penggunaan koherensi K
“namun” dan “sedangkan”. Paragraf ini menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh waria sebagai akibat dari penolakan yang ia
alami dalam keluarga. Di sini peran waria yang sebelumnya menjadi objek berubah menjadi subyek seperti digambarkan pada penggunaan kalimat aktif yang
mendominasi kalimat-kalimat. Hal ini dituliskan berdasarkan pengalaman dari seorang waria bernama Rindy yang kemudian dijadikan sebagai narasumber.
Pernyataan Rindy sebagai sumber kutipan dinilai sangat penting karena hampir keseluruhan isi artikel ini berusaha memperlihatkan adanya bukti penguat akan opini
wartawan terhadap fenomena waria.
10. Paragraf Kesepuluh
Tabel 4.10. No.
Kalimat Sintaksis
Skrip Tematik
Retoris
1. Keadaan
ini pada
akhirnya membawa
permasalahan lain yang lebih kompleks.
background what Permasalahan
lain yang lebih kompleks
2. Adanya streotip bahwa
waria identik
dengan pekerjaan
malam dan
mejeng di
jalan menimbulkan
adanya stigma
dan anggapan
buruk dari masyarakat yang
pada akhirnya
menjadikan suatu
diskriminasi bagi
komunitas waria. background What,
how Adanya streotip
buruk membuat diskriminasi
bagi masyarakat waria.
K
: bahwa
L :mejeng
3. Masyarakat
masih memandang sebelah mata
dan selalu melihat waria hanya dari segi buruknya
saja, hal negative yang background what
Pandangan negative
terhadap kelompok waria
K
: dan
L:
blow- up
terjadi pada waria di blow-up
dan menjadi
menu utama pemberitaan di media.
4. Hal
ini menambah
panjang penderitaan
waria yang seakan tiada akhir.
background What
5. Padahal
perlu diingat
bahwa tidak semua waria berperilaku negative dan
masih banyak pula segi positif
yang dapat
dilakukan oleh
para waria.
background what Tidak
semua waria
berperilaku negative.
K
: Padahal
Dari unsur sintaksis, skrip dan tematik, paragraf ini hampir sama dengan pargraf-paragraf sebelunya. Paragraf ini menjelaskan tentang keberadaan waria yang
masih dinilai negatif oleh masyarakat. Stigma atau pandangan tersebut digambarkan
dengan adanya sebuah leksikon L
“mejeng” yang sering melekat pada waria. Selain itu juga adanya kata “blow-up” yang menggambarkan adanya penggambaran itu oleh
media. Bentuk kalimat aktif digunakan oleh wartawan ketika menuliskan kalimat:
Masyarakat masih memandang sebelah mata dan selalu melihat waria hanya dari segi buruknya saja
Kalimat aktif di atas menggunakan masyarakat sebagai subyeknya yang dalam berarti masyarakat juga mempunyai peran dalam penderitaan yang dialami oleh objek
waria.
11. Paragraf Kesebelas
Tabel 4.11. No.
Kalimat Sintaksis
Skrip Tematik
Retoris
1. Entah siapa
yang patut
disalahkan dalam
merunut permasalahan waria
ini, apakah keluarga, lingkungan
masyarakat, pemerintah, ataukah
waria itu sendiri? conclusion Who
Siapa yang
patut disalahkan
merunut permasalahan
waria?
2. Yang jelas bahwa
masing-masing pihak harus memiliki sifat
arif
dan dapat
memahami peranannya masing-
masing, dan yang diperlukan sekarang
adalah bahwa fungsi maisng-masing pihak
tadi dapat berjalan secara
maksimal sehingga
dapat terjadi keselarasan.
conclusion how Setiap
pihak harus
memahami peranannnya
masing- masing.
K: yang
3. Bagi orang tua yang
ternyata memiliki
anak dengan
kecenderungan waria,
hendaknya mereka bisa lebih
arif dalam
memahami anaknya, bukannya
menyudutkan sang
anak dengan tuntutan dan
pilihan yang
justru akan membuat sang
anak lebih
tertekan, namun
hendaknya bisa
memberikan rasa
percaya diri
dan kebanggaan
bagi sang anak, sehingga
sang anak
dapat conclusion Who,
how Saran
bagi orang tua.
K: yang KG:
sang anak
Mo: sehingga
sang anak dapat tumbuh menjadi
waria yang
percaya diri,
positif dan
berpikiran luas.
tumbuh menjadi
waria yang percaya diri,
positif dan
berpikiran luas. 4.
