BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pola Pemberian ASI
ASI dalam jumlah yang cukup merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. Bayi merupakan salah satu
kelompok rentan gizi dan paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan kebutuhan bayi akan zat
gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan karena bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang pesat Sediaoetama, 2004.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola pemberian ASI oleh ibu nifas sebagian besar baik 72,41. Hal ini dapat dilihat dari salah satu jawaban ibu nifas
tentang pemberian kolostrum, diperoleh semua ibu nifas memberi ASI yang pertama keluar kolostrum pada bayi. Hasil ini sama dengan studi yang dilaksanakan oleh
Martianto, dkk., 2006 di Kabupaten Lembata Provinsi NTT, yang menunjukan bahwa riwayat pemberian kolostrum pada balita di Desa Waowala, sebagian besar ibu
90,0 memberikan kolostrum kepada bayinya sejak awal hingga keluar ASI dan hanya 10,0 ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya.
ASI adalah makanan terbaik dan alamiah dengan komposisi yang sesuai untuk pertumbuhan serta mengandung zat pelindung. Konsentrasi zat pelindung dan protein
paling tinggi pada kolostrum dibandingkan ASI berikutnya. Kolostrum adalah ASI yang keluar sejak ibu melahirkan sampai hari ketiga atau ketujuh setelah melahirkan.
Komposisi kolostrum tersebut dari hari ke hari semakin menurun. Oleh sebab itu,
Universitas Sumatera Utara
kolostrum harus diberikan sedini mungkin yaitu dalam waktu kurang dari 30 menit atau kurang dari satu jam pertama setelah melahirkan Wiharta, 1992.
Dari hasil penelitian diperoleh masih ada bayi yang mendapat kolostrum lebih dari 1 jam setelah dilahirkan yaitu sebesar 34,50. Hasil yang sama juga diperoleh
dari data SDKI 2007 yang memperlihatkan 96,3 bayi mendapatkan ASI dan sebanyak 52,7 yang disusui dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan, dan hanya
18,3 yang disusui dalam 1 jam setelah lahir. Sementara berdasarkan lama menyusui, sebagian besar ibu nifas menyusui bayi 10 menit setiap harinya. Hal ini
dikarenakan ibu nifas akan merasa lebih cepat haus bila menyusui lebih dari 10 menit setiap kali menyusui, ditambah lagi ibu nifas yang senantiasa berada di dekat api
sehingga keringat banyak keluar akibat tubuh didiang dekat dengan api. Meskipun ibu memberi kolostrum dan ASI kepada bayi, namun semua ibu
sudah memberikan makanan selain ASI pada bayi usia 6 bulan, dan ibu juga mengatakan bahwa ASI sebaiknya diberi sampai usia 1 tahun. Hal ini dikarenakan
adanya suatu kebiasaan ibu dalam pemberian makan pada bayi di Kecamatan Rundeng, dimana ibu merasa bahwa ASI dianggap kurang memadai sebagai makanan
bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah dilumatkan kemudian disulang ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi pisang
ditambah dengan nasi yang telah digiling halus di atas piring kemudian disulangkan pada bayi sambil bayi dibaringkan di atas lonjoran kaki ibu. Hal yang sama juga
diperoleh dari penelitian Maas 2004 pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, bahwa pada usia 1 bulan bayi sudah diberi bubur tepung dan bubur nasi. Ada pula
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan, madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.
Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya.
Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan
gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar yang dapat mempengaruhi status gizi bayi Hayati, 2009.
5.2. Pola Makan Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Ketaring 5.2.1. Tingkat Konsumsi Energi