Pola Pemberian ASI dan Pola Makan Ibu Nifas yang Mengikuti Tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam Tahun 2010

(1)

POLA PEMBERIAN ASI DAN POLA MAKAN IBU NIFAS YANG MENGIKUTI TRADISI KETARING DI KECAMATAN RUNDENG

KOTA SUBULUSSALAM

SKRIPSI

OLEH :

SRI WAHYUNI NIM. 051000133

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

POLA PEMBERIAN ASI DAN POLA MAKAN IBU NIFAS YANG MENGIKUTI TRADISI KETARING DI KECAMATAN RUNDENG

KOTA SUBULUSSALAM

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SRI WAHYUNI NIM. 051000133

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

POLA PEMBERIAN ASI DAN POLA MAKAN IBU NIFAS YANG MENGIKUTI TRADISI KETARING DI KECAMATAN RUNDENG

KOTA SUBULUSSALAM

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : SRI WAHYUNI

NIM. 051000133

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 11 Oktober 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes NIP. 196205291989032001

Penguji I

Fitri Ardiani, SKM, MPH NIP. 198207292008122002 Penguji II

Dra. Jumirah, Apt., M.Kes NIP. 19580315 1988112001

Penguji III

Ernawati Nasution, SKM., M.Kes NIP. 197002121995012001 Medan, Desember 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Masalah pola makan ibu nifas tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada, yang seringkali membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam. Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Populasi adalah seluruh ibu nifas di Kecamatan Rundeng pada saat dilakukan penelitian berjumlah 29 orang dengan jumlah sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik ibu nifas dan pola pemberian ASI. Jumlah konsumsi energi dan protein diperoleh melalui survei konsumsi makanan dengan metode food recall 24 jam. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian ASI oleh ibu nifas cukup baik, hal ini terlihat dari jumlah ibu nifas yang memiliki pola pemberian ASI yang sebagian besar baik. Pola makan ibu nifas yang dilihat dari tingkat konsumsi energi dan protein masih belum sesuai dengan angka kecukupan gizi. Masih ada ditemukan tingkat konsumsi energi ibu nifas kurang dan paling banyak pada tingkat konsumsi sedang, bahkan tidak ada ibu nifas yang tingkat konsumsi proteinnya baik. Semua ibu nifas menyatakan setuju untuk melaksanakan tradisi Ketaring, maka segala aturan selama mengikuti tardisi Ketaring mereka patuhi termasuk dalam hal tidak mengonsumsi makanan yang dipantangkan seperti buah-buahan yang sama sekali tidak boleh dikonsumsi. Sehingga jenis pangan yang mereka konsumsi kurang bervariasi.

Disarankan kepada petugas gizi puskesmas dan bidan desa agar melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti dukun kampung dalam hal mengonsumsi makanan yang lebih bervariasi yaitu makanan pengganti yang diperbolehkan untuk memenuhi kecukupan gizi ibu nifas.

Kata kunci : pola pemberian ASI, pola makan, ibu nifas


(5)

ABSTRACT

The case of maternal food pattern cannot be separated to the social, cultural and environmental factors where they live frequently leading to positive or negative impact on the maternal and infant health.

The purpose of this study is to know the breast feeding pattern and the food pattern of the post-partum mothers obeying the Ketaring tradition in Rundeng Subregency of Subulussalam City. The type of the study was a descriptive one using a cross sectional study design. The population included all the post-partum mothers in Rundeng Subregency under the study of 29 persons and the samples were taken by total sampling method. The data collection was carried out by questionnaire consisting of the post-partum mothers characteristics and the breast feeding pattern. The total energy and protein was taken by the survey of food consumption using food recall 24 hours method. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of this study showed that the breast feeding pattern by the post-partum mothers was good enough. It can be indicated by the total post-post-partum mothers who have adequate breast feeding pattern. The food pattern of the post-partum mothers viewed in terms of energy and protein consumption rate was still not adjusted to the nutritional sufficiency rate. There was still the inadequate consumption rate of energy of the post-partum mothers and majority of the mothers consumed moderately and even none post-partum mothers with the adequate protein consumption rate. All the post-partum mothers agreed to implement Ketaring tradition, then they obeyed all the regulations of Ketaring tradition including to have not eating the prohibited food such as fruits that should be not consumed at all so that the types of their foods less varied.

It is suggested to the nutritional providers of the primary health center and rural midwives to make a counseling to those mothers by involving those related parties such as kampong shaman in the case of consuming the more varied foods such as substituting foods to meet the nutritional sufficiency of the post-partum mothers .


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Wahyuni

Tempat / Tanggal Lahir : Penosan, 20 Januari 1987

Agama : Islam

Satus Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Selamat Ujung Gg. Pribadi No. 2 Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Kuta Panjang : Tahun 1994 – 1999 2. SLTP Swasta Shalahuddin : Tahun 1999 – 2002 3. SMU Negeri 1 Kuta Panjang : Tahun 2002 – 2005 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2005 – 2010


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pola Pemberian ASI dan Pola Makan Ibu Nifas yang Mengikuti Tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam Tahun 2010”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Fitri Ardiani, SKM., MPH selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Jumirah., Apt., M.Kes, selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai dosen penguji II..


(8)

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

5. Ayahanda (M. Amin) dan Ibunda (Nurati) tercinta yang telah memberikan yang terbaik bagi penulis, juga adik-adikku tersayang (Amri, Linda dan Samsul Bahri) serta kakak sepupuku (Ratna Pratiwi Zahara) yang memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan teman-teman yang ada di Subulussalam yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI Halaman Pengesahan

Abstrak ... Abstract ... Daftra Riwayat Hidup ... Kata Pengantar ... Daftar isi... Daftar Tabel ... BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.3.1.Tujuan Umum ... 1.3.2.Tujuan Khusus ... 1.4 Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 2.1.1. Komposisi ASI ... 2.1.2. Manfaat Pemberian ASI... 2.2. Pola Pemberian ASI ... 2.3. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu dengan Komposisi ASI ... 2.4. Hal-hal yang Mempengaruhi Produksi ASI... 2.5. Pola Makan ... 2.6. Masa Nifas ... 2.7. Kebutuhan Gizi Ibu Nifas ... 2.8. Tradisi Ketaring (baca : ketaghing) ... 2.9. Kerangka Konsep ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 3.3.2. Sampel... 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 3.4.1. Jenis Data ... 3.4.2. Cara Pengumpulan Data... 3.5. Definisi Operasional ... 3.6. Instrumen penelitian ... 3.7. Aspek Pengukuran ... 3.8. Pengolahan dan Analisa Data ...


(10)

3.8.1. Pengolahan Data ... 3.8.2. Analisa Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 4.2. Gambaran Umum Responden ... 4.2.1. Umur ... 4.2.2. Pendidikan... 4.2.3. Jenis Pekerjaan ... 4.2.4. Tingkat Pendapatan ... 4.3. Pola Pemberian ASI ... 4.4. Pola Makan Ibu Nifas ... 4.4.1. Tingkat Konsumsi Energi ... 4.4.2. Tingkat Konsumsi Protein... 4.4.3. Frekuensi Makan Ibu Nifas ... BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Pemberian ASI ... 5.2. Pola Konsumsi Makanan Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi

Ketaring... 5.2.1. Tingkat Konsumsi Energi ... 5.2.2. Tingkat Konsumsi Protein ... 5.2.3. Frekuensi Makan Ibu Nifas... 5.3. Persepsi Ibu Nifas Terhadap Tradisi Ketaring...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam ... Tabel 4.2. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan

Tingkat Pendidikan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam . Tabel 4.3. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan

Jenis Pekerjaan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam... Table 4.4. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan

Tingkat Pendapatan Keluarga di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam ...

Tabel 4.5. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Indikator Pola Pemberian ASI di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam...

Tabel 4.6. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Asupan Energi di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam... Tabel 4.7. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan

Asupan Protein di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam... Tabel 4.8. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan

Frekuensi Makan menurut Jenis Makanan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam ...


(12)

ABSTRAK

Masalah pola makan ibu nifas tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada, yang seringkali membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam. Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Populasi adalah seluruh ibu nifas di Kecamatan Rundeng pada saat dilakukan penelitian berjumlah 29 orang dengan jumlah sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik ibu nifas dan pola pemberian ASI. Jumlah konsumsi energi dan protein diperoleh melalui survei konsumsi makanan dengan metode food recall 24 jam. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian ASI oleh ibu nifas cukup baik, hal ini terlihat dari jumlah ibu nifas yang memiliki pola pemberian ASI yang sebagian besar baik. Pola makan ibu nifas yang dilihat dari tingkat konsumsi energi dan protein masih belum sesuai dengan angka kecukupan gizi. Masih ada ditemukan tingkat konsumsi energi ibu nifas kurang dan paling banyak pada tingkat konsumsi sedang, bahkan tidak ada ibu nifas yang tingkat konsumsi proteinnya baik. Semua ibu nifas menyatakan setuju untuk melaksanakan tradisi Ketaring, maka segala aturan selama mengikuti tardisi Ketaring mereka patuhi termasuk dalam hal tidak mengonsumsi makanan yang dipantangkan seperti buah-buahan yang sama sekali tidak boleh dikonsumsi. Sehingga jenis pangan yang mereka konsumsi kurang bervariasi.

