Historical Comic Sebagai Media Pembelajaran IPS Materi Sejarah Pada Pokok Bahasan Perkembangan Kehidupan Masa Pra Aksara Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan Jepara
i
HISTORICAL COMIC SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
IPS MATERI SEJARAH PADA POKOK BAHASAN
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASA PRA-AKSARA
PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1
KALINYAMATAN JEPARA
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Oleh Erma Dwi Astuty
3101407060
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
(2)
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Juruasan Sejarah Fakulatas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Hari : Senin
Tanggal : 1 Juli 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Rr. Sri Wahyu Sarjanawati, M.Hum. Arif Purnomo, S.S, S.Pd, M.Pd NIP. 196407271992032001 NIP. 19730131 199903 1 002
Mengetahui Ketua Jurusan Sejarah
Arif Purnomo, S.S, S.Pd, M.Pd NIP. 19730131 199903 1 002
(3)
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
Hari : Jum‟at Tanggal : 29 Juli 2011
Penguji Utama
Drs. Karyono, M.Hum. NIP. 195106061980031003
Penguji II Penguji III
Dra. Rr. Sri Wahyu Sarjanawati, M.Hum. Arif Purnomo, S.Pd, S.S, M.Pd
NIP. 196407271992032001 NIP. 197301311999031002
Mengetahui : Dekan,
Drs. Subagyo, M.Pd NIP. 19510808 198003 1 003
(4)
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juni 2011
Erma Dwi Astuty NIM 3101407060
(5)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
1. “Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban -keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja”. ( Albert Einstein) 2. “Anda mungkin tidak pernah tahu hasil dari usaha-usaha yang Anda lakukan,
tetapi jika Anda tidak melakukan sesuatu, Anda tidak mungkin mendapatkan hasil”. (Mahatma Gandhi)
3. Kita tidak dapat mengubah masa lalu, kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang, kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi. Satu hal yang dapat kita ubah adalah satu hal yang dapat kita kontrol, dan itu adalah sikap kita. 4. “Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan
ketika dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah”. (Abu Bakar Sibli)
Persembahan:
1. Bapak, Ibu, Kakak dan Adikku tercinta 2. Semua teman dan keluargaku
(6)
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena atas segala nikmat, rahmat, inayah, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat terselesaikan tentunya bukan hasil kerja keras penulis seorang diri. Banyak pihak dan faktor yang mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, fasilitas, semangat, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Sudah sepatutnya penulis harus mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan untuk belajar di UNNES;
2. Drs Subagyo, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian;
3. Arif Purnomo, S.Pd, S.S, M.Pd, Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas administratif, motivasi, dan arahan dalam penulisan skripsi ini;
4. Dra. Rr. Sri Wahyu Sarjanawati, M.Hum, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
(7)
vii
5. Arif Purnomo, S.Pd, S.S, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
6. Segenap dosen Jurusan Sejarah yang telah meyampaikan ilmunya kepada penulis; 7. Drs. Ahmad Musholikhan, Kepala sekolah SMP Negeri 1 Kalinyamtan, yang
telah memberikan izin penelitian;
8. Sukarlin, SE, Guru IPS SMP Negeri 1 Kalinyamatan yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penelitian ini;
9. Siswa-siswi SMP Negeri 1 Kalinyamatan;
10. Keluargaku tercinta, bapak, ibu, kakak dan adikku yang selalu memberi cinta, inspirasi, motivasi, dan senyum kehangatan yang tak pernah padam;
11. Seluruh keluargaku, sahabat, dan teman-teman yang telah memberi semangat; 12. Teman-teman Kos Rimut, terima kasih atas kebersamaan, canda-tawa, dan
pengalaman yang selama ini kalian berikan. Wahana belajar dan mengenal kehidupan dan persahabatan;
13. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap segala sesuatu baik yang tersirat maupun tersurat pada skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca.
Semarang, Juni 2011 Erma Dwi Astuty
(8)
viii
SARI
Astuty, Erma Dwi. 2011. ”Historical Comic Sebagai Media Pembelajaran IPS
Materi Sejarah Pada Pokok Bahasan Perkembangan Kehidupan Masa Pra-Aksara Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan Jepara”. Skripsi, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Kata kunci: Historical comic, Media pembelajaran, IPS materi sejarah, Masa
pra-aksara
Pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dan harus dikuasai siswa. Namun, masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa pelajaran sejarah tidak perlu dikuasi oleh siswa. Di sisi lain, keterbatasan jam pelajaran sejarah dikarenakan tergabungnya pelajaran sejarah menjadi IPS terpadu, materi ajar yang banyak, kurangnya penggunaan media, serta rendahnya minat siswa terhadap pelajaran IPS juga menjadi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan solusi sehingga peneliti dalam penelitian ini menggunakan historical comic sebagai upaya meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran sejarah. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji tiga hal, (1) Bagaimana minat siswa yang diberi historical comic; (2) Bagaimana minat siswa yang tidak diberi historical comic; (3) Adakah perbedaan minat siswa yang diberi historical comic dan yang tidak diberi historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasanperkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain dasarnya
Randomized Pretest-Posttest Control Group Design. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri atas 6 kelas dengan jumlah siswa 219 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling yang diambil secara acak dengan mengambil 2 kelas dari jumlah keseluruhan kelas. Variabel bebas dalam penelitian ini media pembelajaran dengan
historical comic pada pokok bahasan perkembangan masyarakat pra-aksara dan variabel terikat adalah minat belajar IPS materi sejarah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan Jepara tahun ajaran 2010/2011. Alat pengumpul data adalah angket / kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan t test (uji t).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat belajar sejarah siswa yang diberikan yang diberikan historical comic sebagai media pembelajaran mengalami peningkatan. Rata-rata minat belajar sejarah awal siswa pada kelas eksperimen sebesar 77,806 dan pada akhir pembelajaran diperoleh rata-rata minat belajar sejarah sebesar 80,8611. Hasil uji t sebesar -1,6563 menunjukkan adanya peningkatan minat belajar siswa yang diberikan historical comic sebagai media pembelajaran. Rata-rata minat belajar sejarah siswa pada kelas kontrol semula 74,3784 dan pada akhir pembelajaran 77,8919. Hasil uji t menunjukkan harga -2,0428. Jadi dapat
(9)
ix
disimpulkan bahwa minat siswa pada akhir pembelajaran tidak lebih baik dari minat awal siswa. Uji perbedaan dua rata-rata kondisi akhir antara kelas eksperiman dan kelas kontrol sebesar 1,6287 menunjukkan adanya perbedaan rata-rata dimana minat belajar sejarah siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Dengan demikian, Historical Comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra-aksara lebih efektif dalam meningkatkan minat belajar sejarah siswa dibandingkan dengan metode konvensional (tanpa media). Minat siswa yang tidak menggunakan historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah cukup meningkat namun tidak setinggi minat siswa yang diberikan historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah. Pembelajaran dengan menggunakan historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah menunjukkan adanya pengaruh yang lebih baik terhadap minat belajar siswa di kelas VII SMPN 1 Kalinyamatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan sebaiknya seorang guru dalam menyampaikan pelajaran harus mampu membuat siswa senang dalam belajar karena adanya minat yang besar akan berdampak pada besarnya pula usaha yang dilakukan siswa untuk mempelajari pelajaran tersebut. Pada akhirnya siswa memperoleh hasil belajar yang baik. Guna meningkatkan minat belajar sejarah siswa, dalam pembelajaran guru hendaknya mengembangkan media pembelajaran serta desain pembelajaran sejarah yang menarik, menyenangkan, dan mencerdaskan.
(10)
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah... 1
1. 2 Rumusan Masalah ... 11
1. 3 Tujuan Penelitian ... 11
1. 4 Kegunaan Peneliitian ... 12
1. 5 Batasan Istilah ... 13
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ... 16
(11)
xi
2.1.2 Media dalam Pembelajaran ... 20
2.1.2.1 Pengertian Media ... 21
2.1.2.2 Pemilihan Media dalam Pembelajaran ... 22
2.1.2.3 Manfaat dan Nilai Media dalam Pembelajaran ... 24
2.1.3 Komik ... 26
2.1.3.1 Pengertian Komik ... 26
2.1.3.2 Macam Komik ... 28
2.1.3.2.1 Komik Strips ... 28
2.1.3.2.2 Komik Buku ... 29
2.1.3.2.3 Novel grafik ... 29
2.1.3.2.4 Komik Humor ... 30
2.1.3.2.5 Komik Petualangan ... 30
2.1.3.2.6 Komik Fantasi ... 31
2.1.3.2.7 Komik Nyata (Klasik) ... 31
2.1.3.2.8 Komik Biografi dan Komik Ilmiah ... 31
2.1.3.3 Komik Sebagai Media Pembelajaran Sejarah ... 32
2.1.4 Historical Comic ... 39
2.1.5 Perkembangan Kehidupan Masa Pra-Aksara ... 39
2.1.6 Minat ... 44
2.2 Kerangka Berpikir ... 46
(12)
xii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 51
3.1.1 Kelompok Eksperimen ... 52
3.1.2 Kelompok Kontrol ... 53
3.2 Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian... 53
3.2.1 Lokasi ... 53
3.2.2 Populasi ... 53
3.2.3 Sampel ... 53
3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 54
3.3.1 Uji Normalitas ... 54
3.3.2 Uji Homogenitas ... 55
3.4 Variabel Penelitian ... 56
3.4.1 Variabel Bebas ... 57
3.4.2 Variabel Terikat ... 57
3.5 Alat Pengumpul Data / Instrumen Angket ... 57
3.5.1 Metode Penyusunan Angket ... 57
3.5.2.Uji Coba Instrumen Angket ... 58
3.5.3 Analisis Uji Coba Angket ... 58
3.6 Tehnik Pengumpulan Data ... 61
3.6.1.Wawancara ... 61
3.6.2.Observasi ... 61
(13)
xiii
3.6.4.Dokumen ... 63
3.7 Tahapan Penelitian ... 64
3.7.1.Persiapan ... 64
3.7.2.Pelaksanaan Penelitian ... 65
3.8 Tehnik Analisis Data ... 66
3.8.1.Data Aktivitas Siswa ... 66
3.8.2.Data Hasil Angket Minat Siswa ... 66
3.8.3.Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 71
4.1.1 Sejarah Singkat SMP Negeri 1 Kalinyamatan ... 71
4.1.2 Visi dan Misi SMP Negeri 1 Kalinyamatan ... 72
4.2 Hasil Penelitian ... 73
4.2.1 Minat Belajar Sejarah Siswa ... 73
4.2.1.1 Persyaratan Analisis Data Awal ... 74
4.2.1.2 Uji Perbedaan Rata-rata ... 75
4.1.2.Aktivitas Siswa ... 78
4.3 Pembahasan ... 79
4.3.1.Minat Belajar Siswa ... 79
4.3.2.Keunggulan historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi Sejarah ... 85
(14)
xiv
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 89 5.2 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91
(15)
xv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Uji Normalitas Populasi ... 74 Tabel 42 Hasil Uji Homogenitas siswa kelas VII A – VII F SMP Negeri 1
Kalinyamatan ... 75 Tabel 4.3 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Minat Belajar Sejarah Siswa
Pretest Eksperimen – Pretest Kontrol ... 76 Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Minat Belajar Sejarah Siswa
Posttest-Pretest Kelas Eksperimen ... 77 Tabel 4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Minat Belajar Sejarah Siswa
Posttest-Pretest Kelas Kontrol ... 77 Tabel 4.6 Perbandingan Posttest Minat Belajar Sejarah Siswa Kelas Eksperimen
Dan Kelas Kontrol ... 78 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran IPS
Materi Sejarah Pada Pokok Bahasan Perkembangan Kehidupan Masa Pra Aksara ... 78
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Silabus ... 94
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Ekperimen ... 102
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 113
Lampiran 4 Historical Comic ... 117
Lampiran 5 Kisi-kisi Skala Minat Belajar Siswa ... 137
Lampiran 6 Angket Uji Coba ... 138
Lampiran 7 Kisi-kisi Soal Pretest Minat Belajar Mata Pelajaran IPS ... 141
Lampiran 8 Angket Pretest ... 142
Lampiran 9 Kisi-kisi Soal Post test Minat Belajar Mata Pelajaran IPS ... 144
Lampiran 10 Angket Pretest ... 145
Lampiran 11 Daftar Responden Kelas Uji Coba ... 147
Lampiran 12 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 148
Lampiran 13 Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 149
Lampiran 14 Daftar Nilai Mid Semester kelas VII ... 150
Lampiran 15 Data uji normalitas Kelas VII A ... 151
Lampiran 16 Data uji normalitas Kelas VII B ... 152
Lampiran 17 Data uji normalitas Kelas VII C ... 153
Lampiran 18 Data uji normalitas Kelas VII D ... 154
Lampiran 19 Data uji normalitas Kelas VII E ... 155
(17)
xvii
Lampiran 21 Uji Homogenitas Populasi ... 157
Lampiran 22 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 158
Lampiran 23 Rubrik Penilaian Aktivitas Siswa ... 160
Lampiran 24 Analisis Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 161
Hasil Observasi Aktivitas siswa Kelas Eksperimen ... 162
Lampiran 25 Analisis Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 163
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 164
Lampiran 26 Tabulasi Data Hasil Penelitian Pretest Kelas Eksperimen ... 165
Lampiran 27 Tabulasi Data Hasil Penelitian Posttest Kelas Eksperimen ... 167
Lampiran 28 Tabulasi Data Hasil Penelitian Pretest Kelas Kontrol ... 169
Lampiran 29 Tabulasi Data Hasil Penelitian Posttest Kelas Kontrol ... 171
Lampiran 30 Data Kondisi Awal Minat Belajar Sejarah Siswa ... 173
Lampiran 31 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kondisi Awal Antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 175
Lampiran 32 Uji Perbedaan Rata-rata Data Kondisi Akhir Antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 176
Lampiran 33 Uji Perbedaan Rata-rata Data Kelas Eksperimen Antara Kondisi Awal dan Akhir ... 177
Lampiran 34 Uji Perbedaan Rata-rata Data Kelas Kontrol Antara Kondisi Awal dan Kondisi Akhir ... 178
Lampiran 35 Foto-foto Kegiatan Penelitian Kelas Eksperimen ... 179
(18)
xviii
Lampiran 40 Surat Ijin Penelitian ... 182 Lampiran 41 Surat Keterangan Telah melaksanakan penelitian ... 183
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu pondasi pembangunan bangsa. Dengan pendidikan, seseorang mendapatkan ilmu, pengetahuan, keterampilan dan informasi yang merangsang daya kreatifitas seseorang. Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup : pengetahuan, nilai serta sikapnya, dan keterampilannya (Munib, 2006 : 29).
Menurut Poerbakawatja dalam Widja (1989:7) secara lebih umum pendidikan biasanya dirumuskan sebagai ”semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, jasmaniah maupun rohaniah serta mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Ali Moertopo dalam Widja (1989:7) berpendapat secara lebih khusus, pendidikan pada dasarnya memiliki ide pokok, yaitu ”usaha mengembangkan daya-daya manusia supaya dengan itu manusia dapat membangun dirinya dan bersama dengan sesamanya membudayakan alamnya dan membangun masyarakatnya”.
Berdasarkan pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pencerdasan manusia melalui pewarisan nilai-nilai yang berkembang pada generasi terdahulu ke generasi selanjutnya, sebagai bekal untuk
(20)
menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia menjadi pribadi yang cerdas saja, namun melalui pewarisan nilai-nilai yang telah ada pada generasi sebelumnya akan mengantarkan siswa untuk mengenal lingkungan dan pentingnya peradaban manusia. Pendidikan dapat menjadikan manusia mengerti akan kodratnya sebagai mahluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri.
Sejarah erat kaitannya dengan tujuan dari pendidikan. Menurut Reiner dalam Widja (1989:8) fungsi utama sejarah adalah mengabadikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan digunakan untuk menghadapi masa kini. Oleh karena itu tanpa sejarah orang tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dia lakukan. Dengan kata lain, kemampuan diri akan bisa disadari melalui sejarah. Dengan demikian dapat disadari akan pentingnya sejarah diajarkan di sekolah maupun di luar sekolah.
Pendidikan dan sejarah adalah suatu kesatuan. Jika pendidikan nasional merupakan jalan untuk mewujudkan cita-cita nasional, maka sejarah adalah fondasi yang memperkuat jalan dalam mewujudkan cita-cita nasional tersebut. Mengingat pentingnya pelajaran sejarah, pemahaman akan sejarah hendaknya mulai ditanamkan sejak dini, yakni dari jenjang SD dan SMP. Untuk jenjang SD materi pelajaran sejarah masih bersifat dasar dan umum. Materi sejarah mulai difokuskan pada jenjang SMP dan SMA.
(21)
Pembelajaran sejarah memiliki arti yang strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam dunia pendidikan sejarah mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, pembentukan sikap, watak dan kepribadian peserta didik
Pentingnya pelajaran sejarah tidak diimbangi dengan anggapan masyarakat akan pentingnya pelajaran sejarah itu sendiri. Pelajaran sejarah sering dianggap mudah dan digampangkan. Pelajaran sejarah sering diartikan tidak lebih dari rentetan angka tahun dan kronologis terjadinya suatu peristiwa-peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal tugas maupun ujian. Materi pelajaran sejarah yang panjang memaksa siswa untuk mengingat dan menghafal isi dari materi tersebut. Hal ini membuat para siswa enggan belajar sejarah.
Siswa siswi kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan memiliki kecenderungan kurang tertarik pada mata pelajaran IPS terutama materi sejarah. Selain itu minat baca siswa siswi kelas VII kurang tinggi, siswa siswi kelas VII malas membaca buku bacaan pelajaran. Mereka lebih memilih bacaan yang ringan, menghibur dan menampilkan banyak gambar. Data ini peneliti peroleh berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Kalinyamatan pada tanggal 18 dan 22 Februari 2011. Hal ini dikarenakan pada usia-usia tersebut siswa siswi ini lebih menyukai hal-hal yang bersifat permainan. Ini tentu saja mempengaruhi minat para siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah.