Bagi masyarakat,
alangkah indahnya
bila semua diantara kita dapat memahami
dan saling
menghormati bahwa selain dunia laki-laki
dan perempuan,
adapula yang
namanya waria, dan hidup sebagai waria
adalah karunia
Tuhan dan
merupakan bagian
terintegritas dari
masyarakat kita. conclusion Who,
how Saran
bagi masyarakat
K: dan KG; kita
Mo: alangkah
indahnya bila
semua diantara
kita dapat
memahami dan saling
menghormati bahwa
selain dunia
laki-laki dan perempuan,
adapula yang
namanya waria, dan
hidup sebagai
waria adalah
karunia Tuhan
5. Pemerintah,
dalam hal ini para pembuat
kebijakan, juga perlu melirik
komunitas waria sebagai bagian
dari masyarakat dan nmemiliki hak yang
sama dan haruslah mengakomodir
kebutuhan
mereka dalam
pembuatan kebijakan
sehingga tidak
terkesan diskriminatif
terhadap komunitas waria.
Conclusion Who Saran
untuk pemerintah
K: yang, dan KG: mereka
Mo: Tidak
terkesan diskriminatif
terhadap komunitas waria.
6. Sedangkan
untuk waria
sendiri, alangkah
bijaksananya jika
masing-masing dari kita dapat melihat ke
dalam diri
kita masing-masing,
conclusion Who, how
Saran untuk
waria sendiri K: untuk
KG: Kita
menilai kembali, dan belajar
memahami, apakah yang selama
ini kita
lakukan sudah sesuai, dan
sudahkah kita
berbuat sesuatu
untuk memperbaiki keadaan ini?
Paragraf sebelas sebagai paragraf terakhir berisi kesimpulan conclusion. Paragraf ini berisi saran-saran kepada setiap pihak yang terkait dengan waria, yaitu
orang tua, masyarakat, pemerintah dan waria itu sendiri. Dalam menuliskan peran- peran yang harus dilakukan oleh orang tua, masyarakat, dan pemerintah waria
menggunakan bentuk kalimat aktif yang memposisikan keberadaan mereka sebagai subyek.
Dari artikel sebelas paragraf dan 38 kalimat ini dapat ditemukan bahwa unsur yang paling sering disebutkan adalah unsur who dan what. Unsur who mewakili waria
dan what adalah berbagai permasalahan yang mengikutinya. Sehingga dapat disimpulkan pada artikel penulis ingin membingkai waria sebagai objek individu
yang penuh dengan masalah dalam hidupnya. Ketika diwawancarai, Lulu Azyura selaku wartawan ini menjelaskan:
“Waria oh waria, menggambarkan betapa komunitas waria banyak sekali memiliki kompleksitas dan permasalahan yang belum teratasi hingga
sekarang. Mulai dari stigma, diskriminasi, kekerasan, masalah legal hukum dan sebagainya. Judul juga mencerminkan betapa komunitas waria di satu sisi
memiliki kontribusi yang positif sehingga banyak dibutuhkan orang, tapi juga di sisi lain dicibir orang.”
62
Dari segi tematik analisa tentang artikel ini bisa dibagi ke dalam beberapa unsur yaitu:
a. Paragraf, dimana komunikator wartawan majalah WIG menampilkan secara berlebihan informasi yang dianggap baik dengan data-data yang
komprehensif. Dalam hal ini adalah upaya yang dilakukan oleh wartawan dalam mencari pembelaan kepada masyarakat akan berbagai konflik yang
mereka alami. Seperti yang disebutkan dalam paragraph-paragraf di atas. b. Bentuk kalimat, bentuk kalimat yang digunakan oleh wartawan bukan sekedar
persoalan teknis kebenaran tata bahasa akan tetapi juga menentukan makna yang dibentuk dalam setiap kalimat. Dari hasil temuan data dapat dijelaskan
bahwa wartawan majalah WIG memposisikan keberadaan waria sebagai
objek dengan menggunakan bentuk kalimat pasif untuk menggambarkan keberadaan waria yang menjadi objek penderita.
c. Hubungan antar kalimat, hal ini erat kaitannya dengan penggunaan koherensi dalam tulisan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koherensi yang
digunakan oleh wartawan adalah koherensi penjelas, pembeda dan pengingkaran. Koherensi penjelas menunjukkan maksud tertentu yang ingin
diekspresikan penulis dan koherensi pembeda yang digunakan untuk membuat dua persoalan seolah-olah saling bertentangan dan bersebrangan. Dengan
koherensi penjelas wartawan menuliskan beragam informasi yang
62
Wawancara dengan Lulu Azyura, Jakarta 9 Mei 2011
menguntungkan bagi waria dan memberikan informasi yang baik. Dan dengan koherensi pembeda, wartawan membandingkan peristiwa yang dialaminya
dengan tindakan negatif yang kemudian dia lakukan. d. Kata ganti, dalam artikel ini wartawan beberapa kali menggunakan kata ganti
“kita” dan “mereka”, hal ini menunjukkan bahwa sikap yang ditulis oleh penulis merupakan representasi sikap bersama dari komunitas tertentu. Hal ini
juga menunjukkan adanya sikap keberpihakan yang dilakukan oleh wartawan. Pada unsur retoris selain hal-hal yang disebutkan di atas, ada lagi unsur yang
juga mendukung analisa ini yaitu grafis, grafis yang dimaksudkan adalah dua buah foto yang terdapat pada artikel.
