Rifa’i masih ingin belajar, namun beliau berfikir dan segera kembali kekampungnya, mengingat ayahnya untuk segera mendirikan pondok pesantren.
Pada hari jumat 19 Desember 1967, Qasad Mansyur bersama beberapa tokoh masyarakat kampung Gintung yang juga merupakan guru pada madrasah
Masyarikul Anwar, seperti Ahmad Syanwani, Sukarta, Johar dan juga Rifa’i. mereka membincangkan rencana pendirian pondok pesantren. Mereka
membahas sistem dan metode pembelajaran dan pengajarannya kelak setelah didirikan. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Pondok Gontor sebagai contoh
dan model lembaga pendidikan yang akan didirikannya. Dalam prakteknya, institusi pendidikan tersebut menggunakan sistem
madrasah dengan nama Madrasah al-Mua’llimin al-Islamiyah MMI yang digabungkan dengan sistem pondok pesantren yang diberi nama Daa El-Qolam.
Setahun kemudian, tepatnya pada hari sabtu 20 Januari 1968, dimulailah proses belajar mengajar. Pada peringkat awal murid di MMI Daar El-Qolam
berjumlah dua puluh dua orang. Mereka adalah adik-adik Rifa’i dan beberapa masyarakat sekitar kampung Gintung yang telah menyelesaikan pendidikan di
Madrasah Masyarikul Anwar MMA. Adapun tempat belajar mereka ialah bekas dapur tua milik neneknya, Hj Pengki.
1. Visi Ponpes Daar El-Qolam
Mendidik dan mengajar masyarakat dengan qalam dan cahaya ilmu untuk membentuk komunitas berberadaban dan memindahkan kehidupan kota yang
maju ke desa yang selalu tertinggal. Artinya membentuk kota dalam desa.
2. Misi Ponpes Daar El-Qolam
a. Mempersiapkan kader-kader muslim masa depan yang rasikhun fil-ilmi,
mempunyai jiwa perjuangan, iman dan ketaqwaan. b. Menggabungkan kurikulum pondok modern dengan kurikulum Pemerintah
Departemen Agama dalam rangka memberi kesempatan santri untuk dapat berkiprah lebih luas.
c. Memperluas medan juang santri meliputi seluruh aspek kehidupan dengan
bekal Iman, Islam dan Ikhsan. d. Meningkatkan kemampuan tenaga pendidikan, secara metodik dan didaktik,
serta penguasaan disiplin ilmu sesuai bidangnya. e.
Mengutamakan pendidikan mental di atas hal yang bersifat kongnitif dan phsikomotorik.
3. Panca jiwa Ponpes Daar El-Qolam
a. Keikhlasan
Sikap dan perilaku iklas adalah prinsip yang harus dimiliki oleh setiap orang yang terlibat dalam oprasional Pesantren Daar el Qolam. Karena itu,
dalam menjalankan apa pun yang berhubungan dengan pesantren mesti dilakukan dengan penuh ketulusan. Orang yang memiliki keiklasan adalah
orang yang berhenti tulus karena Allah SWT serta memiliki keyakinan yang benar, baik dan bermaslahat. Karena itu, keikhlasan adalah sikap yang bisa
mengikis niat-niat pribadi yang tidak baik.
b. Kesederhanaan
Bagi kyai Rifa’I kesederhanaan tidak bisa diukur secara kuantitas. Kesederhanaan adalah sikap dan perilaku yang didasarkan pada kebutuhan,
bukan pada keinginan. c.
Berdikari Prinsip berdikari adalah berjuang dengan kemampuan sendiri, tanpa
bergantung kepada kemampuan orang lain, termasuk kepada orang terdekat semisal orang tua. Dengan kata lain, setiap orang yang tergabung di pesantren
dituntut untuk mandiri alias independen. d. Ukhuwah Islamiyah
Semangat persaudaraan, lebih-lebih terhadap sesama kaum beriman adalah spririt yang keempat yang mesti dimiliki oleh seluruh orang-orang
yang tergabung dalam keluarga besar Pesantren Daar el qolam. e. Kebebasan
Spirit terakhir adalah kebebasan. Kebebasan merupakan barang berharga yang telah diakruniakan oleh Allah kepada setiap manusia.
Tanggungjawab menjadi penting karena adanya kebebasan. Karena hanya orang yang memiliki kebebasan yang bisa dituntut untuk bertanggungjawab.
50
50
Muhammad Wahyuni Nafis, “Pesantren Daar El Qolam menjawab Tantangan Zaman” diterbitkan daar el-qolam press.gintung jayanti tanggerang cet-1. H.159-162
4. Motto Pon-pes Daar El-Qolam