, Moham-
86 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011