(22)
Kasmadi (1996:73) mengemukakan “mengajar sejarah pada tingkat dasar memerlukan stimulan yang besar serta berbagai variasi pendekatan untuk mendapatkan partisipasi anak” . Oleh karena itu dalam pembelajaran IPS sejarah di SMP khususnya pada kelas VII diperlukan konsep pembelajaran maupun media yang dapat merangsang ketertarikan siswa. Salah satu hal yang memotivasi siswa untuk belajar adalah rangsangan. Apapun kualitasnya, rangsangan yang unik akan menarik perhatian setiap orang dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut (Anni, 2004:116). Selain itu para ahli pendidikan dan pengajaran berpendapat bahwa media sangat diperlukan pada anak-anak tingkat dasar sampai menengah (Kasmadi, 1996:126).
Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal. Beberapa faktor yang melatarbelakanginya menurut pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan diantaranya adalah masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme
guru sejarah dan lain sebagainya (Siswanto 2009). Dalam kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran dan media yang digunakan menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan model pembelajaran yang tepat serta pemilihan media yang sesuai oleh guru sangat diperlukan agar sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Upaya meningkatkan kemampuan anak dalam menerima pelajaran sejarah dengan baik diperlukan berbagai perlatan dan model yang dapat dipilih oleh para pengajar sejarah sesuai dengan bahan yang dikembangkan dari masa ke masa
(23)
(Kasmadi, 1996:9). Seorang pengajar IPS khususnya pada materi sejarah diharuskan memiliki kemampuan untuk memilih model dan media yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Guru IPS hendaknya menyajikan materi dengan model yang bervariasi dibantu dengan media yang tepat sehingga pembelajaran menjadi menarik dan tidak membosankan. Di mana penggunaan model serta media pembelajaran ini disesuaikan dengan kondisi psikologis anak serta alokasi waktu dalam setiap pembelajaran.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi memuat mengenai struktur kurikulum pendidikan yang menetapkan bahwa substansi mata pelajaran IPS pada SMP/MTs merupakan IPS terpadu dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran perminggu (Mulyasa 2007). Dengan demikian pelajaran sejarah tidak lagi berdiri sendiri dan alokasi waktu 4 jam tersebut harus dibagi dengan pelajaran IPS yang lainnya. Di SMP/MTs mata pelajaran IPS terpadu diajarkan 2 kali pertemuan disetiap minggunya dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran (2x40 menit) di setiap pertemuan atau tatap muka.
Hasil observasi awal diketahui bahwa siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan mengalami kesulitan dalam memahami materi kehidupan masa pra-aksara. Mereka sulit membedakan penzamanan serta hasil budaya yang ditinggalkan ditiap zaman pada masa pra-aksara. Materi pokok bahasan ini juga tidak dapat di berikan hanya dalam waktu 4 x pertemuan ( 8 jam pelajaran). Hal tersebut diketahui pula dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS. Siswa-siswi SMP kelas VII kurang memiliki ketertarikan dalam pembelajaran IPS. Mereka terlihat antusias ketika guru menggunakan media pembelajaran pada saat menerangkan sambil
(24)
menunjukkan gambar-gambar ataupun peta. Namun ketika para siswa-siswi ini diminta untuk kembali membaca buku pelajaran ataupun buku penunjang mengenai materi pelajaran yang telah disediakan di perpustakaan mereka enggan untuk melaksanakannya (wawancara dengan Ibu Sukarlin dan Bapak Mustakim, tanggal 22 Februari 2011). Pembelajaran sejarah dalam hal ini tentunya memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan media historical comic untuk memperbaiki pembelajaran tersebut.
Guna menyikapi keterbatasan alokasi waktu pelajaran, serta banyaknya materi pelajaran IPS terpadu khususnya materi sejarah di SMP diperlukan cara agar penyampaian materi dapat tersampaikan secara optimal. Pembelajaran IPS khusunya materi sejarah harus dikemas lebih menarik dan seefektif mungkin agar siswa senang dengan mata pelajaran IPS sejarah dan mudah memahami materi. Banyak cara yang digunakan oleh sebagian guru IPS khususnya sejarah untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan siswa dalam mengingat dan memahami materi. Namun demikian, model pengajaran terkadang kurang tepat, sehingga perubahan siswa tidak meningkat malah menurun. Kesalahan metode tersebut mengakibatkan pembelajaran tidak efektif dan menjadikan suasana belajar kurang kondusif. Akibatnya, pelajaran IPS materi sejarah tidak terserap dengan baik oleh siswa.
Kesulitan siswa terhadap teori dalam pelajaran IPS khususnya sejarah selama ini belum teratasi, karena kurang adanya media. Ditambah lagi penerapan model pembelajaran yang kurang sesuai. Model pembelajaran yang masih sering digunakan adalah dengan guru bercerita atau ceramah. Padahal model ceramah memiliki
(25)
kelemahan diantaranya siswa mudah lupa dan cepat bosan. Cara untuk menyajikan pembelajaran IPS khususnya materi sejarah yang menarik dan efektif adalah dengan menambahkan media pembelajaran.
Media yang digunakan tentunya adalah media yang merangsang ketertarikan siswa untuk belajar dan sudah dikenal siswa. Seperti yang diungkapkan Kasmadi (1996:126) bahwa prinsip pengajaran yang baik adalah jika proses belajar mampu mengembangkan konsep generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata. Sumber belajar yang digunakan pengajar sejarah dan anak adalah buku-buku sejarah dan sumber informasi, tetapi akan menjadi jelas dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai media pengajaran yang dapat membantu menjelaskan lebih realistik.
Saat pembelajaran guru seharusnya dapat menggunakan media pembelajaran berupa foto, gambar, CD interaktif, video dan lainnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Dari beberapa media yang disebutkan di atas, di antaranya memerlukan durasi yang cukup lama dalam penyamapaiannya (CD interaktif dan video), selain itu tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang mendukung dalam proses penggunaan media tersebut. Sehingga salah satu media yang tepat digunakan adalah berupa foto dan gambar. Foto dan gambar dapat dikemas dalam suatu media yang lebih menarik yakni media komik. Penggunaan komik sejarah saat pembelajaran akan lebih meningkatkan minat belajar sejarah siswa pada pelajaran sejarah.
Komik merupakan salah satu media grafis yang memiliki keunggulan keunikan tersendiri. Dari beberapa media grafis, gambar diam dalam hal ini komik
(26)
merupakan jenis yang mudah dikenali dan mudah dimengerti. Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat, ataupun benda yang diwujudkan di atas kanvas, kertas, atau bahan lain, baik dengan cara lukisan, gambar, ataupun foto (Uno, 2008:119). Ukuran foto atau gambar disesuaikan dengan keperluan, pemanfaatan gambar dalam proses pembelajaran sangat membantu pengajar dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Hack Bart (1996) dalam Uno (2008:119) sebagai berikut.
a. menarik perhatian, pada umumnya semua orang senang melihat foto atau gambar
b. menyediakan gambar nyata suatu objek yang karen adianggap suatu hal tidak mudah untuk diamati
c. unik
d. memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak e. mampu mengilustrasikan suatu proses
Komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan pada pembaca (Sujana dan Ahmad Rivai, 2009:64). Komik terdiri dari serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik. Struktur kalimat yang digunakan adalah struktur kalimat sederhana sehingga siswa dapat memahami tiap-tiap kalimat (Johana, 2007:33).
Komik merupakan bacaan yang cukup digemari oleh semua kalangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Walt Disney dalam Johana (2007:31), elemen-elemen dalam
(27)
komik menyediakan penceritaan tingkat menengah dan hiburan visual yang dapat memberikan kegembiraan dan informasi kepada siapa saja tanpa memandang usia diseluruh dunia.
Komik akan lebih tepat jika di terapkan pada anak dengan tahap operasi konkret (umur 7-11 tahun) atau pada usia sekolah dasar dan menengah pertama awal, dimana pada usia-usia ini para anak lebih menyukai hal-hal yang berhubungan dengan permaianan dan gambar. Menurut Jean piaget (2001 :87) tahap operasi konkret ini dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibilitas dan kekekalan. Pemikiran anak dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat berpikir serasi. Meskipun demikian, pemikiran logis dengan segala unsurnya masih terbatas diterapkan pada benda-benda yang konkret. Pemikiran itu belum diterapkan pada kalimat verbal, hipotesis dan abstrak. Maka anak pada tahap ini masih kesulitan yang mempunyai segi dan varibel terlalu banyak. Itulah sebabnya anak pada tahap ini lebih menyukai hal yang berhubungan dengan permainan.
Komik dan pelajaran IPS khususnya materi sejarah merupakan dua hal yang berbeda bahkan saling bertolak belakang. Komik terdiri dari serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik, namun isi cerita dari komik kadang tidak mendidik (Isna, 2009). Sedangkan sejarah adalah mata pelajaran yang berisi tentang teori-teori dan hal-hal mengenai masa yang telah lampau dengan materi yang cukup panjang dan terkesan monoton. Jika pelajaran sejarah dikemas dalam bentuk komik maka hal tersebut adalah inovasi bagi pembelajaran sejarah.
