BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres Kerja
Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik badan, atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak
dan tidak terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada
batas atau melebihi batas kemampuan subyek Cooper,1994.
Menurut Hager 1999, stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu
dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor sumber stres tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis.
Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi Diana, 1991.
Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Stressor yang sama dapat
dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak
Universitas Sumatera Utara
berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu
dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respons yang akan muncul Selye,1956.
Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor.
Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi
situasi yang stressful. Sehingga respons terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.
2.2. Jenis-Jenis Stres
Quick dan Quick 1984 mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
Eustress , yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif,
dan konstruktif bersifat membangun. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
Distress , yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif, dan destruktif bersifat merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat
Universitas Sumatera Utara
ketidakhadiran absenteeism yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Stres kerja Hans Selye, 1950 adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasannya, misalnya bagaimana respons tubuh
seseorang manakala seseorang mengalami beban kerja yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan fungsi organ tubuh, maka di
katakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ia mengalami gangguan pada satu organ atau lebih sehingga yang bersangkutan tidak
lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut distres Dadang Hawari 2004
Stres sebagai definisi kerja mengemukakan stres sebagai tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses
psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan atau fisik
terhadap seseorang. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Beerhr dan Newman Luthans,
1996 yang mendefenisikan stres kerja yaitu sebagai suatu kondisi yang timbul karena adanya interaksi individu dan pekerjaan yang di tandai adanya perubahan dalam diri
individu yang mendorong individu melakukan penyimpangan tidak berfungsi secara normal
Robins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu di hadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang di
Universitas Sumatera Utara
peroleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan Robbins dalam Dwiyanti, 2001
Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Defenisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang
menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap sresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan
dengan respons individu. Pendekatan stimulus - respons mendefenisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respons individu. Stres
di pandang tidak sekadar sebuah stimulus atau respoans, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu
untuk memberikan tanggapan. Menurut Hager 1999, stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya
bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor sumber
stres tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa
yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari
situasi yang dihadapi Diana, 1991. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana
pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa dan kecendrungan individu untuk memberikan tanggapan.
Universitas Sumatera Utara
Landy dalam Margiati 1999, memahami stres sebagai ketidak seimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekwensi
penting bagi dirinya. Pada kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Aamodt dalam Margiati 1999 memandang stres sebagai respons adaptif yang merupakan karakteristik individual dan
konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidak seimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaannya. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres
seorang karyawan. Masalah stres kerja didalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien didalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan
mengalami gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil,
sikap yang tidak mau bekerjasama, perasaan tidak mau terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Faktor-faktor yang menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima Kategori
Kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta
struktur dan iklim organisasi Hurrel Munandar, 2001
1. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup : kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari risiko dan bahaya.
a. Tuntutan fisik: Kondisi kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis diri
seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres stresor. Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran kita, juga dapat menimbulkan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi
demikian memudahkan timbulnya kecelakaan, misalnya tidak mendengar suara- suara peringatan sehingga timbul kecelakaan, bising yang berlebih sekitar 80
desibel yang berulang kali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari bising yang berlebih ialah
Universitas Sumatera Utara
mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres yang lain, dan menurunkan motivasi kerja Anonymous,2008
b.Tuntutan tugas: Penelitian menunjukkan bahwa shift kerja malam merupakan sumber
utama dan stres bagi para pekerja pabrik. Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut dari pada para pekerja pagi
siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut. Beban kerja berlebih dan beban kerja
terlalu sedikit bekerja berlebih terlalu sedikit “kuantitatif”, yang timmbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak sedikit diberikan kepada
tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih terlalu sedikit “kualitatif”, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dapat
menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Beban berlebih secara fisikal
ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan.
Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat
dan cermat. Pada saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir dead line justru
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau
menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif. Beban kerja terlalu sedikit
kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul
rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan
berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk
bertindak tepat dalam keadaan darurat. Beban berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia makin beralih titik beratnya pada
pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat dengan mudah berkembang
menjadi beban berlebihan kualitatif jika kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki.
Pada titik tertentu kemajemukan pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destruktif. Pada titik tersebut kita telah melewati kemampuan kita untuk
memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif. Timbullah kelelahan mental dan reaksi-reaksi emosional dan fisik. Penelitian menunjukkan
bahwa kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebih kualitatif. Beban terlalu
Universitas Sumatera Utara
sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk
mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi
yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia ”tidak maju-maju”, dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya
Anonymous, 2008
2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan
sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Tenaga kerja tidak selelu berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres, yaitu meliputi konflik peran dan ketatalaksanaan peran.
a. Konflik Peran
Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya:
- Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara
tanggung jawab yang ia miliki. -
Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
- Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya,
atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya. -
Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya
b. Ketatalaksanaan peran: Jika seorang pekerja tidak memiliki cukup informasi
untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan ketatalaksanaan meliputi: ketidakjelasan dari tujuan- tujuan kerja.
