Ukuran kriteria tunggal Ukuran kriteria beragam Ukuran kriteria gabungan

Ada tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif Hanafi, 2003: 76, yaitu:

a. Ukuran kriteria tunggal

single criteria adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga akibatnya kriteria lain diabaikan, yang kemungkinan memiliki arti yang sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan.

b. Ukuran kriteria beragam

multiple criteria adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kriteria manajer. Kriteria ini mencari berbagai aspek kinerja manajer, sehingga manajer dapat diukur kinerjanya dari beragam kriteria.Tujuan penggunaan beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja.

c. Ukuran kriteria gabungan

composite criteria adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran , untuk memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer. Kriteria gabungan ini dilakukan karena perusahaan menyadari bahwa beberapa tujuan lebih penting dibandingkan dengan tujuan yang lain, sehingga beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu pada beragam kriteria untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer. Universitas Sumatera Utara Dalam proses pengambilan keputusan dari evaluasi terhadap kinerja perusahaan, investor cenderung lebih menyukai alternatif pengukuran kinerja yang mencerminkan laba yang tinggi Honger, 1992:406. Indikator pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang sering di pakai adalah EPS Earnings per Share , ROI Return on Invesment, dan ROE Return on Equity merupakan pengukur kinerja yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan pengendalian atas investasi perusahaan. Return on invesment ROI merupakan perbandingan laba dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba Mulyadi, 1997. ROI menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang biasa di peroleh dari seluruh kekayaan yang di miliki perusahaan. Untuk itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan rata-rata kekayaan perusahaan Husna,1998 dalam Hery 2009. Analisis rasio keuangan bertujuan untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan Mardiyanto 2009:51.Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba jenis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efesiensi dalam pengelolaan aktiva, kewajiban dan kelayakan rasio ini terdiri atas gross profit margin, operating profit margin, net profit margin, cash flow margin, return on asset ROA, return on equity ROE dan cash return asset Fraser 1992 dalam Sugiono dan Untung2008:61. Alat pengukuran kinerja keuangan yang paling populer diantara penanam modal dan manajer senior adalah hasil atas hak pemegang saham return on equityROE . Analisis ini ini sering diterjemahkan sebagai Rentabilitas Modal Universitas Sumatera Utara Sendiri. ROE merupakan ratio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal sendiri, yang berarti juga merupakan ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis yang bersangkutan Gatot Widiyanto, 1993

2.1.4. Struktur Kepemilikan dengan Pengungkapan Pertanggungjawaban Sosial

Struktur kepemilikan perusahaan merupakan salah satu mekanisme dalam corporate governance Gunarsih, 2003. Struktur kepemilikan menggambarkan komposisi kepemilikan saham dari suatu perusahaan. Struktur kepemilikan juga menjelaskan komitmen pemilik untuk mengelola dan menyelamatkan perusahaan Wardhani,2006. Struktur kepemilikan merupakan salah satu dari karakteristik perusahaan. Karena sudah banyak penelitian yang menguji karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial, maka dalam penelitian ini difokuskan hanya meneliti struktur kepemilikan perusahaan. Karena pengaruh tekanan global yang meminta transparansi dan akuntabilitas serta isu-isu global yang dihadapi perusahaan multinasional, para investor sekarang juga mempertimbangkan kinerja keuangan dan kinerja sosial dalam keputusan investasinya. Dalam suatu perusahaan, ada dua jenis shareholder yaitu affiliated shareholder dan nonaffiliated shareholder . Non affiliated shareholder merupakan pemegang saham yang tidak terkait langsung dengan kegiatan perusahaan, seperti kepemilikan saham oleh institusi dan individu. Sedangkan affiliated shareholder Universitas Sumatera Utara merupakan pemegang saham yang terkait langsung dengan aktivitas perusahaan, seperti manager .

2.1.4.1. Kepemilikan Manajemen

Kepemilikan manajemen adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan Cristiawan dan Tarigan 2007. Kepemilikan manajemen diukur dengan manggunakan rasio antara jumlah saham yang dimiliki manajer atau direksi terhadap total saham yang beredar Rustendi dan Jummi, 2008 Wahidawati 2002 menyatakan bahwa kepemilikan manajemen adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer dan dewan komisaris. Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen meningkat. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut. Retno, 2006. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Mudambi dan Nicosia 1995 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Jansen Meckling 1976 menyatakan bahwa guna mengurangi konflik kepentingan antara principal dan agen dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan. Dengan memiliki bagian saham di dalam perusahaan, keinginan dan kepentingan manajer yang pada dasarnya berbeda dapat disatukan dengan keinginan dan kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Melalui kepemilikan manajerial manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Retno 2006 meneliti mengenai pengungkapan informasi sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. Retno mengatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang memiliki resiko politis yang tinggi cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain

2.1.4.2. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen Machmud dan Djakman, 2008. Universitas Sumatera Utara Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan Brancato dan Gaughan,1991 dalam Fauzi, Mahoney, dan Rahman, 2007. Coffey dan Fryxell 1991 menemukan bahwa tingkat pengungkapan corporate social performance yang tinggi akan menarik investor, khususnya investor institusional. Waddock dan Graves 1994 menemukan bahwa kepemilikan institusional yang ditunjukkan oleh jumlah institusi yang memiliki saham di suatu perusahaan berpengaruh signifikan secara positif terhadap corporate social performance . Sedangkan, kepemilikan institusional yang ditunjukkan oleh persentase saham yang dimiliki oleh institusi di suatu perusahaan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap corporate social performance. Machmud dan Djakman 2008 menemukan bahwa kepemilikan institusi yang terdiri dari perusahaan perbankan, asuransi, dana pensiun, dan asset management di Indonesia belum mempertimbangkan tanggung jawab sosial sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga para investor institusi ini juga cenderung tidak menekan perusahaan untuk mengungkapan corporate social responsibility secara detail menggunakan indikator GRI dalam laporan tahunan perusahaan. Universitas Sumatera Utara

2.1.4.3. Kepemilikan asing

Kepemilikan asing merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan multinasional. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan Machmud dan Djakman, 2008 Menurut Hadi dan Sabeni 2002 bahwa perusahaan asing mendapat pelatihan yang lebih baik dalam bidang akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri, perusahaan asing mungkin memiliki sistem informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal dan perusahaan induk serta kemungkinan permintaan yang lebih besar pada perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembakaran liar, serta pencemaran air Machmud dan Djakman, 2008. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir ini, perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan Simerly dan Li, 2001 dalam Fauzi, 2006. Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya melihat keuntungan legitimasi berasal dari para stakeholder -nya dimana secara tipikal berdasarkan atas home market pasar tempat beroperasi yang dapat Universitas Sumatera Utara memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang Barkemeyer, 2007; Machmud dan Djakman, 2008. Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu media yang dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat disekitarnya. Dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade , maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Fauzi 2006 menemukan bukti empiris bahwa pencapaian dari aspek sosial antara perusahaan nasional dengan perusahaan multinasional adalah sama. Sedangkan dari aspek lingkungan, pencapaian perusahaan multinasional yang ada di Indonesia lebih baik dari pada perusahaan nasional. Tidak ada hubungan antara kinerja sosial dengan kinerja keuangan dalam perusahaan nasional. Sedangkan dalam perusahaan multinasional terdapat hubungan antara kinerja sosial dan kinerja keuangan. Berarti perusahaan dengan kepemilikan asing akan cenderung mengungkapkan pertanggungjawaban sosial yang lebih besar karena mempunyai dana yang besar untuk mendanai kegiatan sosial dan lingkungan. Tanimoto dan Suzuki 2005 melihat luas adopsi GRI dalam laporan tanggung jawab sosial pada perusahaan publik di Jepang, membuktikan bahwa kepemilikan asing pada perusahaan publik di Jepang menjadi faktor pendorong terhadap adopsi GRI dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Marwatta 2001 dalam Machmud dan Djakman 2008 menemukan bahwa tidak ada hubungan yang secara statistik Universitas Sumatera Utara signifikan antara struktur kepemilikan asing terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan Indonesia. Konsisten dengan hasil penelitian Marwata 2006, Machmud dan Djakman 2008 menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan asing terhadap CSR disclosure. Kepemilikan asing dalam perusahaan di Indonesia tidak menggambarkan tingginya indeks GRI sebagai ukuran pengungkapan CSR. Kemungkinan yang mendasari perusahaan dengan kepemilikan asing terutama Eropa dan Amerika ini memiliki pengungkapan yang relatif kecil karena jika kepemilikan mereka pada perusahaan di Indonesia dikonsolidasikan dengan perusahaan induk di negara asal maka kemungkinan persentase kepemilikan tersebut sangat kecil, sehingga mereka menjadi kurang memperhatikan pengungkapan CSR sebagai suatu hal yang penting untuk diungkapkan kepada publik dan lebih banyak perusahaan unregulated company sehingga pengungkapan CSR cenderung tidak menjadi fokus utama perusahaan dalam menyajikan laporan tahunan.

2.2. Review Peneliti Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Social Responsibility, kepemilikan institusional, dan kepemilkan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan 2013

0 89 119

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Csr), Firm Size, Dan Struktur Modal Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013)

0 85 100

Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Kinerja Keuangan Pada Nilai Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 73 108

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 38 84

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 38 122

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 68 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 42 103

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2012-2014

2 82 70