Disarankan kepada petugas gizi puskesmas dan bidan desa agar melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti dukun kampung dalam hal mengonsumsi makanan yang lebih bervariasi yaitu makanan pengganti yang diperbolehkan untuk memenuhi kecukupan gizi ibu nifas.

Kata kunci : pola pemberian ASI, pola makan, ibu nifas


(13)

ABSTRACT

The case of maternal food pattern cannot be separated to the social, cultural and environmental factors where they live frequently leading to positive or negative impact on the maternal and infant health.

The purpose of this study is to know the breast feeding pattern and the food pattern of the post-partum mothers obeying the Ketaring tradition in Rundeng Subregency of Subulussalam City. The type of the study was a descriptive one using a cross sectional study design. The population included all the post-partum mothers in Rundeng Subregency under the study of 29 persons and the samples were taken by total sampling method. The data collection was carried out by questionnaire consisting of the post-partum mothers characteristics and the breast feeding pattern. The total energy and protein was taken by the survey of food consumption using food recall 24 hours method. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of this study showed that the breast feeding pattern by the post-partum mothers was good enough. It can be indicated by the total post-post-partum mothers who have adequate breast feeding pattern. The food pattern of the post-partum mothers viewed in terms of energy and protein consumption rate was still not adjusted to the nutritional sufficiency rate. There was still the inadequate consumption rate of energy of the post-partum mothers and majority of the mothers consumed moderately and even none post-partum mothers with the adequate protein consumption rate. All the post-partum mothers agreed to implement Ketaring tradition, then they obeyed all the regulations of Ketaring tradition including to have not eating the prohibited food such as fruits that should be not consumed at all so that the types of their foods less varied.

It is suggested to the nutritional providers of the primary health center and rural midwives to make a counseling to those mothers by involving those related parties such as kampong shaman in the case of consuming the more varied foods such as substituting foods to meet the nutritional sufficiency of the post-partum mothers .


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dari dasar yaitu dengan perhatian utama terhadap proses tumbuh kembang anak sampai dewasa muda. Untuk itu seorang ibu harus mempunyai cadangan zat gizi selama hamil dan mengonsumsi makanan bergizi selama menyusui (Amanullah, 2001).

Tujuan khusus program pangan dan gizi dalam mencapai Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan ketersediaan komoditas pangan yang cukup. Peningkatan ini dilakukan dengan cara penganekaragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dan meningkatkan pelayanan gizi dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).

Menurut Alkatiri (1996), Swastha Harena berasal dari kata sansekerta yang berarti sehat melalui makanan. Sudah tidak dapat disangkal lagi kenyataannya bahwa manusia hidup memerlukan makanan, karena sel-sel tubuh memerlukan zat-zat makanan, baik protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang. Keadaan gizi seseorang akan sangat berkaitan dengan konsumsi makanan. Keadaan gizi yang optimal dapat dicapai apabila kebutuhan dan intake gizi terpenuhi dengan baik.

Peranan ASI bagi seorang bayi sangatlah vital dan memberikan efek untuk kehidupannya di masa mendatang dan ASI itu sendiri dipengaruhi oleh asupan


(15)

makanan. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang bergizi bagi anak 0-2 tahun. ASI merupakan makanan yang paling lengkap, aman, dan murah. ASI tidak dapat digantikan oleh susu manapun mengingat komposisi ASI yang sangat ideal dan sesuai dengan kebutuhan anak, serta mengandung zat kekebalan yang sangat penting untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit. Akan tetapi, ASI hanya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi anak sampai usia 6 bulan, setelah itu diberikan makanan pendamping ASI (Pudjiadi, 2005).

Pemberian ASI sangat penting karena ASI adalah makanan utama bayi. Dengan ASI bayi akan tumbuh sempurna sebagai manusia yang sehat, bersifat lemah-lembut, dan mempunyai IQ yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung asam Dekosa Heksanoid (DHA). Bayi yang diberi ASI secara bermakna akan mempunyai IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang hanya diberi susu bubuk (Sulistyawati, 2009).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (belum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009). Masalah pola makan ibu nifas di Indonesia tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pantangan pada jenis makanan tertentu


(16)

menunjukkan fakta dasar bahwa peran kebudayaan cukup besar. Pantangan terhadap pola makan tertentu di setiap daerah terlihat dari pola makan ibu hamil, menyusui dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu (Haryono, 2006).

