NOVEMBER 11 TEMPO | 119
20 NOVEMBER 2011 TEMPO | 119
Indonesianis
LIPUTAN KHUSUS RUSIA
Drugov yang Bertahan
State University of International Re-
lations.
Puncak kemesraan hubungan In- donesia-Rusia terjadi pada 1950-an, ketika Indonesia memasuki periode demokrasi terpimpin. ”Momen yang paling menghubungkan kedekatan Jakarta-Moskow saat itu adalah saat Uni Soviet membantu Indonesia da- lam pembebasan Irian Barat,” kata Sumsky.
Bantuan yang paling nyata dari Uni Soviet untuk Indonesia waktu itu adalah senjata. ”Bantuan ini ter- jadi karena komitmen kedua nega- ra saat itu untuk melawan imperia- lisme Barat,” Drugov menjelaskan. Mulai saat itulah peran para Indone- sianis Rusia begitu luar biasa.
Menurut Drugov, pemikiran para Indonesianis Rusia memiliki signifi - kansi terhadap hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia saat itu. ”Hasil penelitian mereka semua tentu saja menjadi pertimbangan negara un-
lu rindu Indonesia. Lahir di Moskow, L Setiap kali pejabat Uni Soviet ber- bagai keputusan politik yang berasal
ELAKI itu begitu fasih ber-
tuk menentukan sikap dalam berhu- silat lidah dalam bahasa In-
an dikirim ke Indonesia pada 1962.
Prof Drugov
bungan dengan Indonesia,” katanya. donesia. Meskipun asli Ru-
”Saya menjadi juru bahasa Indonesia
di ruang
Keputusan Uni Soviet untuk mem- sia, lelaki bernama leng-
kepala militer Rusia (saat itu Uni So-
kerjanya.
bantu Bung Karno dalam pembe- kap Alexey Drugov itu sela-
viet) yang diperbantukan untuk In-
donesia di Jakarta,” kata Drugov.
basan Irian Barat bisa dipahami se-
dari pertimbangan riset para Indo- dari segelintir Indonesianis asal Ru-
12 April 1937, Drugov adalah satu
temu dengan petinggi Indonesia,
nesianis Rusia saat itu. sia yang setia mendalami Indonesia
dialah yang menjadi penerjemah.
Perjalanan intelektual para Indo- sejak 1960.
Tugasnya sebagai penerjemah mem-
nesianis dari Rusia terus berlanjut. Ketertarikannya pada studi Indo-
buatnya kerap bergaul dengan se-
Sejumlah nama muncul. Sebut saja nesia sesungguhnya tanpa disengaja.
jumlah tokoh penting Indonesia saat
Tsyganov, yang meneliti sejarah pe- Selepas sekolah menengah atas pada
itu, seperti Presiden Sukarno, Jende-
rang kemerdekaan Indonesia. ”Kar- 1954, Drugov melanjutkan studi di
ral A.H. Nasution, Jenderal Ahmad
ya para Indonesianis dari Rusia ter- Moscow Institute of Foreign Rela-
Yani, Laksamana R.E. Martadinata,
sebut sampai sekarang masih ter- tions yang berada di bawah Depar-
dan Marsekal Omar Dhani.
simpan di Perpustakaan Lenin,” temen Luar Negeri Uni Soviet. Stu-
Sebelum pecah peristiwa Gerakan
kata Drugov. Drugov sendiri telah di jurusan bahasa Indonesia adalah
30 September pada 1965, hubung-
menghasilkan karya buku, di anta- pilihan yang ditentukan kampus-
an Rusia dan Indonesia memang
ranya Indonesia Setelah Tahun 1965, nya. Sistem komunisme yang kaku
mesra. Terutama dalam kurun wak-
Demokrasi Terpimpin, Sistem Poli- membuatnya tak bisa memilih ju-
tu 1950 hingga awal 1960-an. Ham-
tik Indonesia, Budaya Politik di In- rusan menurut keinginannya sendi-
pir semua menteri Indonesia pernah
berkunjung ke Rusia. ”Bahkan Jen-
donesia.
Kajian Indonesia menjadi sepi se- memilih,” tutur Drugov.
ri. ”Waktu itu tidak ada alasan untuk
deral A.H. Nasution ke Rusia sampai
iring dengan memburuknya hu- Menamatkan kuliah pada 1960,
lima kali,” kata Victor Sumsky, In-
bungan diplomatik Indonesia-Ru- ketertarikan Drugov pada Indone-
donesianis terkemuka dari Moscow
sia. Beberapa ilmuwan bahkan ber- sia kian besar. Drugov sempat men-
paling ke kajian Malaysia dan nega- jadi tentara dengan pangkat letnan
ra-negara Asia Tenggara lain. Ironis- muda dan dikirim ke Vladivostok
”Karya para Indonesianis nya, ketika kini hubungan diploma-
selama satu tahun untuk mendidik
dari Rusia tersebut sampai tik membaik, justru dukungan ter-
anggota kapal selam, torpedo, dan
sekarang masih tersimpan di hadap dunia akademis secara kese-
roket untuk angkatan laut. Sempat
Perpustakaan Lenin.” luruhan pupus.
bertugas di Moskow, Drugov yang Tapi Drugov terus bertahan. fasih berbahasa Indonesia kemudi-
ALEXEY DRUGOV
120 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011
Indonesianis LIPUTAN KHUSUS
Tidak Lagi Cornell-Sentris
ritakan pendiri Cornell Modern Indonesia Project (CMIP, demiki- B
HINNEKA Tunggal Ika. Lambang negara Repub- lik Indonesia ini juga menjadi nama sebuah gedung tua di Ithaca, Universitas Cornell. Gedung ini adalah kantor lama dari pusat studi Indonesia tertua di du- nia di luar Universitas Leiden, Belanda. Seperti dice-
an nama resmi pusat studi Indonesia ini), Prof George McT. Kahin, pendirian pusat studi ini tidak terlepas dari suasana Perang Di- ngin.
