berkaitan dengan tindak pidana korporasi, khususnya terhadap tindak pidana lingkungan hidup, serta menerapkan prinsip business judgment rule dalam
pertanggungjawaban pidana direksi. Dengan demikian manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Diketahuinya prinsip business judgment rule di dalam pertanggungjawaban
korporasi. 2.
Diketahuinya ketentuan pertanggungjawaban pidana direksi menurut perundang-undangan yang berlaku saat ini terkait kasus Tindak Pidana
Lingkungan Hidup TPLH. 3.
Diketahuinya prinsip business judgment rule sebagai alasan pengecualian hukum dalam pengaturan tindak pidana.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian mengenai
“Pertanggungjawaban Pidana Direksi terkait Prinsip Business Judgment Rule
terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup” belum pernah dilakukan. Walaupun
telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana ataupun tindak pidana lingkungan hidup, namun aspek
yang dibahas berbeda. Maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabakan, karena dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Konsep dari prinsip business judgment rule, berasal dari Amerika, bertujuan untuk mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika untuk mempertanyakan
pengambilan usaha oleh direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa mereka, para
anggota direksi, telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan perseroan.
40
Dalam Black’s Law Dictionary, business judgment rule adalah
41
“rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within
power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and in good faith”.
Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan
bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.
42
40
Lipton dalam Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi Komisaris Jakarta: PT ForumSahabat, 2008, hal. 57
41
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, St. Paul. Minn: West Group, 6th ed, 1999, hal. 200
42
Gunawan Widjaja, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana berkaitan erat dengan unsur kesalahan.
43
Menurut Sauer terdapat tiga pengertian dasar dalam hukum pidana, yaitu: a. Sifat melawan hukum unrecht; b. Kesalahan schuld; dan c. Pidana
straf.
44
Tiga persoalan dalam hukum pidana tersebut menyangkut pidana dan pertanggungjawaban pidana korporasi yang aktivitasnya dijalankan oleh para
pengurus seperti manajer maupun direksi korporasi. Tiga persoalan yang dimaksud yaitu perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, dan
pidana.
45
Hukum Pidana mengenal alasan pengecualian hukum yang merupakan alasan untuk menghilangkan atau menghapus pidana. Hal ini terkait pada ikhwal alasan-
alasan yang meniadakan pidana yang ketentuannya diatur dalam Pasal 44, Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 KUHP. Alasan peniadaan pidana ini tercipta dikarenakan
adanya bahaya atau kemungkinan nyata penjatuhan pidana secara tidak benar khususnya bekaitan dengan adanya suatu kekhilafan yang dapat dimaafkan sekalipun
dalam penetapan pidana hal itu tidak akan menjadi persoalan besar, mengingat luasnya ruang gerak room for manoeuvre hakim.
46
Alasan pengecualian hukum tersebut mengimplikasikan bahwa setiap kali perlu dilakukan koreksi berdasarkan ukuran kelayakan dan bahwa terkadang dapat
dirumuskan suatu ukuran atau tingkat kesalahan minimum baik dari sejarah
43
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hal. 86
44
Sauer dalam Sudarto, Ibid., hal. 62
45
Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia Strict Liability dan Vicarious Liability, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 4
46
Lihat, Jan Remmelink, Op. Cit., hal 278
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan maupun penafsiran yang pantas dari ketentuan perundang- undangan.
47
Dalam hukum perusahaan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengelolaan dan pengurusan suatu perusahaan merupakan tugas dan tanggung jawab
anggota direksi dari perusahaan tersebut. Tugas dan tanggung jawab direksi tersebut mengakibatkan direksi harus bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang
dilakukan perusahaan. Terkadang direksi harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang tidak dia lakukan. Untuk itulah dibuat prinsip business judgment rule.
Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi seorang direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-
pembenaran keputusan bisnis dimana perintah-perintah yang ditujukan kepada Dewan Direksi, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang
menitikberatkan kepada keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan.
48
Pengaturan mengenai prinsip business judgment rule ini diatur dalam Pasal 97 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
49
, pasal ini menganut prinsip penegakan tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap
setiap anggota direksi atas kesalahan dan kelalaian pengurusan yang dijalankan anggota direksi yang lain. Namun penerapan prinsip itu dapat disingkirkan oleh
47
Ibid., hal 280
48
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya, Http:bismar.wordpress.com200906Kejahatan-Korporasi-Dan-Pertanggungjawabannya.Pdf
, Diakses Tanggal 13 Februari 2009
49
Penyebutan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya di dalam tesis ini disebut sebagai UUPT.
Universitas Sumatera Utara
anggota direksi yang tidak ikut melakukan kesalahan dan kelalaian, apabila anggota direksi yang bersangkutan “dapat membuktikan” hal berikut:
50
a. Kerugian perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,
b. Telah melakukan dan menjalankkan pengurusan perseroan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar,
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan, dan d.
Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Menurut penjelasan pasal 97 ayat 5 huruf d UUPT, yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian”, termasuk
juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian antara lain melalui forum rapat direksi.
Untuk menilai apakah direksi melakukan pengawasan yang cukup terhadap kegiatan-kegiatan operasional korporasi dalam kaitannya dengan pengelolaan
lingkungan hidup, dapat dilihat dari
51
: a.
Partisipasi direksi di dalam penciptaan dan persetujuan atas rencana bisnis korporasi yang ada kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup;
b. Partisipasi aktif di bidang manajemen, khususnya menyangkut kegiatan yang
berkaitan dengan B3;
50
Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 386
51
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Lingkungan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Jakarta: PT. Sofmedia, 2011, hal 79
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan pengawasan terhadap fasilitas-fasilitas korporasi secara berulang-
ulang; d.
Mengambil tindakan terhadap karyawanbawahan yang melanggar ketentuan- ketentuan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
e. Menunjukmengangkat individu yang memiliki kualitas dan kemampuan untuk
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup korporasi; f.
Menunjukmengangkat konsultan yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan secara berkala;
g. Permintaan untuk mendapatkan perangkatinstrumen guna membantu
manajemen maupun operasional korporasi dalam menaati hukum lingkungan; h.
Meminta laporasn secara berkala kepada penanggungjawab pengelolaan lingkungan korporasi yang menyangkut pencegahan dan perbaikan;
i. Meminta kepada manajemen korporasi untuk menerapkan program yang dapat
meminimalisir kesalahan karyawan dan melaksanakan program penyuluhan; j.
Menyediakan cadangan ganti kerugian yang memadai dalam tanggung jawab korporasi terhadap kemungkinan kerugian lingkungan;
k. Direksi korporasi yang peka terhadap masalah lingkungan harus menguji ganti
rugi yang memadai, mencakup tanggung jawab lingkungan secara khusus; l.
Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap kebijakan tanggung jawab direksi dan pejabat, sehingga dari aspek komersil perusahaan ansuransi dapat
memberi dana yang memadai. Apabila direksi telah mengambilmelakukan langkah-langkah tersebut, maka
tanggung jawab lingkungan direksi dapat berkurang. Tindakan direksi tersebut setidak-tidaknya hanya dapat dikategorikan sebagai kealpaan neglience bukan
kesengajaan.
2. Konsep Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan di
dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk dijelaskan beberapa kerangka konseptual sebagaimana yang terdapat di bawah ini.
a. Lingkungan Hidup, yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
b. Tindak Pidana Lingkungan Hidup, yaitu tindakan mencemarkan atau merusak
lingkungan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 115 UUPPLH. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sedangkan perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
c. Pertanggungjawaban Pidana, yaitu kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku
dalam hubungannya dengan perbuatannya yang dapat dipidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena perbuatannya itu.
d. Alasan Pengecualian Hukum, yaitu alasan penghapusan pidana yang dapat
dibagi menjadi dua, yaitu: alasan pemaaf yang merupakan alasan yang menghapuskan kesalahan dari si pelakuterdakwa, dan alasan pembenar yang
merupakan alasan menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. e.
Direksi, yaitu organ perseroan yang mempunyai kedudukan kewenangan atau memiliki kapasitas dan kewajiban dalam menjalankan pengurusan dan mewakili
perseroan, sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat, yang dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
f. Perusahaan, yaitu Perseroan Terbatas, yang juga disebut perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 40 tahun 2009 serta peraturan
pelaksanaannya g.
Business Judgment Rule, yaitu perlindungan terhadap direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selama hal tersebut
dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik. Hal ini diatur di dalam Pasal 97 ayat 5 UUPT No. 40 tahun 2007, yang
berbunyi: a
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b
telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; d
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
h. Good Faith, yaitu itikad baik yang di dalam pelaksanaannya memenuhi prinsip
wajib dipercaya fiduciary duty, wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar duty to act for a proper purpose, wajib patuh menaati peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan statutory duty, wajib loyal terhadap perseroan loyalty duty
i. Fiduciary Duty, yaitu setiap anggota direksi “wajib dipercaya” dalam
melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan. Seperti yang disebutkan di dalam Pasal 97 ayat 1 UUPT No. 40 tahun 2007, yang berbunyi:
“Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 1”.
Dan Pasal 98 ayat 1, yang berbunyi: “Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan”.
j. Corporate Opportunity, yaitu prinsip yang menyatakan pengurus wajib
melakukan tindakan yang menguntungkan perusahaan, tidak boleh mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 97 ayat 2
yang berbunyi: “Pengurusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, wajib dilaksanakan
setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab” Dan juga Pasal 99 ayat 1 yang berbunyi:
“Anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila: a.
terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direski yang bersangkutan; atau
b. anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan
dengan perseroan.”
Universitas Sumatera Utara
k. Ultra Vires, yaitu perbuatan direksi yang melampaui kewenangan yang diatur
di dalam Anggaran Dasar. Hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat 3, yang berbunyi:
“Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.” Selain itu prinsip ini juga diatur dalam Pasal 114 ayat 3 yang berbunyi:
“Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2.” l.
Self Dealing, yaitu prinsip yang menyatakan direksi tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini diatur dalam Pasal 97
ayat 5 huruf c yang berbunyi: “Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan: c
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas”.
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian