Jika alasan pengecualian hukuman ini dikaitkan dengan pertanggungjawaban pidana, maka seseorang yang perbuatannya menurut isi rumusan undang-undang
dianggap sebagai perbuatan yang dapat dihukum tindak pidana, tidak dihukum dipidana. Alasan pengecualian hukuman ini merupakan pembelaan dari pelaku
terhadap tuntutan dari perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung bagi terdakwa dari ancaman hukuman.
162
C. Prinsip Business Judgment Rule sebagai Alasan Pengecualian Hukum bagi
Direksi dalam Penjatuhan Pidana
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat suatu kewajiban bagi
setiap orang untuk turut serta memelihara lingkungan hidup. Hal ini dapat terlihat pada Pasal 67 UUPPH yang berbunyi:
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.
Serta Pasal 68 UUPPLH yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban: a.
memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup danatau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
162
Lihat, Ibid., hal 86. Dikatakan pula oleh Michael J. Allen dalam bukunya berjudul Textbook on Criminal Law, bahwa: “Where a defence operates as an excuse the culpability of the accused is
negated and he is excused from the normal consequences of conviction and sentencing… thus an excuse operates as a shield protecting the accused from conviction as sentence.”
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat ketentuan Pasal 67 dan 68 UUPPLH tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap orang wajib melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan
163
: a.
melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia; h.
mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i.
mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan j.
mengantisipasi isu lingkungan global. Makna setiap orang menurut Pasal 1 angka 32 yaitu orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dengan demikian, perusahaan dalam menjalankan kegiatannya juga harus melakukan
163
Lihat Pasal 3 UUPPLH yang menyebutkan tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Universitas Sumatera Utara
kewajiban-kewajiban yang disebutkan di dalam UUPPLH, dan juga memperhatikan tujuan dari UUPPLH tersebut.
Direksi sebagai organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh untuk melakukan pengurusan perseroan sehari-hari
164
, wajib menjalankan tugasnya dengan memegang penuh amanah dari perseroan dan tidak boleh menyalahgunakan
kedudukannya atau bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Apabila karena kelalaian anggota direksi tersebut perseroan mengalami kerugian, maka setiap
anggota direksi wajib bertanggung jawab secara pribadi.
165
Lebih lagi, berdasarkan Pasal 97 UUPT jo. Pasal 155 UUPT jo. Pasal 2 dan 4 UUPT dan kewajiban yang diatur di dalam Pasal 67 dan 68 UUPPLH serta prinsip
yang terbit dari adanya duty of care
166
, direktur perseroan tidak dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana dalam hal perseroan yang dipimpinnya mencemari
dan atau merusak lingkungan.
167
Namun, direktur juga memperoleh perlindungan terhadap tanggung jawab yang diembannya tersebut. Perlindungan tersebut diberikan kepada direktur dalam hal telah
melakukan itikad baik sehubungan dengan kelalaian, kesalahan, pelanggaran kewajiban atau pelanggaran kepercayaan. Perlindungan tersebut dikenal dengan
164
Pasal 1 angka 5 UUPT
165
Pasal 97 ayat 3 UUPT
166
Adapun prinsip yang timbul dari adanya duty of care itu yaitu: a.
Direksi mempunyai kewajiban untuk mengelola perusahaan dengan itikad baik good faith, dimana direktur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam pengelolaan perusahaan
sesuai dengan kehati-hatian care sebagaiamana orang biasa yang harus berhati-hati. b.
Kewajiban atas standar kehati-hatian ditentukan oleh kewajiban seorang direktur sesuai dengan penyelidikan yang rasional.
Dikutip dari Alvi Syahrin, 2, Op. Cit., hal 75
167
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
prinsip business judgment rule. Berikut hal-hal yang dapat meringankan direktur dari tanggungjawabnya secara keseluruhan ataupun sebagian, yaitu
168
: 1
direktur itu bertindak secara jujur, 2
direktur itu bertindak secara wajar, 3
direktur itu, dengan mempertimbangkan semua keadaan, cukup tepat untuk dimaafkan.
Meskipun prinsip business judgment rule ini hanya dapat ditemui di Negara yang menganut sistem common law. Namun, hal tersebut dapat dilihat dari dalam
Pasal 95 ayat 5 UUPT yang menyebutkan bahwa, direktur tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam hal telah terjadi kerugian pada perusahaan, apabila:
1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan; 3.