(28)
Berdasarkan uraian permasalahan di atas historical comic dapat digunakan untuk mengatasi atau meminimalkan masalah-masalah yang selama ini melingkupi kondisi pembelajaran sejarah di sekolah terutama kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan Jepara. Historical comic diharapkan mampu membuat siswa lebih memahami materi tentang perkembangan kehidupan pada masa pra-aksara meski dalam waktu yang cukup singkat. Selain itu minat baca para siswa-siswi pun akan meningkat, karena komik merupakan bentuk bacaan yang ringan. Hal ini akan mempengaruhi minat siswa terhadap mata pelajaran IPS materi sejarah. Dengan kata lain, ketika mengaplikasikan materi sejarah dalam sebuah komik, akan ada dua manfaat yang didapat para pembaca dalam hal ini siswa SMP kelas VII. Pertama, siswa mendapatkan pengetahuan mengenai materi peninggalan-peninggalan kebudayaan pada masa bercocok tanam dengan cara yang lebih menarik. Kedua adalah minat siswa siswi SMP kelas VII terhadap pelajaran IPS materi sejarah akan lebih meningkat. Oleh karena itu, peneliti menggunakan judul ”HISTORICAL COMIC SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS MATERI SEJARAH PADA POKOK BAHASAN PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASA PRA-AKSARA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALINYAMATAN JEPARA” dengan harapan historical comic mampu meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah.
(29)
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana minat siswa yang diberi historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan Perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan terhadap mata pelajaran IPS materi sejarah?
2. Bagaimana minat siswa yang tidak diberi historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan terhadap mata pelajaran IPS materi sejarah?
3. Adakah perbedaan minat siswa yang diberi historical comic dan yang tidak diberi
historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan minat siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah setelah diberi
historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan.
(30)
2) Mendeskripsikan minat siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah yang tidak diberi historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan.
3) Mendeskripsikan perbedaan minat siswa yang diberi historical comic dan yang tidak diberi historical comic sebagai media pembelajaran IPS materi sejarah pada pokok bahasan perkembangan kehidupan masa pra aksara pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini yakni kegunaan teoretis dan praktis.
1) Teoretis
Diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi pembaca, serta sebagai alternatif dalam pembelajaran IPS materi sejarah kelas VII SMP
2) Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis bagi : a. Siswa
Penelitian ini diharapkan memberikan solusi bagi para siswa agar dapat memahami dan mempelajari pelajaran IPS materi sejarah agar menyenangkan, serta membantu mereka untuk berpikir kritis. Dan mampu meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran IPS materi sejarah.
(31)
b. Guru
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru-guru IPS untuk menerapkan komik sejarah sebagai media pengajaran IPS materi sejarah dan menentukan metode pembelajaran IPS sejarah selanjutnya.
c. Sekolah
Diharapkan penelitian ini berguna sebagai bahan pertimbangan selanjutnya bagi sekolah untuk menggunakan historical Comic sebagai media dalam pembelajaran IPS sejarah di sekolah.
1.5Batasan Istilah
Untuk mengurangi adanya salah pengertian dan memperjelas maksud dalam skripsi ini, maka perlu diberikan batasan yang jelas untuk beberapa istilah berikut. 1) Historical Comic Sebagai Media Belajar
Media belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dan tujuan pembelajaran tercapai. Historical comic
adalah cerita bergambar yang berbentuk strip yang jalan ceritanya berisi materi pelajaran IPS sejarah dan disisipi humor dan ceritanya tidak bersambung.
Historical comic digunakan sebagai Media Pembelajaran, berfungsi sebagai aspek perangsang dan pendukung pembelajaran dan untuk memudahkan siswa dalam belajar.
(32)
2) Pembelajaran IPS materi sejarah
Pembelajaran berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai tuntutan lembaga penyelenggara pendidikan dan kebutuhan masyarakat. KTSP menerupakan kurikulum operasional yang dilaksanakan setiap satuan pendidikan saat ini. Penyusunan KTSP memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai standar isi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) (Mulyasa, 2007:20). Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi sejarah, geografi, sosiologi dan ekonomi. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah pembelajaran IPS sejarah.
Menurut N. Daldjoeni (dalam Zaenal 2008) pembelajaran IPS sejarah di sekolah memiliki karakteristik sebagai pembelajaran yang memberikan pengalaman masa lampau untuk diterapkan pada masa sekarang. Pengetahuan masa lampau dapat berguna untuk memecahkan masa kini dan untuk merencanakan masa depan Pengalaman masa lampau dapat dijadikan pijakan untuk menyikapi kehidupan nyata saat sekarang dan selanjutnya menciptakan kehidupan masa yang akan datang. Artinya pembelajaran sejarah di sekolah diharapkan mampu memberikan bekal sikap melalui peristiwa-peristiwa masa lampau.
3) Materi Perkembangan Kehidupan Masa Pra-Aksara
Pembelajaran materi perkembangan kehidupan pada masa pra-aksara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran pada materi pokok
(33)
peninggalan –peninggalan kebudayaan masa pra aksara. Indikatornya adalah mengidentifikasi peninggalan –peninggalan kebudayaan pada masa pra-aksara. Tujuannya siswa dapat memahami bentuk-bentuk peninggalan masa pra aksara.
(34)
16
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Landasan Teori
Teori yang dibahas dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS materi sejarah, media pembelajaran, komik, historical comic, kebudayaan masa bercocok tanam pada masa pra aksara dan minat. Paparan mengenai teori-teori tersebut dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Pembelajaran IPS Materi Sejarah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial (Depdiknas, 2006:7).
Mata pelajaran IPS mempunyai karakteristik yang tentunya berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Dalam Depdiknas (2006:8) disebutkan karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs, antara lain sebagai berikut:
(35)
1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Soemantri 2001).
2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
4) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni 1981).
5) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.
Menurut Mutakin (dalam Depdiknas 2006:9) tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
(36)
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Pembelajaran berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai tuntutan lembaga penyelenggara pendidikan dan kebutuhan masyarakat. KTSP merupakan kurikulum operasional yang dilaksanakan setiap satuan pendidikan saat ini. Penyusunan KTSP memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai standar isi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) (Mulyasa, 2007:20). IPS merupakan mata pelajaran di tingkat satuan pendidikan SMP yang diajarkan secara terpadu dengan pendekatan berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah, ekonomi dan sebagainya sehingga disebut IPS terpadu.
Menurut Daldjoeni (dalam Zaenal 2008) Pembelajaran IPS sejarah di sekolah memiliki karakteristik sebagai pembelajaran yang memberikan pengalaman masa lampau untuk diterapkan pada masa sekarang. Pengetahuan masa lampau dapat berguna untuk memecahkan masa kini dan untuk merencanakan masa depan Pengalaman masa lampau dapat dijadikan pijakan untuk menyikapi kehidupan nyata saat sekarang dan selanjutnya menciptakan kehidupan masa yang akan datang. Artinya pembelajaran sejarah di sekolah diharapkan mampu memberikan bekal sikap melalui peristiwa-peristiwa masa lampau .
Banyak orang menganggap bahwa mempelajari sejarah bukan mempelajari hal yang konkrit tetapi abstrak, sehingga belajar sejarah tidak tepat bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun. Namun menurut Piaget (dalam Kasmadi, 1996:6) pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang konkrit (nyata). Sejarah adalah topik ilmu
(37)
pengetahuan yang sangat menarik. sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting. Dari sejarah kita dapat mempelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan dari sebuah negara ataupun sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam sepanjang zaman (www.wikipedia.org/wiki/sejarah).
Menurut Suprayogi (2007:39) sejarah yaitu ilmu yang mempelajari kehidupan umat manusia pada masa lampau diberbagai tempat atau jenis lingkungan dengan berbagai corak politik, sosial, budaya, dan perekonomian; juga mempelajari matarantai kehidupan yang satu dengan yang lain serta hubungan masa silam dengan masa sekarang serta masa yang akan datan. Konsep-konsepnya antara lain : perubahan, konflik, revolusi, kebangsaan, peradaban, eksplorasi dan kemencengan sejarah.
Menurut pendapat Su‟ud (2007:99) ada dua cara untuk mendefinisikan pengertian sejarah. Pertama, sejarah dianggap sebagai keseluruhan kejadian yang dialami oleh umat manusia di masa lampau. Kedua, sejarah dianggap sebagai catatan atau rekaman kejadian-kejadian itu sendiri. Dengan adanya catatan maupun rekaman itu sejarah dapat dikomunikasikan dari generasi ke generasi lain, yang kemudian dikenal sebagai bagian dari proses pendidikan.
Pembelajaran sejarah di sekolah memiliki karakteristik sebagai pembelajaran yang memberikan pengalaman masa lampau untuk diterapkan pada masa sekarang. Pengetahuan masa lampau dapat berguna untuk memecahkan masa kini dan untuk
(38)
merencanakan masa depan. Pengalaman masa lampau dapat dijadikan pijakan untuk menyikapi kehidupan nyata saat sekarang dan selanjutnya menciptakan kehidupan masa yang akan datang. Artinya pembelajaran sejarah di sekolah diharapkan mampu memberikan bekal sikap melalui peristiwa-peristiwa masa lampau (Zaenal 2008).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah merupakan studi tentang manusia sebagai individu maupun kelompok dalam konteks waktu dan ruang. Sejarah adalah studi tentang kehidupan masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup manusia akan memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia kelak.
