Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu pondasi pembangunan bangsa. Dengan pendidikan, seseorang mendapatkan ilmu, pengetahuan, keterampilan dan informasi yang merangsang daya kreatifitas seseorang. Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup : pengetahuan, nilai serta sikapnya, dan keterampilannya Munib, 2006 : 29. Menurut Poerbakawatja dalam Widja 1989:7 secara lebih umum pendidikan biasanya dirumuskan sebagai ”semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, jasmaniah maupun rohaniah serta mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Ali Moertopo dalam Widja 1989:7 berpendapat secara lebih khusus, pendidikan pada dasarnya memiliki ide pokok, yaitu ”usaha mengembangkan daya-daya manusia supaya dengan itu manusia dapat membangun dirinya dan bersama dengan sesamanya membudayakan alamnya dan membangun masyarakatnya”. Berdasarkan pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pencerdasan manusia melalui pewarisan nilai-nilai yang berkembang pada generasi terdahulu ke generasi selanjutnya, sebagai bekal untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia menjadi pribadi yang cerdas saja, namun melalui pewarisan nilai-nilai yang telah ada pada generasi sebelumnya akan mengantarkan siswa untuk mengenal lingkungan dan pentingnya peradaban manusia. Pendidikan dapat menjadikan manusia mengerti akan kodratnya sebagai mahluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri. Sejarah erat kaitannya dengan tujuan dari pendidikan. Menurut Reiner dalam Widja 1989:8 fungsi utama sejarah adalah mengabadikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan digunakan untuk menghadapi masa kini. Oleh karena itu tanpa sejarah orang tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dia lakukan. Dengan kata lain, kemampuan diri akan bisa disadari melalui sejarah. Dengan demikian dapat disadari akan pentingnya sejarah diajarkan di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan dan sejarah adalah suatu kesatuan. Jika pendidikan nasional merupakan jalan untuk mewujudkan cita-cita nasional, maka sejarah adalah fondasi yang memperkuat jalan dalam mewujudkan cita-cita nasional tersebut. Mengingat pentingnya pelajaran sejarah, pemahaman akan sejarah hendaknya mulai ditanamkan sejak dini, yakni dari jenjang SD dan SMP. Untuk jenjang SD materi pelajaran sejarah masih bersifat dasar dan umum. Materi sejarah mulai difokuskan pada jenjang SMP dan SMA. Pembelajaran sejarah memiliki arti yang strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam dunia pendidikan sejarah mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, pembentukan sikap, watak dan kepribadian peserta didik Pentingnya pelajaran sejarah tidak diimbangi dengan anggapan masyarakat akan pentingnya pelajaran sejarah itu sendiri. Pelajaran sejarah sering dianggap mudah dan digampangkan. Pelajaran sejarah sering diartikan tidak lebih dari rentetan angka tahun dan kronologis terjadinya suatu peristiwa-peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal tugas maupun ujian. Materi pelajaran sejarah yang panjang memaksa siswa untuk mengingat dan menghafal isi dari materi tersebut. Hal ini membuat para siswa enggan belajar sejarah. Siswa siswi kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan memiliki kecenderungan kurang tertarik pada mata pelajaran IPS terutama materi sejarah. Selain itu minat baca siswa siswi kelas VII kurang tinggi, siswa siswi kelas VII malas membaca buku bacaan pelajaran. Mereka lebih memilih bacaan yang ringan, menghibur dan menampilkan banyak gambar. Data ini peneliti peroleh berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Kalinyamatan pada tanggal 18 dan 22 Februari 2011. Hal ini dikarenakan pada usia-usia tersebut siswa siswi ini lebih menyukai hal-hal yang bersifat permainan. Ini tentu saja mempengaruhi minat para siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah. Kasmadi 1996:73 mengemukakan “mengajar sejarah pada tingkat dasar memerlukan stimulan yang besar serta berbagai variasi pendekatan untuk mendapatkan partisipasi anak” . Oleh karena itu dalam pembelajaran IPS sejarah di SMP khususnya pada kelas VII diperlukan konsep pembelajaran maupun media yang dapat merangsang ketertarikan siswa. Salah satu hal yang memotivasi siswa untuk belajar adalah rangsangan. Apapun kualitasnya, rangsangan yang unik akan menarik perhatian setiap orang dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut Anni, 2004:116. Selain itu para ahli pendidikan dan pengajaran berpendapat bahwa media sangat diperlukan pada anak-anak tingkat dasar sampai menengah Kasmadi, 1996:126. Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal. Beberapa faktor yang melatarbelakanginya menurut pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan diantaranya adalah masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya Siswanto 2009. Dalam kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran dan media yang digunakan menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan model pembelajaran yang tepat serta pemilihan media yang sesuai oleh guru sangat diperlukan agar sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Upaya meningkatkan kemampuan anak dalam menerima pelajaran sejarah dengan baik diperlukan berbagai perlatan dan model yang dapat dipilih oleh para pengajar sejarah sesuai dengan bahan yang dikembangkan dari masa ke masa Kasmadi, 1996:9. Seorang pengajar IPS khususnya pada materi sejarah diharuskan memiliki kemampuan untuk memilih model dan media yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Guru IPS hendaknya menyajikan materi dengan model yang bervariasi dibantu dengan media yang tepat sehingga pembelajaran menjadi menarik dan tidak membosankan. Di mana penggunaan model serta media pembelajaran ini disesuaikan dengan kondisi psikologis anak serta alokasi waktu dalam setiap pembelajaran. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi memuat mengenai struktur kurikulum pendidikan yang menetapkan bahwa substansi mata pelajaran IPS pada SMPMTs merupakan IPS terpadu dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran perminggu Mulyasa 2007. Dengan demikian pelajaran sejarah tidak lagi berdiri sendiri dan alokasi waktu 4 jam tersebut harus dibagi dengan pelajaran IPS yang lainnya. Di SMPMTs mata pelajaran IPS terpadu diajarkan 2 kali pertemuan disetiap minggunya dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran 2x40 menit di setiap pertemuan atau tatap muka. Hasil observasi awal diketahui bahwa siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan mengalami kesulitan dalam memahami materi kehidupan masa pra- aksara. Mereka sulit membedakan penzamanan serta hasil budaya yang ditinggalkan ditiap zaman pada masa pra-aksara. Materi pokok bahasan ini juga tidak dapat di berikan hanya dalam waktu 4 x pertemuan 8 jam pelajaran. Hal tersebut diketahui pula dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS. Siswa-siswi SMP kelas VII kurang memiliki ketertarikan dalam pembelajaran IPS. Mereka terlihat antusias ketika guru menggunakan media pembelajaran pada saat menerangkan sambil menunjukkan gambar-gambar ataupun peta. Namun ketika para siswa-siswi ini diminta untuk kembali membaca buku pelajaran ataupun buku penunjang mengenai materi pelajaran yang telah disediakan di perpustakaan mereka enggan untuk melaksanakannya wawancara dengan Ibu Sukarlin dan Bapak Mustakim, tanggal 22 Februari 2011. Pembelajaran sejarah dalam hal ini tentunya memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan media historical comic untuk memperbaiki pembelajaran tersebut. Guna menyikapi keterbatasan alokasi waktu pelajaran, serta banyaknya materi pelajaran IPS terpadu khususnya materi sejarah di SMP diperlukan cara agar penyampaian materi dapat tersampaikan secara optimal. Pembelajaran IPS khusunya materi sejarah harus dikemas lebih menarik dan seefektif mungkin agar siswa senang dengan mata pelajaran IPS sejarah dan mudah memahami materi. Banyak cara yang digunakan oleh sebagian guru IPS khususnya sejarah untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan siswa dalam mengingat dan memahami materi. Namun demikian, model pengajaran terkadang kurang tepat, sehingga perubahan siswa tidak meningkat malah menurun. Kesalahan metode tersebut mengakibatkan pembelajaran tidak efektif dan menjadikan suasana belajar kurang kondusif. Akibatnya, pelajaran IPS materi sejarah tidak terserap dengan baik oleh siswa. Kesulitan siswa terhadap teori dalam pelajaran IPS khususnya sejarah selama ini belum teratasi, karena kurang adanya media. Ditambah lagi penerapan model pembelajaran yang kurang sesuai. Model pembelajaran yang masih sering digunakan adalah dengan guru bercerita atau ceramah. Padahal model ceramah memiliki kelemahan diantaranya siswa mudah lupa dan cepat bosan. Cara untuk menyajikan pembelajaran IPS khususnya materi sejarah yang menarik dan efektif adalah dengan menambahkan media pembelajaran. Media yang digunakan tentunya adalah media yang merangsang ketertarikan siswa untuk belajar dan sudah dikenal siswa. Seperti yang diungkapkan Kasmadi 1996:126 bahwa prinsip pengajaran yang baik adalah jika proses belajar mampu mengembangkan konsep generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata. Sumber belajar yang digunakan pengajar sejarah dan anak adalah buku- buku sejarah dan sumber informasi, tetapi akan menjadi jelas dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai media pengajaran yang dapat membantu menjelaskan lebih realistik. Saat pembelajaran guru seharusnya dapat menggunakan media pembelajaran berupa foto, gambar, CD interaktif, video dan lainnya Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Dari beberapa media yang disebutkan di atas, di antaranya memerlukan durasi yang cukup lama dalam penyamapaiannya CD interaktif dan video, selain itu tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang mendukung dalam proses penggunaan media tersebut. Sehingga salah satu media yang tepat digunakan adalah berupa foto dan gambar. Foto dan gambar dapat dikemas dalam suatu media yang lebih menarik yakni media komik. Penggunaan komik sejarah saat pembelajaran akan lebih meningkatkan minat belajar sejarah siswa pada pelajaran sejarah. Komik merupakan salah satu media grafis yang memiliki keunggulan keunikan tersendiri. Dari beberapa media grafis, gambar diam dalam hal ini komik merupakan jenis yang mudah dikenali dan mudah dimengerti. Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat, ataupun benda yang diwujudkan di atas kanvas, kertas, atau bahan lain, baik dengan cara lukisan, gambar, ataupun foto Uno, 2008:119. Ukuran foto atau gambar disesuaikan dengan keperluan, pemanfaatan gambar dalam proses pembelajaran sangat membantu pengajar dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Hack Bart 1996 dalam Uno 2008:119 sebagai berikut. a. menarik perhatian, pada umumnya semua orang senang melihat foto atau gambar b. menyediakan gambar nyata suatu objek yang karen adianggap suatu hal tidak mudah untuk diamati c. unik d. memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak e. mampu mengilustrasikan suatu proses Komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan pada pembaca Sujana dan Ahmad Rivai, 2009:64. Komik terdiri dari serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik. Struktur kalimat yang digunakan adalah struktur kalimat sederhana sehingga siswa dapat memahami tiap-tiap kalimat Johana, 2007:33. Komik merupakan bacaan yang cukup digemari oleh semua kalangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Walt Disney dalam Johana 2007:31, elemen-elemen dalam komik menyediakan penceritaan tingkat menengah dan hiburan visual yang dapat memberikan kegembiraan dan informasi kepada siapa saja tanpa memandang usia diseluruh dunia. Komik akan lebih tepat jika di terapkan pada anak dengan tahap operasi konkret umur 7-11 tahun atau pada usia sekolah dasar dan menengah pertama awal, dimana pada usia-usia ini para anak lebih menyukai hal-hal yang berhubungan dengan permaianan dan gambar. Menurut Jean piaget 2001 :87 tahap operasi konkret ini dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibilitas dan kekekalan. Pemikiran anak dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat berpikir serasi. Meskipun demikian, pemikiran logis dengan segala unsurnya masih terbatas diterapkan pada benda-benda yang konkret. Pemikiran itu belum diterapkan pada kalimat verbal, hipotesis dan abstrak. Maka anak pada tahap ini masih kesulitan yang mempunyai segi dan varibel terlalu banyak. Itulah sebabnya anak pada tahap ini lebih menyukai hal yang berhubungan dengan permainan. Komik dan pelajaran IPS khususnya materi sejarah merupakan dua hal yang berbeda bahkan saling bertolak belakang. Komik terdiri dari serangkaian cerita yang diceritakan secara singkat dan menarik, namun isi cerita dari komik kadang tidak mendidik Isna, 2009. Sedangkan sejarah adalah mata pelajaran yang berisi tentang teori-teori dan hal-hal mengenai masa yang telah lampau dengan materi yang cukup panjang dan terkesan monoton. Jika pelajaran sejarah dikemas dalam bentuk komik maka hal tersebut adalah inovasi bagi pembelajaran sejarah. Berdasarkan uraian permasalahan di atas historical comic dapat digunakan untuk mengatasi atau meminimalkan masalah-masalah yang selama ini melingkupi kondisi pembelajaran sejarah di sekolah terutama kelas VII SMP Negeri 1 Kalinyamatan Jepara. Historical comic diharapkan mampu membuat siswa lebih memahami materi tentang perkembangan kehidupan pada masa pra-aksara meski dalam waktu yang cukup singkat. Selain itu minat baca para siswa-siswi pun akan meningkat, karena komik merupakan bentuk bacaan yang ringan. Hal ini akan mempengaruhi minat siswa terhadap mata pelajaran IPS materi sejarah. Dengan kata lain, ketika mengaplikasikan materi sejarah dalam sebuah komik, akan ada dua manfaat yang didapat para pembaca dalam hal ini siswa SMP kelas VII. Pertama, siswa mendapatkan pengetahuan mengenai materi peninggalan-peninggalan kebudayaan pada masa bercocok tanam dengan cara yang lebih menarik. Kedua adalah minat siswa siswi SMP kelas VII terhadap pelajaran IPS materi sejarah akan lebih meningkat. Oleh karena itu, peneliti menggunakan judul ”HISTORICAL COMIC SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS MATERI SEJARAH PADA POKOK BAHASAN PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASA PRA-AKSARA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALINYAMATAN JEPARA” dengan harapan historical comic mampu meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran IPS materi sejarah.

1.2 Rumusan Masalah