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun ttidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut. Business judgment rule terkait dengan fiduciaries duty, hal ini didasarkan pada
anggapan bahwa dalam membuat keputusan, direksi telah bertindak atas dasar informasi, itikad baik dan keyakinan yang jujur bahwa tindakan yang diambilnya
168
Lihat, P.P.S Gogna, Op. Cit, hal 270
Universitas Sumatera Utara
untuk kepentingan perusahaan. Jika semua aspek anggapan ini benar, maka setiap keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi harus dihormati.
169
169
Lihat lebih lanjut Neil I. Levy, Legal Responsibilities of Members of The Boards of Nonprofit Associations, diakses dari
http:www.asha.orguploadedFilesaboutgovernance committeesLegalResponsibilitiesLevy.pdf
, tanggal 17 juni 2011 Neil I. Levy menyebutkan bahwa business judgment rule itu terdiri dari tiga fiduciaries duty,
yaitu berupa duty to care, duty of loyalty dan duty of obidience. Di dalam artikel yang sama, diberikan penjelasan mengenai standar yang dapat digunakan dalam menjalankan fiduciaries duty tersebut.
Steps to Help Satisfy the Standard of Care. A board can preserve the benefits of the Business
Judgment Rule by following the general principles set forth below: a.
Retain competent help. The law recognizes that members of a board cannot be experts in all areas in which they are required to make decisions. Retention of qualified experts consultants,
lawyers, accountants, appraisers will help satisfy the standard of care. Use of legal counsel for internal audits of potential impropriety may also preserve privileged information from
disclosure.
b. Rely on management. State law including that of Kansas recognizes a board’s need to rely on
the advice and facts provided by the association’s officers e.g., the national office staff who are more familiar with the day-to-day operations and needs of the association. Of course, such
reliance recommendations of management.
c. Use committees. All members of the board cannot be expected to be actively involved in all
ongoing matters. Committees gather the most interested and possibly most qualified members of the board to address an issue. The board is permitted, under Kansas law, to rely on
reasonable recommendations of committees.
d. Create a record of the decision-making process. Board actions are usually questioned well
after the fact. Proving satisfaction of the duty of care is easy if the members of the board can present detailed minutes of each committee and board meeting, with all reports,
recommendations and factual data attached.
e. Promote open debate and record dissent. Passive board members may be judged solely on
their vote, while active board members can explain or support the basis of their vote, if the minutes reflect their views. Dissenting directors may request that their negative vote be
recorded. Steps to Help Satisfy The Standard of Loyalty
a. Board members should be conscious of the conflict between their personal interests and those
of the associations. b.
Board members should consider articulating and disclosing any possible conflicting interest, both on a general level and as specific conflicts arise.
c. Board members should consider not participating in the discussion and not voting if the conflict
interest is either strong enough to actually influence the member, or may reasonably appear that way.
d. Board members should consult with association counsel with respect to any questionable calls.
This serves both purposes of obtaining helpful advice and demonstrating good faith in resolving the conflict.
Steps to Help Satisfy The Standard of Obidience
a. Board members should review the dedicated purposes of the association.
b. Board members should continuously examine, together with the leadership and the national
office staff, whether proposed actions are designed to meet the association’s purposes.
Universitas Sumatera Utara
Business judgment rule tersebut, menunjukkan bahwa direktur apabila ingin menjalani tugasnya dengan aman dan nyaman, maka ia harus menjalankan semua
kewajiban dan tanggung jawabnya dengan itikad baik dan kehati-hatian. Kelalaian atau kesalahan direktur yang menyebabkan ia tidak menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya secara itikad baik dan penuh dengan kehati-hatian dapat mengakibatkan ia dianggap tidak melaksanakan kewajibannya.
Di dalam hukum pidana, orang yang lalai atau alpa terhadap kewajiban- kewajibannya sehingga mengakibatkan terjadinya suatu tindak pidana, maka orang
tersebut dapat dicela karena melakukan perbuatan pidana, meskipun perbuatan itu tidak sengaja dilakukannya. Dalam hal ini celaan bukan disebabkan oleh karena
melakukan perbuatan yang diketahui sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tetapi disebabkan oleh karena tidak menjalankan kewajiban-kewajiban
yang seharusnya dilakukan olehnya, sehingga karenanya masyarakat dirugikan. Dengan kata lain perbuatan tersebut terjadi karena kealpaan.
170
Celaan yang dimaksudkan di atas di dalam hukum pidana dikenal dengan istilah ‘kesalahan’. Kesalahan adalah pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat – terhadap
manusia – yang menerapkan standar etis yang berlaku pada waktu tertentu – terhadap manusia yang melakukan perilaku menyimpang yang sebenarnya dapat
dihindarinya.
171
c. Board members should annually review activities for conformity with the association’s self-
espoused objectives.
170
Bandingkan dengan Jan Remmelink, Op. Cit., hal 142-145
171
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam hukum pidana juga terdapat sebuah arrest yang dikenal dengan istilah arrest susu. Arrest tersebut yaitu mengenai seorang penjual susu yang menjual susu
yang telah dicampur dengan air. Pencampuran susu tersebut merupakan tindakan yang dilarang oleh peratuan setempat. Namun kemudian pengantar susu tersebut
dianggap tidak bersalah, dikarenakan dia tidak mengetahui bahwa susu yang dijualnya tersebut telah dicampur air. Maka majikannya, sebagai orang yang
mencampur susu tersebut dengan airlah yang dituntut dan dihukum bersalah karena telah melakukan delik tersebut.
Makna dari arrest tersebut di atas menyatakan bahwa seorang pelaku tidak dapat atau tidak layak dipidana dikarenakan tiadanya kesalahan. Kesalahan yang
dimaksud disini yaitu kemungkinan menghindari dilakukan suatu tindakan yang tercela verwijtbare verwijdbaarheid. Dalam konteks itu pula kesalahan sama sekali
avas; afwezigheid van alle schuld dan putusan lepas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum ontslag van alle rechtvervolging layak diputuskan.
172
Makna dari arrest tersebut dapat dianalogikan kepada kedudukan direktur di dalam suatu korporasi. Dalam kondisi direktur telah melaksanakan tugasnya dengan
itikad baik dan penuh kehati-hatian. Namun tindak pidana tetap terjadi dikarenakan korporasi yang melakukannya, maka direksi tersebut dapat dikecualikan dari
hukuman atau pertanggungjawaban pidana yang semestinya diembannya.
172
Ibid., hal 279
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga ditegaskan oleh James Gobert dan Maurice Punch
173
yang menyatakan dalam banyak kasus-kasus hukum berupa pelanggaran yang dilakukan
perusahaan terjadi bukan dikarenakan tindakan atau perbuatan salah atau menyimpang yang dilakukan individu yang ada di dalam perusahaan, melainkan
dikarenakan jalan yang ditempuh perusahaan dalam melakukan bisnisnya belum mampu untuk menjawab resiko kejahatan. Seringkali asal mula terjadinya suatu
tindak pidana itu berasal dari etos dan budaya yang membuat perusahaan semakin banyak memperoleh keuntungan.
Dengan adanya pengaturan mengenai alasan pengecualian hukuman di dalam hukum pidana, apabila terjadi tindak pidana korporasi, maka direksi sebagai pengurus
korporasi yang telah menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian, namun terjadi tindak pidana, maka ia tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Apalagi dengan adanya prinsip business judgment rule yang secara implisit tersirat di dalam Pasal 97 ayat 5 UUPT,
maka perlindungan terhadap direktur pun semakin besar. Sehingga direktur tidak harus bertanggung jawab apabila terjadi tindak pidana, termasuk tindak pidana
lingkungan hidup. Perlu ditegaskan lebih lanjut, bahwa penerapan prinsip business judgment rule
sebagai alasan pengecualian hukuman bagi direksi ini hanya berlaku apabila direksi tersebut mampu membuktikan bahwa dirinya telah menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Apabila direksi tidak
173
James Gobert, Maurice Punch, Op. Cit., hal 80
Universitas Sumatera Utara
dapat membuktikan bahwa ia telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian, maka prinsip business judgment rule ini
tidak dapat dijadikan alasan pengecualian hukum bagi direksi, sehingga direksi harus bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang terjadi tersebut.