Tujuan luhur dari sejarah untuk diajarkan pada semua jenjang sekolah adalah menamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara, serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan (Kasmadi, 1996:13). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran IPS sejarah di sekolah diharapkan mampu memberikan bekal sikap melalui peristiwa-peristiwa masa lampau.
2.1.2 Media Dalam Pembelajaran
Setiap materi pelajaran tentunya memiliki tingkat kesulitan yang bervariasi. Ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi dilain pihak ada bahan pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media. Media sebagai alat bantu pembelajaran merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam proses belajar-mengajar, kehadiran media dapat digunakan untuk memudahkan tercapainya standar kompetensi dalam kurikulum.
(39)
2.1.2.1Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti peranatara atau pengantar. media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim dan penerima pesan (Sadiman 2009:6). Menurut Santosa (2004) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan informasi (pesan) pembelajaran yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dari penerimaan pesan sehingga tercipta bentuk-bentuk komunikasi atau proses belajar mengajar. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi anatar pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan dari sarana penyampai pesan atau media.
Menurut Gagne dalam Sadiman (2009:6) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sementara itu Briggs dalam Sadiman (2009:6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh – contohnya.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar yang pada akhirnya tujuan pembelajaran tercapai.
(40)
2.1.2.2 Pemilihan Media dalam Pembelajaran
Ada beberapa jenis media yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain. Kedua, media tiga dimensi seperti model padat, model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dll. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pembelajaran (Sudjana dan Rivai 2009:3-4). Sedangkan Sadiman (2009: 28-74) mengklasifikasikan media yang pertama, media grafis seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flannel, papan bulletin. Yang kedua, media audio seperti radio, alat perekam pita magnetik. Ketiga media proyeksi diam seperti film bingkai, film rangkai, media transparensi, proyektor tak tembus pandang, mikrofis, film, film gelang, televisi dan video.
Penggunaan media tidak dilihat atau dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah fungsi dan perannya dalam membantu mempertinggi proses pengajaran. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran sangat bergantung kepada tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kemudahan memperoleh media yang diperlukan serta kemampuan guru dalam menggunakannya dalam proses pengajaran.
(41)
Menurut Sudjana dan Rivai (2009:4-5) dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut. 1) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya media pengajaran dipilih atas
dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis lebih memungkinkan digunakannya media pengajaran
2) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
3) Kemudahan memperoleh media; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya.
4) Keterampialan guru dalam menggunakannya; apaun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran.
5) Tersedianya waktu untuk menggunakannya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
6) Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.
(42)
2.1.2.3Manfaat dan Nilai Media dalam Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran media memiliki kontribusi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan pembelajaran. Hal ini berlaku bagi segala jenis media, baik yang canggih dan mahal ataupun media yang sederhana dan murah. Sadiman (2009:17-18) mengemukakan Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut : 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk
kata-kata lisan belaka).
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya :
a. Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film atau gambar;
b. Objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar;
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse
atau high-speed photography;
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal;
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan
(43)
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.
3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar.
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya
d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya harus diatasi sendiri.
Selain itu Kemp, dkk. dalam Uno (2008:116) menjabarkan sejumlah kontribusi media dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
a. Penyajian materi ajar menjadi lebih standar; b. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik; c. Kegiatan belajar dapat menjadi interaktif;
d. Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi; e. Kualitas belajar dapat ditingkatkan;
(44)
f. Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja sesuai dengan yang diinginkan;
g. Meningkatkan sifat positif peserta didik dan proses belajar menjadi lebih kuat/baik;
h. Memberikan nilai positif bagi pengajar;
2.1.3 Komik
2.1.3.1 Pengertian Komik
Komik adalah cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, dan buku yang pada umumnya enak dicerna dan lucu (KBBI, 2007 : 478).
Komik pada mulanya berkaitan dengan segala sesuatu yang lucu, dan boleh jadi, komik berasal dari bahasa Belanda “komiek”yang berarti „pelawak‟. Atau kalau diruntut dari bahasa Yunani kuno, istilah komik berasal dari kata “komikos”, yang merupakan kata bentukan dari “kosmos”, yang berarti „bersuka ria‟ atau „bercanda‟. Jadi komik sering dikonotasikan dengan hal-hal yang lucu, dan unsur kelucuan itu antara lain dilihat dari segi gambar-gambarnya yang sering tidak proporsional, tetapi mengena (Nurgiyantoro, 2005:409).
Mc.Could dalam Nurgiyantoro (2005:441) mendefinisikan komik sebagai gambar-gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi dalam urutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau untuk mencapai tanggapan estetis dari pembaca. Gambar-gambar yang berurutan merupakan sarana komunikasi yang
(45)
unggul. Ia dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan ilmiah yang bukan cerita namun ditampilkan mirip cerita.
Lubis dalam Rahayuningsih (2005:20) memaparkan komik adalah “media komunikasi Alternatif”, komik dianggap sebagai salah satu media komunikasi yang identik dengan gambar meskipun komik memberi kesempatan berekspresi secara verbal dan visual akan tetapi sebagai media seni, komik tetap berada dalam batas-batas komunikasi. Komik juga diartikan sebagai bentukan dari tujuan komersial-ekonomis yang berusaha memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan, informasi dan pendidikan. Tujuannya hanya dapat berhasil apabila persyaratan produksi, distribusi, persepsi dan kemungkinan pengaruhnya dihubungkan satu sama lain.
Menurut Sudjana dan Rivai (2009:64) komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan pada pembaca. Komik terdiri atas berbagai situasi cerita bersambung. Dalam Ensiklopedia (Johana, 2007:31) komik didefinisikan sebagai “istilah yang diaplikasikan menjadi serangkaian cerita bergambar yang berbeda dari cerita kartun pada umumnya. Rangkaian cerita pada komik dapat berisi tentang kisah petualangan, kisah petualangan, kisah perang, kisah nyata, biografi, kisah pengalaman di hutan, cerita kartun binatang, cerita klasik tentang cinta dan humor.
Menurut Johana (2007:33) komik adalah jenis bacaan yang ringan dan mudah dipahami. Komik berisi gambar dan percakapan singkat yang ditulis dalam bentuk bubbles. Kosa kata yang digunakan adalah kosa kata yang sederhana dan dapat
(46)
dipahami melalui penggabungan antara gambar dan konteks kalimat. jadi komik adalah media yang menarik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Selain itu komik adalah alat menyampaikan suatu ide atau gagasan berupa buku yang berisi suatu cerita bergambar untuk dibaca dan bersifat humor.
2.1.3.2Macam Komik
Komik dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori tergantung dari mana sudut pandang dibedakan. Menurut Nurgiyantoro (2005 :435) dari segi bentuk penampilan atau kemasan, komik dapat dibedakan ke dalam komik strips (comic strip), komik buku (comic books) dan novel grafik (graphic novels).
2.1.3.2.1 Komik Strips
Komik strips adalah komik yang terdiri dari beberapa panel gambar saja, namun dilihat dari segi isi komik strip telah mengungkapkan sebuah gagasan yang utuh. Tentu saja karena gambarnya hanya sedikit gagasan yang disampaikan juga tidak banyak dan lazimnya hanya melibatkan satu fokus pembicaraan, seperti misalnya tanggapan terhadap berbagai peristiwa dan isu-isu mutakhir.
(47)
2.1.3.2.2 Komik Buku
Komik buku atau buku komik adalah komik yang dikemas dalam bentuk buku dan satu buku biasanya menampilkan sebuah cerita yang utuh. Komik-komik buku tersebut biasanya berseri, dan satu judul buku komik sering muncul berpuluh seri dan seperti tidak ada habisnya. Komik-komik tersebut ada yang memang menampilkan cerita yang berkelanjutan, tetapi ada juga yang tidak. Maksudnya, antara komik seri sebelum dan sesudahnya tidak ada kaitan peristiwa dan konflik yang bersebab-akibat, sedang yang menghubungkan buku tiap seri itu adalah tokoh-tokoh ceritanya.
2.1.3.2.3 Novel Grafik
Novel grafis adalah sebuah karya narasi di mana cerita ini disampaikan kepada pembaca dengan menggunakan seni sekuensial baik dalam desain eksperimental atau dalam format komik tradisional. Istilah ini digunakan secara luas, mencakup karya-karya non-fiksi dan tematis dihubungkan cerita pendek serta cerita-cerita fiksi di sejumlah genre. Novel grafis biasanya terikat dalam format lama dan tahan lama (panjang) lebih dari majalah komik terbiasa, menggunakan bahan yang sama dan metode seperti buku cetak, dan novel grafik umumnya dijual di toko buku dan toko-toko khusus komik (www.wikipedia.org).