Menurut Wilson (1980) yang dikutip oleh Deri (2009), di Desa Rumuda, ditimur laut Malaysia, disimpulkan bahwa setelah melahirkan wanita melayu mulai membatasi makanan dengan cara mengurangi konsumsi sayur dan buah. Hal ini disebabkan wanita yang baru melahirkan dianggap sangat peka terutama terhadap dingin yang berasal dari udara atau makanan yang dingin. Sehingga makanan yang dingin dilarang selama 40 hari pada periode pemanasan setelah melahirkan. Wanita yang baru melahirkan dibatasi makanannya hanya pada telur, madu, gandum, tapioka, pisang yang dimasak, ikan panggang, lada hitam dan kopi. Begitu juga dengan pendapat Erloy (1996) yang menyatakan bahwa pada masa nifas, mereka menolak mengonsumsi buah-buah dingin, sayuran dan ikan beracun, sehingga dibuatkan resep dan menu yang khusus. Sedangkan pendapat Fieldhous (1995) yang dikutip dari Deri (2009) juga mengatakan bahwa pada wanita Tamilnad, setelah melahirkan, selama 41 hari masa nifas, ada makanan-makanan yang harus dihindarkan, seperti : daging biasa, telur ayam, mentega, beras, cabe, ayam, sarden, susu sapi, buah-buahan, kentang, ubi rambat dan kacang mete.

Ibu menyusui dan bayi adalah termasuk kedalam kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi. Pada umumnya kelompok ini memerlukan zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Selama menyusui kebutuhan zat gizi lebih tinggi. Zat gizi diperlukan ibu untuk menghasilkan ASI, melalui ASI zat-zat gizi yang


(17)

diperlukan bayi dapat terpenuhi selama beberapa bulan pertama dalam kehidupannya (Sediaoetama, 2004).

Pemberian ASI ekslusif pada bayi di Kota Subulussalam pada tahun 2008 masih jauh dari target yang diharapkan yaitu 80%, kebanyakan kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan lebih dini, berupa bubur nasi yang sudah dilumatkan atau memberi buah pisang sebelum anak berusia 6 bulan. Dengan alasan ASI tidak cukup atau tidak memadai dengan kebutuhan bayi sehingga bayi merasa lapar dan harus di berikan makanan pendamping sedini mungkin. Maka menurut pada hasil pendataan ulang yang di lakukan Dinas Kesehatan Kota Subulussalam dan Profil Kesehatan Kota Subulussalam di peroleh angka pemberian ASI ekslusif pada tahun 2009 hanya 26,58% dari jumlah keseluruhan bayi yang ada di Kota Subulussalam yaitu 1.870 bayi, turun dibanding tahun 2008 sebesar 51,13% dari jumlah 1.504 bayi. Data cakupan ASI ekslusif di Kecamatan Rundeng termasuk yang paling rendah setelah Kecamatan Penanggalan yaitu hanya 2,95% (Profil Dinkes Kota Subulussalam, 2009).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Rundeng pada bulan Maret tahun 2010 dengan wawancara langsung pada beberapa bidan kampung diantaranya, Cambo Nungkak, Mamak Razali, dan Mamak Bangun serta dua orang dukun kampung yaitu Hj. Insan dan Hj. Ana yang berhasil diwawancarai dan bersedia memberikan keterangan serta beberapa diantaranya masih aktif menolong persalinan bahkan telah bermitra dengan bidan desa. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa tokoh adat dan penggiat budaya seperti bapak Mulyadi Kombih, Ugot Pinem dan Mukim Layari Kombih, yang memberikan keterangan


(18)

hampir sama. Terakhir sekali dalam survei awal ini dilakukan wawancara pada kelompok masyarakat yang masih menganut tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng yang pada umumnya hampir 85% masyarakat Rundeng masih menjalankan tradisi Ketaring sampai saat ini, sisanya menjalankan tradisi Ketaring dengan tidak terlalu mematuhi peraturan yang ada di dalam tradisi tersebut, terutama dari sisi konsumsi makanan, dalam arti bahwa Ketaring yang dijalani hanya sebatas berdiang di api pada pagi dan sore hari, tapi tidak mengindahkan pantang makanan.