Singkatnya, sebelum menerapkan prinsip business judgment rule, harus diperhatikan terlebih dahulu akuntabilitas dari direksi tersebut. Hal ini dikarenakan
pengadilan lebih bersedia untuk menemukan kegiatan yang dilakukan oleh direktur dengan itikad tidak baik atau kesalahan yang dibuat dengan sengaja. Ini menunjukkan
bahwa diperlukan pengacara perusahaan yang dapat memberikan rekomendasi berupa nasihat kepada direktur mengenai bagaimana dalam bertindak dengan itikad baik dan
membuat keputusan. Semakin baik prosesnya, maka semakin kecil kemungkinan pengadilan menebak-nebak aksi dari direktur tersebut. Rekomendasi tersebut tidak
harus baru, namun harus diterima, dicatat dan dipertimbangkan dalam membuat keputusan. Rekomendasi tersebut dapat berupa:
174
a. Focusing on and deciding important matters. Courts will defer to directors
business judgment only if the directors have looked at the question and used their business judgment in deciding it. It does not help see Disney I and
Abbott if directors close their eyes to, rather than trying to wrestle with, a major issue they know about.
b. Seeking information. In order to make an informed decision in good faith, the
directors should probe to obtain the requisite information and assure themselves that the officers have done their homework to ground their
recommendation. The board should actively do this and create a clear evidentiary trail of that effort.
c. Acting on an informed basis. As the Delaware courts put it, a director must act
after considering the material facts that are reasonably available. Care should
174
Lorandos Joshi, The Business Judgment Rule Amid the Recent Corporate Scandals, http:www.lorandoslaw.comPublicationsIn-the-Shadows.shtml
diakses tanggal 17 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
be taken so that pertinent reports are disseminated to the board well before a decision is made. It did not help in the Disney case that the compensation
committee had not bothered to read the draft employment contract or the termination agreement.
d. Relying on experts when appropriate. Corporation statutes protect directors
who, in discharging their duties, rely in good faith on information presented to the company by a professional about matters the directors reasonably believe
are within that persons professional competence. Directors should have the intricate or technical matters explained to them by a knowledgeable expert, and
the minutes or other record should indicate this.
e. Identifying and minimizing conflicts of interest. The directors should not have
material interests that conflict with those of the company. Conflicts must be identified fully and addressed by directors who are fully independent. As the
Oracle Corp Derivative Litigation case makes clear, appearances count.
f. Acting in the best interest of the corporation. The directors basic duty is to
maximize the shareholders return and advance the best interests of the corporation. The board must make a real effort to do this and should keep a
record of those efforts. Lebih lanjut, di dalam hukum pidana, dikenal dengan unsur melawan hukum.
Ada dua ajaran berbeda mengenai luas batas unsur melawan hukum, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil. Menurut paham melawan hukum
formil
175
, sesuatu perbuatan hanya dapat dipandang bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusan dari suatu
tindak pidana menurut undang-undang. Sedang menurut paham melawan hukum materil
176
, suatu perbuatan dapat dipandang bersifat melawan hukum apabila
175
Ajaran sifat melawan hukum formil, yaitu apabila suatu perbuatan telah memenuhi semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada
alasan-alasan pembenar, maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-undang.
176
Ajaran sifat melawan hukum materil hanya dapat diterima dalam fungsinya yang negatif, dalam arti bahwa suatu perbuatan dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum, apabila secara
materil perbuatan itu tidak bertentangan dengan hukum.
Universitas Sumatera Utara
peruatan tersebut telah memenuhi unsur yang terdapat dalam hukum tertulis dan asas- asas hukum umum hukum yang tidak tertulis.
177
Dengan melihat ketentuan tersebut, maka sangatlah tidak adil apabila seorang direktur yang telah melakukan itikad baik dan penuh kehati-hatian di dalam membuat
keputusannya, dinyatakan telah melakukan perbuatan yang dapat dicela atau melakukan perbuatan yang melawan hukum. Menurut ajaran melawan hukum materil
yang negatif, menyatakan bahwa unsur di luar ketentuan-ketentuan hukum dapat dijadikan alasan sebagai pengecualian perbuatan melawan hukum.
177
Alvi Syahrin, Sifat Melawan Hukum wederrechtelijk, diakses dari http:alviprofdr.blogspot.com201011melawan-hukum.html
, tanggal 17 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN