Tradisi Ketaring TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri di kecamatan Singkil Tahun 2009 bahwa pantanganlarangan terhadap beberapa jenis makanan relatif tidak baik karena asupan zat gizi ibu nifas manjadi sangat kurang yaitu sebanyak 91,1 ibu nifas defisit zat besi, sebanyak 73,4 ibu nifas defisit energi dan sebanyak 26,7 ibu nifas defisit protein.

2.8. Tradisi Ketaring

Ketaring berasal dari kata dapur atau Perapian yang secara adat bagi masyarakat Subulussalam diartikan sebagai kegiatan “naik dapur” yang dimulai pada masa tiga hari sampai dengan tujuh hari pasca melahirkan, dimana masa Ketaring ditandai dengan kegiatan Majek Ketaring atau pembuatan dapur kayu dengan ukuran yang sesuai kebutuhan berikut disediakannya potongan-potongan kayu yang khusus untuk dibakar selama masa Ketaring berlangsung serta diakhiri dengan upacara turun dapur atau luar Ketaring setelah 40 hari masa Ketaring berakhir yang dengan sendirinya menandakan telah berakhir pula masa nifas ibu. Pada masyarakat pinggiran pedesaan terutama yang yang tinggal di Rundeng, perlakuan terhadap ibu yang baru melahirkan ini masih sesuai dengan tradisi yang telah lalu, masa Ketaring ini pun akan di mulai tiga sampai tujuh hari setelah melahirkan sampai hari yang keempat puluh. Tradisi ini telah dilakukan sejak lama dan secara turun temurun dipercaya mampu memulihkan kondisi kesehatan ibu secara holistik, menjaga kesehatan tulang dan penampilan fisik ibu dimasa yang akan datang serta yang terpenting adalah konon kabarnya tradisi Ketaring dipercaya masyarakat mampu menjaga tubuh dari proses penuaan serta mengembalikan kondisi pudun rahim ibu Universitas Sumatera Utara seperti sedia kala. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2010, pada masa Ketaring ini, ada banyak aturan-aturan yang harus dijalankan oleh seorang ibu nifas, selain harus sudah mandi dipagi buta dan tidak boleh mandi di sore hari, ada ritual lain yang harus benar-benar diperhatikan yaitu penggunaan Batu belah rotan yang dibuat dari bahan dan ramu-ramuan seperti tanah liat, jarum, kapas guzarat asli, bumbu racikan lainnya yang originalitasnya menjadi rahasia dukun bersangkutan yang membuatnya. Sebab batu belah rotan ini dibuat khusus oleh sesepuh kampong atau dukun kampong atau orang-orang tertentu yang memiliki kompetensi karena dalam pembuatannya menggunakan jampi-jampi. Sebelum digunakan ini harus dipanaskan terlebih dahulu didekat api tungku Ketaring, kemudian dibungkus dengan kain bersih untuk kemudian diletakkan pada vagina sampai batu dingin, dipanaskan kembali dan begitu seterusnya selama masa Ketaring berlangsung. Batu Belah Rotan ini sangat dipercaya berperan penting dalam pemulihan organ genital ibu nifas. Selain batu belah rotan, ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring juga memiliki ritual lainnya yaitu duduk di atas kekundulen atau menduduki abu sisa pembakaran kayu Ketaring yang di bungkus dengan daun Mengkudu atau daun Pisang. Khusus 20 hari sebelum masa Ketaring selesai ibu nifas harus meletakkan batu bata yang telah dipanaskan di atas perutnya dengan tujuan untuk mengeringkan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka akibat persalinan sekaligus memulihkan penampilan fisik khusus di daerah perut. Setelah melahirkan dan tradisi Ketaring dimulai maka khusus untuk anak pertama atau anak yang di tunggudiharapkan kehadirannya dibuat acara khusus yang disebut dengan acara Mbabal pola dimana acara ini dibuat sebagai tanda syukur atas kelahiran anaknya, Universitas Sumatera Utara selain itu juga dimaksudkan untuk menandai telah tiba saatnya seorang ibu nifas mulai di tempatkan pada sebuah perapian khusus untuk 35 hari selanjutnya. Pada acara Mbabal pola ini, semua sanak keluarga dekat ibu nifas diundang dan pada umumnya sajian khas yang akan selalu dihidangkan adalah sajian berupa ayam panggang yang dianyang dan diracik dengan bumbu-bumbu tertentu, setelah itu makanan khas ini akan disajikan kepada tetamu bersamaan dengan Nditak matah, sejenis makanan yang terbuat dari beras yang ditumbuk dengan kelapa, gula dan garam untuk kemudian dikepal-kepal sebelum disajikan. Setelah acara ini selesai maka si ibu diwajibkan berada didekat perapian sampai masa Ketaring selesai dengan kondisi api Ketaring menyala tanpa pernah padam baik siang maupun malam. Pada saat menjalankan tradisi Ketaring, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : ikan asin,udang, ikan tongkol, telur, cabai dan buah-buahan sama sekali tidak diperbolehkan selama 40 hari masa Ketaring berlangsung. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti ikan selar, gembulungembung, seleng, sepat, gabus, lele, mujahir dan ayam, yang pengolahannya dengan cara digoreng dan dibakar. Apabila ibu akan mengonsumsi sayuran, semua jenis sayuran yang diperbolehkan untuk dikonsumsi seperti daun singkong, daun pepaya, bayam, sawi, kangkung, daun katuk atau sayuran hijau lain hanya boleh direbus dan pada saat akan dikonsumsi airnya harus disingkirkan atau malah diperas terlebih dahulu sampai agak kering untuk membatasi konsumsi air yang dipercaya akan menyebabkan luka pada rahim menjadi basah dan sukar untuk disembuhkan. Dan pada masa ini ibu nifas juga tidak diperbolehkan minum air putih sama sekali, jika ibu nifas ingin minum, ia hanya diperbolehkan meminum air Universitas Sumatera Utara rebusan rempah ratus dapat ditemukan dengan mudah di pasar tradisional dalam bentuk kemasan praktis dicampur dengan Meniran, Andaliman, Kunyit dan Jahe yang di konsumsi terus layaknya meminum air putih biasa yang khasiatnya diyakini mampu untuk memulihkan kekuatan ibu seperti sediakala dan ibu nifas mengonsumsi air rempah ratus ±5 liter setiap harinya, sebab ibu nifas selalu merasa haus karena senatiasa berada didekat api selama masa Ketaring. Setelah lima hari masa Ketaring berlangsung, ibu nifas akan memulai ritual minum matah yang terbuat dari kunyit, jahe, kencur, gula merah, lada hitam, kayu manis dan garam yang di haluskan serta direbus dengan beberapa daun rempah-rempah seperti daun torbangun, daun pegagan, daun rajo-rajo, daun sadukung anak dan daun kancing baju. Ritual minum minum matah ini berlangsung selama dua puluh hari. Setelah periode minuman matah lewat, maka ibu nifas memasuki masa minum minuman tasak sampai masa Ketaring selesai, adapun komposisi minuman tasak tidak jauh berbeda dengan minuman matah, hanya saja pada minuman tasak, ramuannya di tambah bubuk rempah ratus yang sudah dihaluskan. Dan selama empat puluh hari masa Ketaring berlangsung ibu hanya boleh meminum rebusan ramu-ramuan ini sebagai pengganti air putih ketika haus atau makan ditambah ramuan minuman matah dan minuman tasak yang secara umum disebut minuman obat yang diminum pada pagi dan sore hari. Demikianlah tradisi ini dijalankan dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, terutama di Kecamatan Rundeng. Bahkan beberapa kelompok masyarakat Rundeng yang telah lama meninggalkan gampong dan jauh dari tempat tinggal mereka masih memegang teguh pelaksanaan tradisi Ketaring ini. Universitas Sumatera Utara

2.10. Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

Status Gizi dan Pola Pemberian Makan Bayi di Desa (Desa Jati Kesuma) Kab. Deli Serdang dan di Kota (Kelurahan Lalang) Kota Medan Tahun 2003

0 31 65

Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dan Status Gizi Anak Usia 0 - 24 Bulan Di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Kabupaten Aceh Utara

0 28 49

Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dan Konseling Ibu Balita terhadap Status Gizi Balita Gizi Kurang Dari Keluarga Miskin di Kota Tebing Tinggi

5 53 120

Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

16 130 108

Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Tumbuh Kembang Anak Usia 0-24 Bulan di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2004

0 38 79

Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011

12 113 94

Pengalaman Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Tanjung Gusta Medan Tahun 2010

3 70 50

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian Asi, MP-ASI Dan Pola Penyakit Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Dusun III Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

1 36 58

Pola Pemberian Makanan Bayi Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Ibu Pada Gakin Di Kelurahan Tangsi Kota Binjai Tahun 2006

0 33 67

Faktor-Faktor Yang Menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 0 – 6 bulan di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 56 63