Menurut segi isinya komik dapat dibedakan kedalam komik humor, komik petualangan, komik fantasi, komik nyata (klasik), komik biografi dan komik ilmiah (Nurgiyantoro, 2005:435).
(48)
2.1.3.2.4 Komik Humor
Komik humor adalah komik yang secara isi menampilkan sesuatu yang lucu yang mengundang pembaca untuk tertawa menikmatinya. Aspek kelucuan atau humor dapat diperoleh lewat berbagai cara baik lewat gambar-gambar maupun lewat kata-kata. Komik humor biasanya menampilkan gambar-gambar yang lucu baik dilihat dari segi potongan, ukuran tubuh, tampang, proporsionalitas bagian bagain tubuh, maupun bentuk bagian-bagian tubuh itu sendiri yang sering aneh. Keanehan dan kelucuan itu terutama jika dibandingkan dengan keadan fisik dengan tokoh, misalnya manusia, nyata.
2.1.3.2.5 Komik Petualangan
Komik petualangan adalah komik yang menampilkan cerita petualangan tokoh-tokoh cerita dalam mengejar, membela, memperjuangkan, atau aksi-aksi yang lain. Komik petualangan biasanya penuh dengan aksi, perkelahian, dan daya
suspense-nya tinggi. Dalam derajat tertentu komik jenis ini dapat disebut sebagai komik aksi. Komik menampilkan dua kelompok tokoh, lazimnya kelompok baik dan jahat, yang bersebrangan memperebutkan sesuatu atau mempertahankan prinsip masing-masing. Maka, terjadilah perkelahian yang seru, dan hamper dipastikan kelompok baik mesti memenangkan perkelahian itu walau semula agak kewalahan.
(49)
2.1.3.2.6 Komik Fantasi
Komik fantasi adalah komik yang dibuat berdasarkan rekayasa dari komikusnya. Alur cerita, tokoh dan setingnya merupakan hasil imajinasi dari pengarangnya. Komik fantasi biasanya diperuntukkan bagi anak-anak, namun pada perkembangannya orang dewasa dari berbagai macam usia mulai menyukainya. Komik fantasi yang cukup populer diantaranya komik Doraemon, komik naruto dsb.
2.1.3.2.7 Komik Nyata ( klasik)
Komik nyata (klasik) adalah komik yang alur cerita, tokoh serta settingnya diadaptasi dari kisah nyata seorang perorangan maupun kelompok. Pada perkembangannya komik nyata lebih tampak seperti cerita biografi yang dikemas dalam bentuk komik.
2.1.3.2.8 Komik Biografi dan Komik Ilmiah
Komik Biografi adalah kisah hidup seorang tokoh sejarah yang ditampilkan dalam bentuk komik. Biografi tokoh yang bersangkutan biasanya telah ditulis dalam bentuk buku biografi yang semata-mata mempergunakan lambang verbal. Kalaupun ada unsur gambar dalam buku biografi, ia sekadar berfungsi memberikan gambaran konkret dan memperjelas apa yang diuraikan secara verbal sehingga kemasan buku menjadi lebih menarik. Jika pada komik biografi tekanannya ada pada unsur ketokohan (tokoh penemu) pada komik ilmiah tekanan ada pada proses penemuan dan barang temuannya.
(50)
2.1.3.3Komik Sebagai Media Pembelajaran
Komik merupakan salah satu media grafis yang memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri. Dari beberapa media grafis, gambar diam dalam hal ini komik merupakan jenis yang mudah dikenali dan mudah dimengerti. Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat, ataupun benda yang diwujudkan diatas kanvas, kertas, atau bahan lain, baik dengan cara lukisan, gambar ataupun foto. Ukuran foto atau gambar disesuaikan dengan keperluan, pemanfaatan gambar dalam proses pembelajran sangat membantu pengajar dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Hack Bart ( dalam Unno, 2008 :119) sebagai berikut.
a) Menarik perhatian, pada umumnya semua orang senang melihat foto atau gambar
b) Menyediakan gambar nyata suatu objek yang karena dianggap suatu hal tidak mudah untuk diamati
c) Unik
d) Memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak e) Mampu mengilustrasikan suatu proses
Kurnia (2008) menyebutkan hal yang positif dari komik dan hal yang negatif dari komik.
a. Kelebihan Komik
1) Komik merupakan media pembelajaran yang sangat potensial
Aspek visual merupakan salah satu yang ditawarkan oleh komik. Berbeda dengan televisi yang lebih memaksa mata dan telinga, komik
(51)
mendorong kita untuk mengoptimalkan mata untuk mencermati panel-panel dan teks yang disertakan. Kebanyakan orang merupakan pembelajar visual yang mengasosiasikan kepingan informasi dengan imaji tertentu (Ascott 2006). Jadi, komik dapat dipakai untuk menolong -- khususnya anak-anak -- dalam pembelajaran pada hampir seluruh topik, misalnya sebagaimana dikemukakan berikut ini.
a) Mengenal konsep b) Belajar berhitung
c) Mengenal lingkungan dan alam sekitar d) Memperkenalkan firman tuhan
e) Membantu untuk memahami cerita f) Mendorong minat baca
2) Komik mengajarkan nilai-nilai moral
Sejumlah komik menghadirkan nilai-nilai moral yang penting dikenal oleh siapa saja. Sebut saja nilai persahabatan, kerja keras, kebersamaan, kegigihan dan semangat pantang menyerah. Komik olah- raga umumnya mengajarkan nilai kerja keras, kegigihan, dan semangat pantang menyerah. Pesan umum yang disampaikan biasanya "semakin gigih kamu berusaha, semakin dekat pula dirimu pada keberhasilan".
3) Komik merupakan sarana hiburan yang tidak memakan waktu.
Untuk mengisi kejenuhan, komik bisa menjadi alternatif yang sangat cocok. Waktu yang dibutuhkan untuk membaca komik tidak seperti ketika membaca
(52)
novel. Sebab ada banyak yang dapat diringkas oleh komik, misalnya penggambaran ekspresi wajah dan penjelasan latar tempat.
b. Kekurangan Komik
Memang tidak semua isi komik memberikan pengajaran yang positif. Di balik nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, komik pun memberikan dampak buruk yang perlu diwaspadai oleh para penggemarnya. Oleh karena itu, hal-hal berikut ini perlu diwaspadai.
1) Komik membatasi bahkan memungkinkan penumpulan imajinasi.
Terlalu banyak mengonsumsi komik pada bisa menumpulkan imajinasi pembaca. Perhatikanlah prosa, seperti novel atau cerpen yang banyak menggambarkan wajah tokoh tertentu dengan kata-kata daripada gambar. Pembaca diajak untuk membayangkan seperti apa wajah tokoh tersebut. Atau ketika penulis menggambarkan latar tempat. Aspek-aspek inilah yang dalam komik diterjemahkan dalam gambar dan membuat pembaca langsung menikmatinya, tanpa harus membayangkan penggambaran tersebut lewat pikirannya. Mula-mula, imajinasi hanya terbatas pada apa yang digambarkan. Namun akhirnya, imajinasi bisa tumpul. Misalnya, hanya bisa membayangkan latar tempat sebagaimana digambarkan pada komik atau hanya bisa menggambar tokoh-tokoh seperti yang digambarkan komikus terkait.
2) Tidak mampu menikmati dan mengapresiasi karya-karya sastra
Ketidakmampuan untuk menggunakan imajinasi akhirnya bisa membuat kita sulit menangkap penggambaran yang diberikan cerpen atau novel. Kalaupun
(53)
dapat, pembayangan yang kita miliki mungkin hanya terpaku pada pengalaman kita pada latar lingkungan yang ditampilkan komik. Akhirnya, kita bisa kesulitan untuk merasakan keindahan kosakata yang dipakai penulis. 3) Komik menimbulkan efek adiktif.
Efek adiktif yang timbul bisa berupa keinginan untuk segera menikmati seri sambungan (umumnya karena penasaran) atau sekadar membaca lebih banyak komik lainnya. Efeknya, selain menghabiskan banyak dana untuk menyewa atau membeli edisi demi edisi, rasa penasaran juga bisa mendorong kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama komik.
4) Komik lebih eksplisit menggambarkan adegan.
Adegan-adegan kekerasan dan bernuansa pornografi juga tergambar dengan lebih jelas dalam komik. Hal ini sudah pasti tidak akan baik bila dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Beberapa komik juga mengikuti praktik atau kebiasaan yang berkenaan erat dengan okultisme (misalnya, pada komik seri-seri misteri), sedangkan yang lain dikaitkan dengan masalah-masalah sosial seperti homoseksualitas dan penyalahgunaan obat-obatan (Lorelli 2006). Kondisi ini diperparah dengan anggapan bahwa komik merupakan konsumsi anak-anak. Memang kini ada pelabelan, meski hal ini tidak banyak berpengaruh.
(http://pelitaku.sabda.org/komik_di_antara_pro_dan_kontra_menggali_nilai_d ari_jalinan_gambar)
(54)
Menurut Rahayuningsih (2005:38) media komik yang digunakan dan dibaca siswa dalam pembelajaran memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut.
Keunggulan media komik
a. Komik sangat menarik karena ilustrasinya, cerita yang ringkas, perwatakan orangnya realistic, dan dapat digunakan sebagai hiburan
b. Dapat menambah perbendaharaan kata pembacanya c. Menciptakan minat baca siswa
d. Memperluas pengetahuan dan minat apresiasi siswa.
Isna (2009) memaparkan bahwa komik sangat digemari oleh siswa, selain memiliki banyak kelebihan komik juga terdapat sisi negatifnya, banyak komik di pasaran membuat guru maupun orang tua perlu mengarahkan mereka untuk tidak sembarangan memilih atau membaca komik. Komik-komik yang komersial dan tidak baik mutunya tidak sesuai dengan usia anak dapat mempengaruhi perilaku siswa. Komik memiliki ilustrasi yang menarik, kata-kata yang ringkas dihafalkan membuat siswa cenderung meniru, baik karakter tokoh-tokohnya, gerak-geriknya, maupun gaya dan kata-kata yang diucapkan para tokoh. Bila ada kata-kata buruk pada komik tersebut, maka siswa juga akan merekam dalam ingatan mereka dan suatu saat mereka bisa menirukannya. Sehingga ada baiknya jika konsep positif komik dipadukan dengan materi pelajaran, sehingga sisi negatif dari komik dapat diminimalisasi.
Beberapa penelitian pembelajaran dengan komik sebagai medianya telah di lakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Skripsi Penelitian Tindakan Kelas oleh
(55)
Yustika (2009) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pelajaran Sejarah Kelas XI Is 3 SMA Negeri 1 Tahunan melalui Media Komik Tahun Ajaran 2008/2009” bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran sejarah pada pokok bahasan Upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan penggunaan media komik. Dan hasilnya penggunaan media komik sebagai variasi dalam pembelajaran dapat membangkitkan minat serta hasil belajar siswa.
Dalam skripsi Setyowati (2007) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Membaca Nyaring Melalui Media Komik Berbahasa Jawa Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Magersari Kabupaten Rembang Tahun ajaran 2006/2007 memperoleh hasil penelitian yang positif. Dengan ditandai para siswa menjadi lebih terampil dalam membaca nyaring melalui komik berbahasa jawa serta keterampilan membaca nyaring berbahasa Jawa meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media komik berbahasa Jawa dalam pembelajaran membaca nyaring siswa kelas IV SD Magersari Rembang ini terbukti dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca nyaring bahasa jawa.
Isna (2009) melakukan penelitian Research and Development (R and D) mengenai penggunaan bahan ajar berbentuk komik dengan judul Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Komik Tentang Kepadatan Populasi Manusia Hubungannya dengan lingkungan untuk SMP/MTs di Pringapus. Hasilnya secara umum terdapat peningkatan hasil belajar dari para siswa. Hal ini karena komik membantu peserta didik dalam menguasai konsep-konsep materi pembelajaran yang diajarkan dengan
(56)
tercapainya indikator yang diharapkan. Komik dirasa menarik minat siswa karena baru pertama kali diberikan kepada siswa sehingga menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Ketiga penelitian di atas memiliki persamaan yakni mengulas tentang manfaat penggunaan media komik dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian, penelitian tersebut menunjukkan peningkatan dalam pembelajaran baik minat maupun hasil belajar pada masing-masing mata pelajaran setelah menggunakan media komik sebagai alat (media) pembelajaran. Perbedaan penelitian yang telah dilaksanakan oleh ketiga peneliti diatas dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti terletak pada materi, jenis penelitian dan jenjang sekolah. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan peningkatan dalam pembelajaran baik minat maupun hasil belajar pada masing-masing mata pelajaran setelah menggunakan media komik sebagai alat (media) pembelajaran.
Komik dan pelajaran IPS khususnya materi sejarah merupakan dua hal yang berbeda bahkan saling bertolak belakang. Komik terdiri dari serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik, namun isi cerita dari komik kadang tidak mendidik (Isna 2009). Sedangkan sejarah adalah mata pelajaran yang berisi tentang teori-teori dan hal-hal mengenai masa yang telah lampau dengan materi yang cukup panjang dan terkesan monoton. Jika pelajaran sejarah dikemas dalam bentuk komik maka hal tersebut adalah inovasi bagi pembelajaran sejarah.
(57)
2.1.4 Historical Comic
Berdasarkan pengertian sejarah dan komik peneliti menyimpulkan pengertian
Historical comic adalah suatu bentuk cerita bergambar yang tidak bergerak dan gambar yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita mengenai kejadian yang terjadi dimasa lampau, dimana kejadian memberikan pengaruh bagi kehidupan saat ini. Komik sejarah (historical comic) berisi animasi yang menceritakan tentang peristiwa sejarah yang ada dalam kurikulum pelajaran IPS khususnya materi sejarah. Komik sejarah berbeda dengan buku pelajaran biasa yang hanya terdapat teks, komik sejarah mengemas peristiwa maupun materi sejarah ke dalam percakapan antar tokoh-tokoh sejarah yang berupa kartun animasi.
Historical comic dalam penelitian ini merupakan jenis komik strips yang tidak bersambung. Materi dalam historical comic dikemas dalam bahasa yang mudah dimengerti, dengan penokohan serta latar cerita yang sesuai dengan usia anak SMP. Jalan cerita yang disajikan dalam historical comic sederhana dan mudah dimengerti. Pesan moral yang disampaikan masih berhubungan dengan dunia pendidikan.
2.1.5 Perkembangan Kehidupan Masa Pra-Aksara
Zaman pra aksara di Indonesia berlangsung sampai abad ke-3 Masehi. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bangsa kita memasuki zaman sejarahnya sejak abad ke -5 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi
(58)
bahasa dan bentuk huruf yang digunakan menunjukkan bahwa prasasti tersebut dibuat kurang lebih tahun ke- 4 Masehi (Nurdin, 2008: 31-32).
Zaman pra-aksara berdasarkan penggalian arkeologi dibagi menjadi dua zaman, yakni zaman batu dan zaman logam.
a. Zaman batu dibagi lagi atas.
1) Paleolithikum atau zaman batu tua.
Sebagai ciri zaman ini alat- alat dibuat dari batu yang dikerjakan secara kasar, tak diasah atau dihaluskan. Manusianya belum bertempat tinggal tetap dan masih mengembara. Zaman ini berlangsung lama sekali, yaitu selama zaman geologi pleistocen atau diluvium (jadi kira-kira 600.000 tahun). Pembagian zaman selanjutnya jatuh dalam zaman geologi holocen atau alluvium.
2) Mesolithikum atau zaman batu tengah
Alat-alat zaman ini masih menyerupai alat-alat palaeolithikum namun sudah mulai diasah meskipun masih sederhana. Orang sudah mulai bertempat tinggal tetap.
3) Neolithikum atau zaman batu muda
Alat-alat batu sudah diasah dan diupam, sehingga halus dan indah. Selain tembikar dikenal pula tenunan. Orang sudah mulai bertempat tinggal tetap dan bercocok tanam (Soekmono, 1981:23).
b. Zaman logam
Dimulainya zaman logam, bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang.
(59)
Sesungguhnya, nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan digunakan secara dominan. Perkembangan zaman logam di Indonesia berbeda dengan yang ada di Eropa, karena zaman logam di Eropa mengalami tiga pembagian zaman, yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi secara bersamaan. Hasil temuan yang lebih dominan adalah alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam disebut juga dengan zaman perungggu (Nurdin, 2008: 31-32).
Zaman pra-aksara berdasarkan ciri kehidupan masyarakatnya dibagi ke dalam empat babak, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Masa berburu dan meramu tingkat sederhana, pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada upaya mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang penuh tantangan, dengan kemampuannya yang masih sangat terbatas. kegiatan pokoknya adalah berburu dan mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu, kayu, dan tulang. Kehidupan manusia masih sangat tergantung pada alam lingkungan sekitarnya (Nurdin, 2008:33).
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, di Indonesia sudah ada usaha-usaha untuk bertempat tinggal secara tidak tetap di gua-gua alam, utamanya di gua-gua
(60)
payung, yang setiap saat mudah untuk ditinggalkan, jika dianggap sudah tidak memungkinkan lagi tinggal di tempat itu ( Nurdin, 2008:36).
Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam, memakan waktu yang sangat panjang, karena tingkat kesulitan yang tinggi. Pada masa ini sudah mulai ada usaha bertempat tinggal menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat tinggal-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok. Mulai ada kerjasama dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketenteraman hidupnya ( Nurdin, 2008:38 ).
Menurut Grolier dalam Indonesia Heritage (2008:11) periode bercocok tanam ditandai dengan perkembangan tradisi dan tegnologi. Dimana manusia mulai menetap di desa-desa dengan jumlah penduduk 300 sampai 400 orang. Beberapa kelompok masih menempati gua-gua. Teknologi mulai berubah dan alat-alat batu dihasilkan dengan tehnik baru seperti pemakaian gerinda dan pemolesan. Artefak yang banyak dihasilkan adalah kapak, mata kapak dan gelang asahan, juga mata pisau. Tempayan dibuat untuk menyimpan makanan dan biji-bijian yang akan ditanam kembali. Manik-manik diciptakan untuk perhiasan. Pada zaman ini manusia kemungkinan besar melakukan pemujaan terhadap nenek moyang dan kekuatan alam, serta belajar bercocok tanam dan berternak hewan. Ada kelompok yang memilih pemimpin (awal suatu sistem politik). Kepemimpinan didasarkan pada kecakapan seseorang.
