Paragraf Kedelapan Paragraf Kesembilan

sifat keperempuannya akan sembuh dengan dogmatisasi antara dosa dan menyalahi kodrat. Bahkan setelah sang anak dewasa, jika kecenderungan sifat keperempuanannya masih ada, tak jarang sang orang tua memberikan ancaman-ancaman yang sangat menakutkan seperti akan mengusir sang anak dari rumah ataupun tidak mengakuinya sebagai anak. Belum lagi tuntutan sang orang tua pada anaknya untuk menikah dengan perempuan. Pada akhirnya kondisi ini akan mengakibatkan sang anak menjadi tertekan dan menyalahkan dirinya sendiri, rasa tertekan ini dapat termanifestasi ke dalam sikap dan sifat yang menjadi minder ataupun sulit bergaul pada saat dewasanya nanti. Dari sini dapat dilihat penggunaan kata kerja yang digunakan oleh wartawan dalam menyebutkan berbagai tindakan yang dilakukan subyek yang didominasi oleh orang tua menggambarkan posisi waria sebegai objek yang disudutkan, mengalami banyak tekanan dan penderitaan.

8. Paragraf Kedelapan

Tabel 4.8. No. Kalimat Sintaksis Skrip Tematik Retoris 1. Seperti pengalaman Rindy : “Sampai kapanpun semua keluargaku menganggap aku sebagai anak durhaka karena aku menjalani hidup sebagai waria, menurut mereka, waria adalah aib di keluarga dan aku harus bisa disembuhkan seperti sedia kala.” Source who Pernyataan Rindy Paragraf kedelapan masih hanya mencantumkan pernyataan Rindy sebagai narasumber untuk menguatkan pendapat penulis akan adanya hubungan yang kurang harmonis antara waria dan keluarganya. Keluarga sebagian waria menganggap anak mereka sebagai anak yang durhaka dan membawa aib bagi keluarga.

9. Paragraf Kesembilan

Tabel 4.9. No Kalimat Sintaksis Skrip Tematik Retoris 1. Keadaan yang menyulitkan tersebut membuat individu waria, memilih untuk lari dari rumah dan mencari komunitasnya, karena pada hakikatnya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mencari dan menemukan kelompoknya yang dirasa dapat mengakomodir segala kepentingannnya, dapat menjadi tempat berkumpul dan menyamakan persepsi dan tujuan, dan yang paling utama adalah tempat dimana seorang merasa lebih aman karena berada dalam komunitas yang sama dalam hal pengalaman hidup dan merasa satu nasib dan background why Keadaan yang ada membuat waria memilih lari dan mencari komunitasnya K : karena M : pada hakikatnya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mencari dan menemukan kelompoknya yang dirasa dapat mengakomodir segala kepentingannnya, dapat menjadi tempat berkumpul dan menyamakan persepsi dan tujuan, dan yang paling utama adalah tempat dimana seorang merasa lebih aman sepenanggungan. 2. Namun hal yang tidak diperhitungkan sebelumnya adalah bahwa dengan lari dari rumah dan tanpa bekal ketrampilan apa- apa, sedangkan tuntutan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sangat tinggi, pada akhirnya menyudutkan individu waria memilih pekerjaan sebagai pekerja seks. background how Mereka lari tanpa memperhitungkan akibatnya. K : Namun, sedangkan 3. Seperti dituturkan Rindy, “Akhirnya aku memilih pergi dari rumah untuk mencari teman sesama waria, di situlah aku berjuang untuk bertahan hidup dengan berbagai cara, asal aku dapat uang termasuk aku menjalani profesi sebagai pekerja seks sekalipun.” source who why Pernyataan Rindy Paragraf di atas masih berisi unsur latar informasi dan sumbernya. Proposisi yang digunakan adalah proposisi sebab akibat pada kalimat pertama dengan adanya koherensi K “karena” dan proposisi pembeda pada kalimat kedua dengan penggunaan koherensi K “namun” dan “sedangkan”. Paragraf ini menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh waria sebagai akibat dari penolakan yang ia alami dalam keluarga. Di sini peran waria yang sebelumnya menjadi objek berubah menjadi subyek seperti digambarkan pada penggunaan kalimat aktif yang mendominasi kalimat-kalimat. Hal ini dituliskan berdasarkan pengalaman dari seorang waria bernama Rindy yang kemudian dijadikan sebagai narasumber. Pernyataan Rindy sebagai sumber kutipan dinilai sangat penting karena hampir keseluruhan isi artikel ini berusaha memperlihatkan adanya bukti penguat akan opini wartawan terhadap fenomena waria.

10. Paragraf Kesepuluh