Dari rangkaian kegiatan di atas yang telah dilakukan sejak awal penelitian sampai observasi langsung terhadap beberapa ibu nifas yang ada di Kecamatan Rundeng, maka diperoleh data awal bahwa seluruh ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis makanan tertentu bahkan untuk beberapa jenis makanan tidak diperbolehkan sama sekali seperti : ikan asin, udang, ikan tongkol, telur, air putih, cabai dan buah-buahan, misal seperti jeruk, pisang, pepaya, rambutan, salak, nenas, apel, anggur, manggis dan sebagainya. Bahkan menurut survei awal yang dilakukan ini, hampir semua buah-buahan tidak boleh dikonsumsi oleh ibu selama masa Ketaring. Secara otomatis tentu saja hal ini mengakibatkan asupan zat gizi ibu menjadi tidak terpenuhi bila dibandingkan dengan kecukupan zat gizi yang dibutuhkan serta dianjurkan selama periode masa menyusui.

Seharusnya ibu nifas mendapatkan makanan yang lebih dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya dan bayinya yang bergantung pada konsumsi sang ibu. Akan tetapi dengan tradisi yang telah dianut sejak lama, maka ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring pada umumya masih mematuhi aturan-aturan dan pada


(19)

masa mengikuti tradisi Ketaring ini kondisi ibu tampak pucat, hal ini disebabkan karena adanya pembatasan terhadap beberapa jenis makanan tertentu. Tradisi Ketaring telah berlangsung secara turun temurun dari sejak dahulu sampai sekarang.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik dan perlu melakukan kajian ilmiah mengenai pola makan ibu nifas di Kecamatan Rundeng sebagai salah satu kecamatan dari lima kecamatan yang ada di Kota Subulussalam, dengan komunitas penduduk asli terbesar di Kota Subulussalam. Masyarakat Rundeng tersebar di 23 desa atau gampong, dimana sebagian besar masyarakatnya sejak lama masih menganut tradisi Ketaring dibandingkan daerah-daerah lainnya yang ada di Kota Subulussalam.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng.


(20)

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng

b. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng

c. Untuk mengetahui pola pemberian ASI ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng

1.5Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Subulussalam dan pihak-pihak lain yang memiliki keterkaitan dalam penyusunan berbagai program, keputusan dan kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak serta program-program lain yang saling berkoordinasi dan bersinergi seperti bagian gizi dan promosi kesehatan dalam usaha mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal di Kota Subulussalam.

b. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan bagi ibu nifas agar mengonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhannya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah yang cukup (Maclean, 1998). Asi juga merupakan makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Dinkes Prop SU, 2005).

Produksi ASI ditentukan oleh faktor nutrisi, frekuensi pengisapan dan faktor emosi. Jadi tidak ada pantangan dalam memilih makanan baik selama nifas ataupun menyusui. Terapkan pola makan seimbang dengan kombinasi Karbohidrat, Protein dan Lemak untuk produksi ASI. Jika Anda seorang vegetarian, lanjutkan penggunaan vitamin tambahan yang dianjurkan untuk kehamilan (Sholihah, 2009).

2.1.1. Komposisi ASI

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagi suatu “simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak dapat ditiru oleh buatan manusia.

Air susu mamalia (makhluk menyusui) spesifik spesies, yaitu disesuaikan secara alamiah dengan kebutuhan untuk tumbuh kembang secara khusus bagi bayi setiap jenis (spesies) mamalia. Demikian khususnya sehingga komposisi, lokasi,


(22)

jumlah puting susu, dan frekuensi menyusui, semua diciptakan untuk mengoptimalkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang turunan mamalia tersebut.

Umumnya komposisi ASI mamalia disesuaikan dengan kecepatan tumbuh untuk mencapai berat badan lahir sebanyak dua kali lipat usia 3-4 bulan. Bayi manusia termasuk kelompok bayi yang pada waktu lahir masih sangat belum matang sehingga tergantug penuh pada orang tua untuk perawatan dan kelangsungan hidupnya. Selain itu, bayi manusia juga merupakan salah satu mamalia yang pertumbuhannya sangat lambat. Diperlukan waktu sekitar 4-4 ½ bulan untuk mengadakan berat badan lahirnya. Memang ASI manusia merupakan salah satu ASI yang terencer sehingga bayi harus sering menyusu pada ibunya. Ini merupakan hal yang baik, karena akan menyebabkan terjalinnya hubungan ibu-anak yang lebih sering. Hal ini akan memastikan terdapatnya perhatian dan perawatan yang intensif untuk kelangsungan hidup serta pertumbuhan bayi manusia.

1. ASI berbeda dengan susu sapi

Komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu sapi, karena susu sapi disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak manusia.

2. ASI berbeda dari satu ibu ke ibu lain.

Komposisi ASI demikian spesifiknya sehingga dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda. Misalnya, komposisi air susu dari ibu yang melahirkan bayi prematur berbeda dengan komposisi air susu ibu yang melahirkan bayi yang cukup bulan, walaupun kedua ibu ini melahirkan pada waktu yang sama.


(23)

3. Komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu. Jadi, disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu.

4. Komposisi ASI dari satu ibu pun berbeda-beda dari hari ke hari, bahkan dari menit ke menit (Roesli, 2000).

2.1.2. Manfaat Pemberian ASI

Pemberian ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu pertama mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. Penting sekali bagi bayi untuk segera minum ASI dalam jam pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja tanpa tambahan makanan lain merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bulan makanan lain harus ditambahkan pada bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus disarankan selama setidaknya 1 tahun pertama kehidupan anak (Sulistyawati, 2009).

Menurut Utami Roesli (2000), Ada beberapa manfaat pemberian ASI bagi bayi dan bagi ibu. Manfaat ASI bagi bayi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.

2. Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat anti-kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga akan mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan.


(24)

4. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI ekslusif potensial lebih pandai.

5. Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara. 6. Membantu pembentukan rahang yang bagus.

7. Mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.

8. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI ekslusif akan lebih cepat bisa jalan.

9. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan social yang baik.

Demikianlah, pemberian ASI ekslusif akan memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, kepandaian emosional, spiritual maupun sosialisasinya. Itu sebabnya, akan sangat mudah menjadi sumber daya manusia yang tangguh berkualitas.

Adapun manfaat pemberian ASI bagi ibu adalah : 1. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan. 2. Mengurangi terjadinya Anemia.

3. Menjarangkan Kehamilan. 4. Mengecilkan Rahim.

5. Lebih Cepat Melangsingkan kembali.

6. Mengurangi Kemungkinan Menderita Kanker. 7. Lebih Ekonomis dan Murah.


(25)

9. Portabel dan Praktis.

10.Memberi Kepuasan bagi Ibu.

Sedangkan menurut Ari sulistyawati (2009) manfaat pemberian ASI bagi ibu adalah sebagai berikut :

a. Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari proses persalinannya. b. Wanita yang nenyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun berat badannya dari

berat badan yang bertambah selama kehamilan.

c. Ibu yang menyusui, yang menstruasinya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk menjadi hamil (kadar prolaktin yang tinggi akan menekan hormone FSH dan ovulasi).

d. Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayang kepada buah hatinya.

2.2. Pola Pemberian ASI

Pola pemberian ASI adalah kebiasaan ibu menyusui berdasarkan banyaknya seorang ibu menyusui bayinya. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui tanpa pernah membaca buku tentang ASI (Suhardjo, 1992).

Menyusui adalah proses alamiah, data terakhir menunjukkan 96-98% ibu menyusui bayinya, hanya saja pola pemberian ASI atau menyusuinya yang masih belum memadai. Pola pemberian ASI merupakan rangkaian kegiatan menyusui yang terdiri dari pemberian colostrum, ASI ekslusif, frekuensi pemberian, lama pemberian atau menyusui dan cara menyusui (Roesli, 2000).


(26)

ASI dalam jumlah yang cukup merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. Bayi merupakan salah satu kelompok rentan gizi dan paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan kebutuhan bayi akan zat gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan karena bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang pesat (Sediaoetama, 2004).

ASI ekslusif adalah pemberian air susu ibu tanpa pemberian apapun seperti madu, air putih, makanan lunak sekalipun dan lain-lain yang berlangsung sampai usia 6 bulan (UNICEF, 1994). Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan karena ASI mencukupi kebutuhan bayi akan berbagai zat gizi. Saat ini para ahli kesehatan menganut paham jarak menyusui bayi setiap 3 jam dengan alasan karena lambung bayi akan kosong setelah 3 jam selesai menyusui. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI (Pusdiknakes, 1993). Jarak waktu menyusui yang terlalu dekat sering menyebabkan bayi tidak mampu menghabiskan ASI yang ada dalam payudara ibu, akibatnya akan melemahkan ransangan terhadap sel-sel yang menghasilkan ASI, sehingga produksi ASI akan cepat menurun. Anak yang makanannya sedikit-sedikit akan menghilangkan nafsu makan, karena kadar gula dalam darah akan selalu tinggi.