Menurut Rahardjo (2010) dalam http://blogkepurwo.blogspot.com pada masa ini manusia yang sebelumnya sekedar pengumpul makanan, mulai menjadi penghasil
(61)
makanan dengan melakukan bertani dan berternak. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah (nomaden), tetapi relatif telah menetap dan tinggal di perkampungan kecil. Dalam masa ini orang sudah menggosok alat-alat yang terbuat dari batu hingga halus. Pertanian dan perternakan sudah lebih maju dan orang sudah membuat rumah-rumah yang ditempati secara permanen. Rumah-rumah tersebut didirikan secara bergerombol sehingga menyerupai kampung. Pembuatan tembikar pada masa ini sudah maju, selain itu sudah dikenal pula ragam hias. Alat-alat batu yang menonjol dari masa ini ialah beliung persegi dan belincung. Pada masa bercocok tanam sudah dikenal pula pertenunan. Dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, pada masa Neolithikhum budaya manusia telah maju dengan pesat. Berbagai macam pengetahuan telah dikuasai, misalnya pengetahuan tentang perbintangan, pranatamangsa (cara menentukan musim berdasarkan perbintangan atau tanda-tanda lainnya), pelayaran, kalender (menentukan hari baik atau buruk) gamelan, wayang, pertenunan, dan sebagainya. Masih banyak unsur-unsur kebudayaan Neolith itu yang masih hidup hingga sekarang.
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah berusaha bertempat tinggal menetap dengan mengatur kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yaitu menghasilkan bahan makanan sendiri, baik di bidang pertanian maupun peternakan. Pada masa perundagian, semuanya mengalami kemajuan dan penyempurnaan. Pada masa ini mulai ditemukan biji-biji logam sehingga berbagai peralatan mulai dibuat dari logam. Pada perkembangan berikutnya, perlu dibedakan golongan yang terampil dalam melakukan jenis usaha tertentu, misalnya terampil
(62)
dalam membuat rumah kayu, pembuatan gerabah, pembuatan benda-benda dari logam, perhiasan, dan lain sebagainya ( Nurdin, 2008:40)
Pembelajaran materi perkembangan kehidupan pada masa pra-aksara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran pada materi pokok Peninggalan – peninggalan kebudayaan masa pra aksara khususnya masa bercocok tanam. Indikatornya adalah mengidentifikasi peninggalan –peninggalan kebudayaan pada masa pra-aksara. Tujuannya siswa dapat memahami bentuk-bentuk peninggalan masa bercocok tanam sehingga dapat menyebutkannya dan dapat membedakannya dengan hasil kebudayaan pada zaman sebelum dan sesudah masa bercocok tanam.
Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada materi pokok Peninggalan –peninggalan kebudayaan masa pra aksara khususnya masa bercocok tanam. Tujuan pembelajrannya agar siswa dapat memahami bentuk-bentuk peninggalan masa bercocok tanam sehingga dapat menyebutkannya dan dapat membedakannya dengan hasil kebudayaan pada zaman sebelum dan sesudah masa bercocok tanam.
2.1.6 Minat
Minat memiliki definisi yang luas, beberapa definisi minat antara lain, minat merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri ( Sardiman, 2005:76). Minat juga dapat diartikan sebagai suatu tanda kematangan dan kesiapan seseorang untuk bergiat dalam kegiatan belajar.
(63)
Minat sebenarnya bersifat subyektif karena masing-masing orang dapat berbeda-beda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh keunikan pada setiap orang. Minat erat sekali hubungannya dengan perasaan suka atau tidak suka, tertarik atau tidak tertarik, senang atau tidak senang ( Santoso, 1998: 23).
Minat termasuk unsur afektif sehingga mempengaruhi pembelajaran dan hasil belajar. Minat adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu. Hal ini berpengaruh terhadap proses belajar seseorang sehingga berpengaruh pula terhadap hasil yang dicapai dari belajar tersebut. Faktor yang mempengaruhi minat seseorang serupa dengan faktor-faktornya dalam ranah afektif, yaitu penerimaan, menanggapi, penilaian, pengorganisasian dan pengalaman, penjelasan untuk masing-masing faktor ini adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan adalah sensitivitas individu terhadap rangsang dari fenomena-fenomena tertentu sehingga individu tersebut mau menerima atau memperhatikan rangsang dan fenomena tersebut.
2) Menanggapi adalah perhatian yang aktif terhadap benda yang menimbulkan rangsangan pada diri individu atau fenomena-fenomena tertentu.
3) Penilaian merupakan kategori yang menunjukkan penilaian dasar atas satu rangsangan fenomena
4) Pengorganisasian sebagai klasifikasi yang tepat untuk tujuan yang menggambarkan awal dari pembentukan suatu system nilai.
(64)
5) Pengalaman merupakan perilaku yang menunjukkan kepercayaan diri untuk mengintergrasi nilai-nilai kedalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan
6) Ketertarikan terhadap sesuatu umumnya timbul karena ada sesuatu yang menarik, biasanya bersifat positif pada objek yang diminati. Pentingnya minat dalam mempelajari sesuatu adalah untuk membuat siswa lebih dekat dan terdorong untuk memahami hal-hal yang dipelajarinya.
Guru dan media pembelajaran merupakan faktor penting dalam mempengaruhi minat siswa terhadap pelajaran. Guru yang mampu mengkondisikan kelas sesuai harapan para siswa akan dapat mematik perhatian kelas tersebut, dimana guru juga memerlukan alat bantu pembelajaran berupa media sehingga guru memiliki peluang besar untuk dapat meningkatkan minat siswa dalam kelas bersangkutan terhadap pembelajaran. Sebaliknya, guru yang tidak dapat menerapkan cara pembelajaran yang tepat sesuai kondisi kelas dapat membuat siswa yang berada dalam kelas bersangkutan kehilangan minat terhadap pelajaran.
2.2 Kerangka Berpikir
Historical Comic berupa cerita bergambar (bahan cetak) berbentuk comic strips yang berisi materi pelajaran sejarah yang diharapkan akan lebih unggul sebagai media pembelajaran IPS sejarah terutama pada materi hasil kebudayaan masa pra-aksara. Melalui historical comic pembaca akan tahu banyak tentang hasil kebudayaan masa pra-sejarah khususnya masa bercocok tanam. Media pembelajaran berupa
(65)
historical comic mampu menyajikan gambar dan cerita yang lucu untuk merangsang indera mata dan daya imajinasi, sehingga mudah menimbulkan keterlibatan emosi pembaca.
Magnesen dalam Haryanto (2009: 52) menggambarkan bahwa melihat sebuah foto lebih tinggi maknanya daripada membaca yang hanya dapat diingat 10%, mendengar yang hanya dapat diingat 20%, dan melihat yang hanya dapat diingat 30%. Namun, penggunaan media foto atau gambar harus dibantu dengan bahan tertulis. Dengan dibantu bahan tulis maka dapat diperoleh petunjuk atau kejelasan dari foto atau gambar tersebut. Semakin banyak indera yang dilibatkan dalam pembelajaran maka semakin besar kemungkinan terserapnya pembelajaran. Hal tersebut menjadi dasar bagi peneliti untuk mengembangkan media pembelajaran yang bisa dibaca (komik), dan dapat merangsang daya imajinasi. Setelah membaca, melihat, dan berimajinasi maka peserta didik akan mampu memahami materi yang hendak disamapaikan. Maka hasil yang akan dicapai pun akan lebih optimal.
Pelajaran IPS di satuan pendidikan SMP/MTs dalam KTSP tergabung menjadi IPS terpadu. Ini artinya mata pelajaran sejarah sudah tidak berdiri sendiri sebagai bidang studi, namun terpadu dengan kelompok ilmu sosial lainnya. Hal ini tentunya mengharuskan pelajaran sejarah berbagi jam pelajaran dengan Geografi, Sosiologi dan Ekonomi.
Berbagai permasalahan dalam pembelajaran sejarah tentu perlu diatasi dengan berbagai inovasi. Model pembelajaran konvensional seperti ceramah dan bercerita tentu tidak akan pernah lepas dari pelajaran sejarah. Semutakhir apapun sebuah
(1)
Lampiran 35
FOTO KEGIATAN PENELIITIAN KELAS EKSPERIMEN
Aktifitas siswa saat pembelajaran menggunakan di kelas VII A Siswa terlihat memperhatikan
(2)
188
Siswa saat berdiskusi
Semua aktif dalam kegiatan diskusi
Aktifitas siswa saat mempresentasikan hasil diskusi kelompok masing-masing
(3)
Beberapa siswa mengaangkat tangan hendak bertanya dan menjawab pertanyaan Terlihat bahwa siswa mulai aktif
Lampiran 36
(4)
190
Suasana Pembelajaran di Kelas Kontrol
Terlihat siswa yang kurang antusias dalam proses pembelajaran
(5)
(6)