Foto pertama tampak seorang waria yang sedang bercermin dengan segala atributnya, hal ini merefleksikan penampilan fisik waria yang dituliskan oleh
wartawan sebagai pribadi yang cantik, seksi dan menggoda. Sedangkan pada foto kedua tampak sebuah foto yang difokuskan pada bagian mata yang mengeluarkan air
mata, hal ini menggambarkan penderitaan yang dialami oleh waria. Penulisan artikel ini menjelaskan bahwasanya menjadi waria adalah pilihan
yang lebih kompleks dibandingkan dengan menjadi perempuan ataupun laki-laki. Banyak permasalahan yang harus mereka hadapi mulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat sampai Negara. Penampilan luar yang ditunjukkan oleh para kaum waria ini berbanding terbalik dengan kehidupan yang mereka jalani. Dalam perjalanannya
menjadi waria mereka sering mendapat penolakan, cibiran, diskrimasi, kekerasan baik rohani maupun jasmani.
Namun bagi mereka kaum waria menjadi seorang waria adalah sebuah given atau anugrah dari Tuhan.
“Karena menjadi waria bagi kami sama saja menjadi seperti laki laki atau perempuan, yang merupakan pemberian dari Tuhan, sudah dari sononya,
kalau orang betawi bilang. Menjadi waria bukanlah penyakit, bukanlah menyalahi kodrat dan bukan lah hal yang dibuat buat, namun kami yakini
sebagai pemberian dari tuhan.”
63
Mereka menentang adanya pendapat para ahli bahwasanya waria merupakan patologi sosial, kelompok menyimpang. Bagi mereka waria merupakan jenis kelamin
ketiga yang setara dengan laki-laki atau perempuan, menurut mereka apa yang mereka alami adalah pemberian Tuhan jadi bukan menyalahi kodrat, karena bagi
mereka Tuhanlah yang membimbing dan menggariskan kehidupan mereka hingga menjadi waria. Menjadi waria bagi mereka bukanlah pilihan yang dibuat-buat atau
dorongan dari berbagai faktor seperti yang dijelaskan oleh para pakar sosiologi, agama, psikologi dan sebagainya, tapi memang sudah seharusnya seperti demikian.
Namun umat Islam di Indonesia melalui MUI dengan tegas tidak mengakui keberadaan mereka sebagai jenis kelamin ketiga yang setara dengan laki-laki dan
perempuan. Dalam fatwanya MUI menuliskan bahwa waria yang bukan tergolong khuntsa orang yang berkelamin ganda atau tidak mempunyai alat kelamin adalah
63
Wawancara dengan Lulu Azyura, Jakarta 9 Mei 2011
nyata dan jelas sebagai laki-laki. Dengan demikian seorang waria harus kembali ke dalam fitrahnya ketika dilahirkan.
Allah dalam firmanNya telah menyebutkan bahwa fitrah manusia adalah sebagai laki-laki atau perempuan sebagaimana dalam surat Al-Hujurat ayat 13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan framing analysis, penulis menemukan bagaimana majalah Waria Information Group WIG melakukan pembingkaian melalui hal-hal sebagai
berikut: Dari sebelas paragraf dan 38 kalimat yang terdapat pada artikel
“Waria..oh..Waria” wartawan menonjolkan unsur who dan what. Unsur who mewakili waria dan what adalah berbagai permasalahan yang mengikutinya.
Sehingga dapat disimpulkan pada artikel penulis ingin membingkai waria sebagai objek individu yang penuh dengan masalah dalam hidupnya.
Selain itu wartawan melakukan pembingkaian melalui penggunaan bentuk kalimat dan hubungan antar kalimatnya. Dalam bentuk kalimat, wartawan majalah
WIG menggunakan kalimat aktif ketika menuliskan tindakan-tindakan yang dilakukan subjek masyarakat, orang tua dan media dalam menyudutkan keberadaan
waria. Wartawan menggunakan bentuk kalimat pasif dalam menggambarkan posisi waria sebagai objek yang menderita. Sedangkan apabila dilihat dari hubungan antar
kalimat wartawan menuliskan berita waria dengan koherensi penjelas yang memberikan beragam informasi yang menguntungkan bagi waria.
Permasalahan waria begitu kompleks, wartawan berusaha menggambarkan keadaan ini dengan menuliskan bagaimana permasalahan yang dialami oleh waria