Selain itu penjadwalan akan membuat bayi frustasi karena saat bayi masih menyusu tidak diberikan dan sebaliknya pada saat bayi tidur, dibangunkan karena sudah tiba saatnya untuk menyusu. Dengan kata lain menyusui sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi/feeding on demand (UNICEF, 1994).


(27)

Tiga puluh menit setelah lahir sebaiknya bayi disusui sehingga terjadi perangsangan pembentukan ASI ekslusif dan seterusnya sampai usia 24 bulan, ditambah dengan makanan pendamping ASI. Cara menyusui yang baik adalah (Pusdiknakes, 1993).

Ibu harus lebih sering menyusui bayinya, bila ibu menyusui lebih sering Selama beberapa hari, pasokan akan meningkat dan berat badan bayi akan mulai bertambah. Adapun hal-hal yang harus dilakukan ibu adalah :

1. Ibu harus menyusui bayinya pada setiap payudara paling sedikit 5-10 menit

2. Bila bayi ingin mengisap lebih lama, biarkan bayi meneruskannya sampai berhenti sendiri.

3. Bila bayi tertidur selama menyusu, ibu harus mengelus pipinya dengan lembut agar terjaga.

4. Bayi jangan di beri pakaian terlalu tebal sewaktu menyusu. 5. Ibu harus memberikan ASI saja.

6. Ibu harus menyusui sesering mungkin pada beberapa hari pertama untuk meningkatkan pasokan ASI (King, 1998).

Dengan sikap duduk pada ibu, menyendawakan bayi setelah menyusui, menetek pada kedua payudara secara bergantian dan lama tiap kali menyusui 10-20 menit. Menyusukan selama 15 menit jika ASI cukup dan lancar sudah cukup untuk bayi. ASI yang terhisap bayi pada 5 menit pertama adalah kurang lebih 112 ml, 5 menit kedua kurang lebih 64 ml dan 5 menit terakhir hanya 16 ml (Soetjiningsih, 1997).


(28)

Pengetahuan yang memadai amat di butuhkan oleh ibu termasuk keunggulan ASI dan bahaya-bahaya memberi susu melalui botol terutama sebelum bayi berusia 4-6 bulan dengan pengetahuan yang cukup akan diperoleh pola menyusui yang benar yang menguntungkan bagi si bayi, ibu dan keluarga. Namun faktor intrinsik yang terdiri dari faktor sosial budaya masyarakat dapat berpengaruh terhadap pemberian ASI. Adanya lapisan-lapisan masyarakat yang digolongkan berdasarkan status ekonomi, kedudukan dan pekerjaan yang kesemuanya ini dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Adanya diskriminasi antara anak laki-laki dan perempuan yang berdampak pada perolehan ASI. Ibu lebih mengutamakan anak laki daripada anak perempuan karena adanya budaya pengutamaan pada anak laki-laki (Roesli, 2000).

Keyakinan agama tertentu juga dapat mempengaruhi (Widodo, 2001), serta beberapa mitos-mitos yang berkembang sehubungan dengan pemberian ASI kepada bayi. Kegagalan menyusui terjadi kurang dari 1%, dimana ibu benar-benar tidak bisa menyusui bayinnya, sehingga ibu memberikan bayinya susu sapi. ASI tidak cukup merupakan alasan paling sering bagi ibu yang ingin cepat memberikan bayi mereka susu sapi atau bubur. Menyusui bayi kurang dari lima kali sehari merupakan sebab umum buruknya pasokan ASI. Beberapa ibu menyusui bayinya hanya satu atau dua kali sehari dan tidak menyusui bayinya waktu malam. Beberapa ibu menghilangkan waktu menyusui untuk menghemat ASI mereka (King, 1998).


(29)

2.4. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu dengan Komposisi ASI

Menurut pendapat Jelief (1979) yang dikutip dari Alkatiri 1996, pada ibu menyusui dengan gizi kurang kualitas Air Susu Ibu tidak mengalami gangguan, hanya produksinya (kuantitasnya) mengalami penurunan sampai 23 persen. Sedangkan menurut Hambraeus (1979), mutu air susu hanya sedikit dipengaruhi oleh taraf gizi serta dietnya selama masa laktasi. Tetapi kadar vitamin dan mineral dalam air susu yang lebih rendah diperoleh dari hasil pemeriksaan diantara ibu-ibu dengan gizi kurang.

