Sanksi Pidana dalam UUPPLH

pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi kini dan generani pendatang. 113

B. Sanksi Pidana dalam UUPPLH

Ciri utama hukum pidana terletak pada penjatuhan sanksi pidana yang memberikan penderitaan kepada orang yang melakukan kesalahan. Pemidanaan dalam fungsi klasiknya merupakan upaya pengenaan penderitaan sebagai pembalasan atas kesalahan dan ketercelaan perbuatan pelaku. Namun saat ini, fungsi pembalasan tersebut lebih sebagai upaya pencegah pelaku untuk tidak melakukan lagi pelanggaran hukum serta dalam rangka melindungi obyek hukum. 114 Penegakan hukum pidana merupakan ultimum remedium atau upaya hukum terakhir. Hal ini dikarenakan penegakan hukum pidana bertujuan untuk menghukum pelaku dengan hukuman penjara atau denda. Penegakan hukum pidana tidak berfungsi untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar. Akan tetapi, penegakan hukum pidana ini dapat menimbulkan faktor penjera deterrant factor yang sangat efektif. Sehingga, dalam praktiknya penegakan hukum pidana selalu diterapkan secara selektif. 115 Di dalam UUPPLH, penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana 113 Lihat Pasal 1 angka 3 UUPPLH 114 Lihat, Alvi Syahrin, 2, Op. Cit., hal 82 115 Lihat, Sukanda Husni, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 121 Universitas Sumatera Utara sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Namun, penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan, seperti yang diatur dalam Pasal 100 UUPPLH. Sementara untuk tindak pidana lainnya yang diatur selain dalam Pasal 100 UUPPLH, tidak berlaku asas ultimum remedium, melainkan yang diberlakukan yaitu asas premium remedium, yaitu asas yang mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana. Tindak pidana lingkungan di dalam UUPPLH, diatur dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 115 UUPPLH. Jika dilihat dengan cara metode konstruksi hukum, maka inti dari tindak pidana lingkungan di dalam UUPPLH, yaitu “mencemarkan atau merusak lingkungan”. Secara otentik istilah “pencemaran lingkungan hidup”, dicantumkan pada Pasal 1 angka 14 UUPPLH adalah: “masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”. Dari isi pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui unsur-unsur yang dimaksud dengan “pencemaran lingkungan hidup’, yaitu: 1. Masuknya atau dimasukkannya: a. makhluk hidup, b. zat, c. energi, danatau Universitas Sumatera Utara d. komponen lain ke dalam lingkungan; 2. Dilakukan oleh kegiatan manusia; 3. Mengakibatkan terlampauinya baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Untuk menentukan telah terjadi suatu pencemaran lingkungan hidup atau tidak, Pasal 20 ayat 1 UUPPLH menyatakan yang menjadi ukurannya yaitu baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan berdasarkan Pasal 1 angka 13 UUPPLH, yaitu: “ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada danatau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.” Sedangkan pengertian istilah “perusakan lingkungan hidup’ secara otentik dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16, yaitu: “tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, danatau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Dari ketentuan tersebut di atas, maka unsur-unsur dari suatu “perusakan lingkungan hidup”, yaitu: 1. adanya tindakan; 2. menimbulkan a. perubahan langsung atau b. tidak langsung terhadap sifat fisik, danatau hayati lingkungan; 3. melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Universitas Sumatera Utara Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan atau tidak, Pasal 21 ayat 1 UUPPLH menyatakan bahwa hal ini ditetapkan dengan adanya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, menurut Pasal 1 angka 15 UUPPLH, yaitu ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Melihat ketetuan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik perumusan tindak pidana pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup dalam UUPPLH tidak lagi luas dan abstrak, sebagaimana pengaturan di dalam undang- undang yang lama Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini dikarenakan UUPPLH telah memberikan kata kunci bagi tindak pidana danatau kerusakan lingkungan, yaitu: “melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan” atau “melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan”. Ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam UUPPLH tersebut dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dengan memberikan ancaman sanksi pidana. 