Dalam otobiografi yang diterbitkan jandanya, Dr Audrey Kahin, tiga tahun setelah Prof Kahin meninggal pada 2000, Prof Kahin menceritakan ide untuk CMIP datang dari Ford Foundation de- ngan syarat memusatkan diri pada studi gerakan komunis di In- donesia.
Menurut otobiografi berjudul Southeast Asia: A Testament, Prof Kahin menyarankan studi tentang gerakan sosial politik lain- nya juga dilakukan, termasuk tentang gerakan Islam. Saran Prof Kahin diterima Ford Foundation sebagai sponsor dana, dan mu- lailah program terencana studi Indonesia yang menghasilkan ba- nyak ”Indonesianis” generasi baru, yang kemudian menyebar ke semua pusat perguruan tinggi di dunia.
Generasi baru alumnus Bhinneka Tunggal Ika dari CMIP mu- lai dihasilkan pada awal 1960-an. Di antara mereka ada Prof Selo Soemardjan, yang mendirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Po- litik UI; Prof Deliar Noer (mantan Rektor UNJ); Herbert Feith, yang membangun Pusat Studi Asia Tenggara, Universitas Mo-
sia. Apalagi Cornell Paper tanpa nama penulis. nash, Australia, bersama dengan Prof John Legge (juga associa-
Untuk menjernihkan situasi, Prof Kahin mendorong penulisnya te CMIP); juga Prof Daniel Lev (ikut mendirikan Pusat Studi Asia
(yakni Ruth McVey dan Ben Anderson) menerbitkan resmi ana- Tenggara Universitas California, Berkeley, kemudian pindah ke
lisis awal Cornell Paper itu sebagai monograf resmi CMIP pada Universitas Washington, Seattle).
1971. Kata pengantarnya diberikan oleh Prof Kahin sebagai Di- Lalu Prof John Smail (pendiri Pusat Studi Asia Tenggara Uni-
rektur CMIP, dengan catatan bahwa monograf itu cukup layak di- versitas Wisconsin, Madison); Prof Akira Nakazumi (pendiri Pu-
ketahui umum walaupun beliau sendiri tidak sependapat dengan sat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto, Jepang); Prof Jamie
isinya.
Mackie (mula-mula di Universitas Monash, kemudian memperku- Setelah penerbitan resmi Cornell Paper oleh CMIP pada 1971, at Sekolah Asia Pasifi k Australian National University, Canberra);
hubungan dengan pemerintah Indonesia menjadi lebih cair. Baik Prof Josef Silverstein (pendiri Institut Studi Asia Tenggara—IS-
Ruth McVey maupun Ben Anderson mengalami kesulitan untuk EAS Singapura), dan banyak lagi lainnya yang menyebar di Ameri-
masuk Indonesia sehingga baru bebas ke Indonesia setelah refor- ka. Menyusul ilmuwan lainnya seperti Ruth McVey, Benedict An- masi 1998. Tapi Prof Kahin, yang banyak jasanya dalam masa Re- derson, Taufi k Abdullah, Melly Tan, Tapiomas Ihromi, Umar Ka-
volusi Kemerdekaan dan peran sejarahnya membentuk CMIP ser- yam, Anton Moeliono, Robert Pringle, Barbara Harvey, dan Su-
ta memajukan studi Indonesia, memperoleh Bintang Republik In- laiman Sumardi—untuk menyebut beberapa alumnusnya.
donesia. Penulis menemani Prof Kahin (beliau adalah promotor Setelah 1966, jumlah mahasiswa yang terkait dengan CMIP ba-
disertasi penulis) menerima bintang itu dari Menteri Luar Nege- nyak berkurang, terutama dari Indonesia dan khususnya ilmu po-
ri Ali Alatas di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Ja- litik. Sebab utama adalah terbitnya apa yang disebut Cornell Pa-
karta.
per, yang merupakan analisis awal Peristiwa G-30-S. Menurut Selain oleh Cornell, studi awal pada 1950-an dilakukan oleh ke- analisis Cornell Paper, usaha kudeta gagal itu adalah ”masalah in-
lompok Universitas Harvard dan Massachusetts Institute of Tech- ternal Angkatan Darat” dan sama sekali tidak menyinggung pe-
nology (MIT) dari Boston dan sekitarnya. Di antara peneliti yang ran Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini menimbulkan rasa
kemudian paling dikenal adalah antropolog Clifford Geertz, de- antipati dari elite ABRI yang mendominasi politik Indonesia awal
ngan buku klasiknya The Religion of Java. Sementara Prof Kahin Orde Baru dan juga kelompok-kelompok antikomunis di Indone-
menekankan studi sejarah politik dan lembaga-lembaga politik,
122 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011