- Kesamaan tentang tanggung jawab
- Ketidakjelasan tentang prosedur kerja
- Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain
- Kurang adanya ketidakpastian tentang produktifitas kerja
Stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa tak
berguna, rasa harga diri menurun, tidak ada motivasi kerja, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bertambah cepat, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan, bila pekerja mengalami depresi Anonymous, 2007.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengembangan Karir Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
- Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
- Peluang mengembangkan keterampilan yang baru
- Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir -
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi
yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan
ketatalaksanaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerjaan dan ketegangan psikologikal dalam bentuk
kepuasan pekerjaan yang rendah, penurun dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya Munandar, 2001.
5. Struktur dan Iklim Organisasi Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta pada support sosial.
Universitas Sumatera Utara
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Anynomous, 2008.
2.2.2. Proses Stres
Dalam peristiwa terjadinya stres, ada tiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainnya Nasional, 2000 yakni:
2. Hal, peristiwa, keadaan, orang yang menjadi sumber stres stressor jika
dipandang secara umum, hal-hal yang menjadi sumber stres dipahami sebagai rangsangan stimulus.
3. Orang yang mengalami stres the stressed, kita dapat memusatkan perhatian
pada tanggapan respons orang tersebut terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang tersebut terhadap sumber stress dapat
dipengaruhi pada psikologis dan fisiologis. Tanggapan ini disebut strain, yaitu tekanan atau tanggapan yang dapat membuat pola pikir, emosi dan
perilakunya kacau, dapat membuat gugup dan gelisah. Secara fisiologis kegugupan dan kegelisahan itu dapat menyebabkan denyut jantung yang
cepat, perut mual, mulut kering, banyak keringat dan lain-lain. 4.
Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab transaction. Hubungan itu merupakan proses, yaitu ada penyebab
stres dan pengalaman individu yang terkena stres saling terkait.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan cara, kemampuan dan keberhasilan seseorang dalam menanggapi hal-hal yang mendatangkan stres tersebut, maka orang dapat
mengalami stres yang berbeda-beda ada yang tidak terkena, ada yang terkena sedikit dan waktunya singkat, dan ada yang berat serta berkelanjutan.
Dadang Hawari 2001 menyatakan bahwa tahapan stres sebagai berikut:
a. Stres tahap pertama paling ringan, yaitu stres yang disertai perasaan nafsu
bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak
segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman bowel
discomfort , jantung berdebar dan otot kaku. Hal tersebut karena cadangan
tenaga tidak memadai. c.
Stres tahap ketiga, yaitu stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur kadang-kadang diare, otot kaku, emosional, insomnia, mudah dan sulit tidur
kembali middle insomnia, bangun terlalu pagi dan sulit tidur, gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan kulit, kepala pusing, migran, kanker,
ketegangan otot. d.
Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari loyo, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
Universitas Sumatera Utara
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta
timbul ketakutan dan kecemasan. e.
Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental physical and psyhological exhaustion, ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam paling berat, yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda
seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, pingsan atau collaps.
Timbulnya stres kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap Nasution, 2000 yaitu:
a. Reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa gejala
tanda, namun masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri. b.
Reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimun dan pada masa tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stres ini terus berlanjut dan
mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi maka berlanjut ke fase ketiga.
c. Kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi telah collps layu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Gejala Stres
Herry Beehr dan Newman, 1987 membagi gejala dan tanda stres menjadi tiga gejala yakni: gejala fisik, gejala psikologis dan gejala perilaku.
a. Gejala Fisik
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, gangguan lambung, mudah lelah disebabkan meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin.
b. Gejala Psikologis
Kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual,
mengurung diri, ketidakpuasan kerja, kebosanan, lelah mental, mengasingkan diri, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas,
kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri merupakan gejala dari depresi.
c. Gejala Perilaku
Menunda atau menghindari pekerjaan, penurunan prestasi dan produktivitas, minum-minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, sering
mangkir kerja, makan yang tidak normal, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, ngebut dijalan, meningkatnya agresifvitas dan krimininalitas,
Universitas Sumatera Utara
penurunan hubungan interpersonal dengan keluarga serta teman serta kecendrungan bunuh diri.
Selama stres berlangsung, akan menimbulkan reaksi kimiawi dalam tubuh manusia neurotransmitter yang mengakibatkan perubahan-perubahan,
antara lain meningkatnya tekanan darah, metabolisme meningkat. Reaksi kimia tersebut pada dasarnya merupakan senjata yang diperlukan manusia
untuk menghadapi dan menyesuaikan terhadap gangguan-gangguan diatas. Masalahnya terletak pada karakteristik sosio kultural masyarakat sekarang
yang semakin tidak toleran dengan penggunaan ”senjata” tersebut diatas, sehingga reaksi kimia yang tidak tersalurkan justru meninbulkan reaksi balik
yang menjadi bumerang bagi yang bersangkutan Anoraga, 2006.
Dalam hubungan dengan gangguan pada badan, dikatakan bahwa stres emosional mempengaruhi otak, yang kemudian melalui sistem nurohormonal
menyebabkan gejala-gejala badaniah yang dipengaruhi oleh hormon Adrenalin dan sistem saraf otonom. Adrenalin yang meningkat
menimbulkan kadar asam lemak bebas meningkat dan ini merupakan persediaan sumber energi ekstra. Bilamana peningkatan ini tidak disertai
kegiatan fisik, energi ekstra ini tidak dibakar habis dan akan diubah hati menjadi lemak dan kolesterol dan trigliserid yang kemudian menimbun pada
dinding pembuluh darah, termasuk pembuluh jantung koroner, terjadinya
Universitas Sumatera Utara
penyakit jantung kororner. Selanjutnya terjadi kenaikan tekanan darah, denyut jantung yang bertambah, dan keduanya mengakibatkan gangguan pada kerja
jantung bahkan mudah menimbulkan kematian mendadak atau serangan jantung MCI Anonymous, 2008.
Pada sistem saraf otonom, menimbulkan gejala seperti keluarnya keringat dingin keringat pada telapak tangan, rasa panas dingin badan, asam
lambung yang meningkat sakit maag, kejang lambung dan usus, mudah kaget, gangguan seksual dan lain-lain. Gejala stres yang berat menyebabkan
hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stres tidak hanya mengenai
gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan psikologikpsikiatrik misalnya kecemasan dan atau
depresi.
Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan lainnya, juga menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Dalam lingkungan
kerja ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami keadaan stres. Secara umum terdapat tiga buah pendekatan untuk membahas masalah stres
dalam ruang lingkup organisasi. Pendekatannya pertama berorientasi pada karakteristik objektif dari berbagai situasi kerja yang dapat menimbulkan
stres. Pendekatan kedua mengacu pada karakteristik individu sebagai
Universitas Sumatera Utara
penyebab utama stres. Pendekatan ketiga meninjaunya melalui acuan interaksi antara situasi objektif dan karakteristik individu Anonymous, 2008.
2.2.4. Dampak Stres Kerja
a. Pada Perusahaan
Rini 2002 mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Stres yang dihadapi oleh karyawan
berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja adalah:
a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja b.
Menganggu kenormalan aktivitas kerja c.
Menurunkan tingkat produktivitas d.
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan
b. Pada Karyawan
Pengaruh stres kerja yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi
bersifat psikis maupun fisik. Pekerja atau karyawan yang stres akan
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan perubahan perlaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa
perilaku melawan stres flight atau freeze berdiam diri. Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung
situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain Margiati, 1999.
a. Bekerja melewati batas kemampuan
b. Keterlambatan masuk kerja yang sering
c. Ketidakhadiran pekerjaan
d. Kesulitan membuat keputusan
e. Kesalahan yang sembrono
f. Kelalaian menyelesaikan pekerjaan
g. Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri
h. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
i. Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah
tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Dewasa ini konsep tentang stres kerja telah menjadi perhatian nasional bahkan dunia, karena peningkatan jumlah klaim ketidakmampuan
berdasarkan faktor-faktor terkait stres. Kemajuan teknologi tampaknya
Universitas Sumatera Utara
memperlambat kemampuan kita untuk mempertahankan produktivitas, dan merasa hanya memiliki sedikit kendali bahkan tidak memiliki kendali sama
sekali. Menjadi lebih rentan terhadap bahaya stres kerja, karena menghabiskan sebagian besar waktu di tempat kerja dan stres kerja dengan
cepat menjadi isu pelayanan kesehatan nasional, strategis menajement stres sangat penting untuk membantu menjaga kesehatan optimum pekerjaan
disetiap sudut lapangan pekerjaan.
Stres mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda dan jika dibiarkan tidak ditangani akan menimbulkan kerusakan di tempat kerja.
Kerusakan itu terpendam jauh di dalam, seringkai tersembunyi, tetapi tetap ada dan membebani. Pengusaha seringkali menimbun resiko dengan
mengabaikannya. Stres, baik itu berasal dari peristiwa kehidupan pribadi kita, ditempat kerja, pada akhirnya akan mempengaruhi kita ditempat kerja.
Semakin lama hal itu diabaikan, semakin besar dampaknya. Stres kerja timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaannya. Perlu sedini
mungkin diatasi oleh pimpinan agar hal yang merugikan perusahaan dapat diatasi.
Orang-orang yang mengalai stres menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat rileks
atau memperlihatkan sikap yang tidap kooperatif. Stres kerja dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
hampir pada semua pekerjaan, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat pontensial untuk
menimbulkan stres kerja Anonymous, 2008.
2.3. Kondisi Kerja
Menurut Munandar AS 2001, kondisi kerja meliputi variabel lingkungan fisik kerja dan kodisi lama waktu kerja. Dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel tadi
dapat mempengaruhi sikap dan prilaku pekerja .Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalam kondisi kerja yang sesuai dengan situasi organisasi tertentu
termasuk bagaimana biasanya pekerjaan dilakukan, karakteristik tenaga kerja yang terlibat dan aturan standart ekternal yang sesua. Dalam psikologi industri 1998,
kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stres psikologis dan menurunkan produktivitas kerja.
a. Lingkungan Fisik Kerja