116 Selain itu dengan adanya ketentuan pidana tersebut juga melindungi kesehatan dan nyawa manusia secara individual. 117 Hal ini sesuai dengan hak asasi manusia yaitu hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat the right to a healthy environment, dan secara yuridis persoalan kejahatan lingkungan dikategorikan 116 Alvi Syahrin, 1, Op. Cit., hal 19 117 Muhammad Topan, Op. Cit., hal.74 Universitas Sumatera Utara sebagai tindak pidana administrasif administrative penal law atau tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan masyarakat public welfare offences. 118 Di Amerika Serikat, tujuan yang hendak dicapai dengan penegakan hukum pidana dalam bidang lingkungan hidup, antara lain 119 : 1. Deterrence Tujuan utama di balik penuntutan pidana adalah untuk menghentikan para kriminal atau calon kriminal untuk tidak melakukan kejahatan-kejahatan. Sanksi pidana, yang memiliki kekuatan untuk menjatuhkan hukuman berat seperti perampasan kebebasan, merupakan cara yang paling efektif untuk menghentikan tindakan-tindakan tersebut. Penggunaan kekuatan polisi negara mencerminkan keinginan masyarakat untuk memastikan bahwa bisnis-bisnis tidak lagi memandang hukuman untuk tindak pidana lingkungan hanya sebagai biaya melakukan bisnis yang akibatnya dapat diteruskan pada publik. 2. Retribution Tujuan penting yang lain dari hukum pidana adalah pembalasan terhadap kejahatan tersebut dalam bentuk hukuman. Dimana suatu pelanggaran lingkungan dapat berakibat buruk terhadap seorang individual, publik atau 118 Muladi, Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam Kaitannya Dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997”, Makalah di Seminar Nasional Kajian Sosialisasi Undang- Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 1998, hal. 3,8 119 Lihat, Ethan H. Jessup, Environmental Crimes and Corporate Liability: The Evolution of the Prosecution of “Green” Crimes by Corporate Entities, New England Law Review, Vol. 33:1, hal 1- 734. Universitas Sumatera Utara lingkungan sampai pada masyarakat menuntut adanya hukuman, maka kasus itu kemungkinan besar akan dituntut secara pidana. 3. Remediation and Public Protection Kebutuhan untuk mempercepat pemulihan atas suatu isu lingkungan merupakan suatu pertimbangan penting, berhubung perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan merupakan tujuan utama dari penegakan pidana lingkungan. Perlindungan terhadap kesehatan dan keamanan publik merupakan objek perhatian yang penting bagi instansi pemerintah. Oleh sebab itu, ancaman aktual atau ancaman potensial apa pun terhadap keamanan tersebut merupakan alasan sah untuk mengadakan penuntutan pidana dalam tindak pidana lingkungan. Masyarakat yang telah mencapai tingkat perkembangan tertentu, penerapan hukum pidananya selalu dikaitkan dengan pengaturan tata tertib ekonomi, pemeliharaan lingkungan, dan perlindungan atas kesehatan masyarakat. 120 Hukum pidana memainkan peranan dalam upaya penegakan hukum lingkungan, walaupun beban yang ditimpakan pada hukum pidana tidak melebihi kapasitas yang dimilikinya, karena dalam upaya penegakan hukum lingkungan sangat tergantung pada berbagai faktor yang hampir tidak dapat dipahami dalam keseluruhannya. 121 Ketentuan Pasal 97 UUPPLH, menyatakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan pidana UUPPLH, merupakan kejahatan. Kejahatan disebut sebagai 120 Tristam P. Moeliono, trans., Kekhawatiran Masa Kini Pemikiran Mengenai Hukum Pidana Lingkungan Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Citra Aditya, 1994, hal 7 121 Alvi Syahrin, 1, Op. Cit., hal 52 Universitas Sumatera Utara “rechtsdelicten” yaitu tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas dihukum, walaupun tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan yang terlarang di dalam undang-undang. Terkait dengan tindak pidana lingkungan yang dinyatakan sebagai kejahatan rechtsdelicten, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secara esensial bertentangan dengan tertib hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan tertib hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan membahayakan kepentingan hukum. Pelanggaran hukum yang dilakukan menyangkut pelanggaran terhadap hak atas lingkugan hidup yang baik dan sehat, serta keharusan untuk melaksanakan kewajiban memelihara lingkungan hidup, mencegah dan menangulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. 122 Secara lebih rinci, UUPPLH mengatur tentang tindak pidana lingkungan di dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 115 UUPPLH, yaitu berupa: 123 1. Pasal 98 UUPPLH dan Pasal 99 UUPPLH; a. Pasal 98 ayat 1 UUPPLH dan Pasal 99 ayat 1 UUPPLH: Melakukan perbuatan: Yang mengakibatkan dilampauinya: a. Baku mutu udara ambien, b. Baku mutu air, c. Baku mutu air laut, atau d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. b. Pasal 98 ayat 2 UUPPLH dan Pasal 99 ayat 2 UUPPLH: Melakukan perbuatan: Yang mengakibatkan dilampauinya: a. Baku mutu udara ambien, b. Baku mutu air, c. Baku mutu air laut, atau 122 Alvi Syahrin, 2, Op. Cit., hal 48 123 Ibid., hal 50 Universitas Sumatera Utara d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan orang luka danatau bahaya kesehatan manusia. e. Pasal 98 ayat 3 UUPPLH dan Pasal 99 ayat 3 UUPPLH: Melakukan perbuatan: Yang mengakibatkan dilampauinya: a. Baku mutu udara ambien, b. Baku mutu air, c. Baku mutu air laut, atau d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Yang mengakibatkan orang luka berat atau mati. Tindak pidana yang dilakukan berdasarkan Pasal 98 UUPPLH dilakukan dengan sengaja, sedangkan tindak pidana yang dilakukan dalam Pasal 99 UUPPLH, dilakukan dengan kelalaian. 2. Pasal 100 UUPPLH Melakukan perbuatan melanggar: a. Baku mutu air limbah, b. Baku mutu emisi, atau c. Baku mutu gangguan Berdasarkan pasal 100 ayat 2 UUPPLH, tindak pidana ini baru dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi, atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Pada Penjelasan Umum UUPPLH, dinyatakan bahwa: “… Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan Hukum Pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.” Di dalam UUPPLH dikarenakan Pasal 100 UUPPLH mengatur mengenai tindak pidana formil tersebut, maka untuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH, berlaku asas ultimum remedium. d. Pasal 101 UUPPLH Melakukan perbuatan: Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin a. Melepaskan, danatau b. Mengedarkan, produk rekayasa genetic ke media lingkungan hidup e. Pasal 102 UUPPLH: Melakukan perbuatan: Pengelolaan limbah B3 tanpa izin f. Pasal 103 UUPPLH: Melakukan perbuatan: Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan. Universitas Sumatera Utara g. Pasal 104 UUPPLH Melakukan perbuatan: Dumping limbah danatau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin h. Pasal 105 UUPPLH Melakukan perbuatan: Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. i. Pasal 106 UUPPLH Melakukan perbuatan: Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. j. Pasal 107 UUPPLH Melakukan perbuatan: Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. k. Pasal 108 UUPPLH Melakukan perbuatan: Pembakaran lahan l. Pasal 109 UUPPLH Melakukan perbuatan: Melakukan usaha danatau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan m. Pasal 110 UUPPLH Melakukan perbuatan: Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. n. Pasal 111 UUPPLH Pejabat: a. Pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL, b. Pemberi izin usaha danatau kegiatan yang menerbitkan izin usaha danatau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan o. Pasal 112 UUPPLH Pejabat pengawas: Tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha danatau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya: Pencemaran danatau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia p. Pasal 113 UUPPLH Melakukan perbautan berupa: a. Memberikan informasi palsu, b. Memberikan informasi menyesatkan, c. Menghilangkan informasi, d. Merusak informasi, atau Universitas Sumatera Utara e. Memberikan keterangan yang tidak benar, Yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. q. Pasal 114 UUPPLH Penanggung jawab usaha danatau kegiatan: Tidak melaksanakan paksaan pemerintah r. Pasal 115 UUPPLH Melakukan perbuatan: Mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup danatau pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Jika ditinjau dari perumusan tindak pidana, ketentuan Pasal 98 sampai dengan Pasal 115 UUPPLH tersebut di atas, terdapat tindak pidana materiil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan tindak pidana formil yang menekankan kepada perbuatan. Tindak pidana materiil yaitu bentuk tindak pidana yang memerlukan perlu terlebih dahulu dibuktikan adanya akibat dalam hal terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Sedangkan tindak pidana formal tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah melanggar rumusan ketentuan pidana ketentuan peraturan perundang-undangan, maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman. 124

C. Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam UUPPLH