Duhring (1988) menyebutkan bahwa penelitian dinegara-negara sedang berkembang memperlihatkan walaupun ibu menyusui mengalami kekurangan makan, kualitas Air Susu Ibu tidak berubah walaupun kuantitasnya berkurang. Disebutkan pula pada penderita malnutrisi, kemampuan/kekuatan dari kekebalan seluler biasanya menderita kerusakan yang paling berat dari semua fungsi kekebalan (Alkatiri, 1996).

Wanita Hamil yang normal mendapatkan kenaikan berat badan sebesar 10-12kg selama kehamilannya. Setengah dari angka itu digunakan untuk mempersiapkan tubuh ibu sehingga mampu membentuk air susu dengan memuaskan. Demikian juga selama periode menyusui ibu harus mendapatkan makanan tambahan karena selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran, dimana ASI merupakan sumber makanan tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitasnya yang dihasilkan harus tetap cukup sesuai dengan kebutuhan bayi.


(30)

2.5. Hal-hal yang Mempengaruhi Produksi ASI

Pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa factor sebagai berikut : 1. Makanan

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk pembentukan produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Bahan makanan yang dibatasi untuk ibu menyusui :

a. Yang merangsang , seperti : cabe, merica, jahe, kopi, alkohol.

b. Yang membuat kembung, seperti : ubi, singkong, kool, sawi dan daun bawang. c. Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.

2. Ketenangan jiwa dan fikiran

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh factor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.

3. Penggunaan alat kontrasepsi

Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.


(31)

4. Perawatan Payudara

Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen lebih banyak lagi dan hormone oxytocin.

5. Anatomis Buah Dada

Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobuluspun berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari pembuluh darah akan berkurang. 6. Fisiologi

Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama prolaktin ini merupakan hormone laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan sekresi air susu.

7. Faktor istirahat

Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.

8. Faktor isapan anak

Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.

9. Faktor obat-obatan

Diperkirakan obat - obatan yang mengandung hormon mempengaruhi hormon proklaktin dan oxytocin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi pembetukan dan pengeluaran ASI (Eny, 2009).


(32)

2.5. Pola Makan

Sejak zaman purba manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk kelangsungan hidup. Manusia kemudian mempunyai ide-ide yang masih kabur tentang makanan, yang berwujud tabu, kekuatan magis dan nilai-nilai menyembuhkan. Pada masyarakat tertentu saat ini ide tersebut masih ada. Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang di beli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan (Almatsier, 2004).

Pola makan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis maupun sosial (Baliwati, 2004).

Menurut Khumaidi (1994), kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok.

2.6. Masa Nifas

Periode post partum atau masa nifas pada ibu adalah masa dimana seorang ibu yang baru melahirkan mengalami waktu penyembuhan dan perubahan kembali ke waktu ke keadaan tidak hamil. Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih seperti ke keadaan sebelum hamil. Untuk


(33)

membantu mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan sebagainya.

Ibu nifas memproduksi 600-800 ml ASI per hari oleh karena itu diperlukan tambahan kalori sebanyak 500 kkal. Bila tidak diimbangi peningkatan makanan, sumber kalori tersebut diambil dari tubuh ibunya sehingga membahayakan status gizi ibu dan bayinya.

Menurut beberapa pendapat para ahli tidak ada makanan yang secara khusus disarankan bagi ibu menyusui. Mereka harus makan seperti biasanya, dengan menu beragam sesuai pola makan yang seimbang “empat sehat lima sempurna”. Oleh karena ibu menyusui cenderung untuk merasa cepat haus karena sebagian air yang diminum dipakai tubuh untuk memproduksi ASI (87% kandungan ASI adalah air) maka perlu penambahan frekuensi minum sebanyak 4-5 gelas per hari agar tubuh tidak kekurangan cairan. Selain air putih, susu dan buah juga dapat menjadi sumber cairan (Arifin, 2005).

2.7. Kebutuhan Gizi Ibu Nifas

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa.


(34)

Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu harus mengandung :

1. Sumber tenaga (energi)

Untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein (jika sumber tenaga kurang, protein dapat digunakan sebagai cadangan untuk memenuhi kebutuhan energi). Zat gizi sebagai sumber karbohidrat terdiri dari beras, sagu, jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat lemak dapat diperoleh dari hewani (lemak, mentega, keju) dan nabati (kelapa sawit, minyak sayur, minyak kelapa dan margarine).

2. Sumber pembangun (protein)

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati. Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap oleh sel mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena portae. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe). Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu, telur dan keju, ketiga makanan tersebut juga mengandung zat kapur, zat besi dan vitamin B.


(35)

3. Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air)

Unsur-unsur tersebut digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui minum air sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali sehabis menyusui). Sumber zat pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar.

Kebutuhan energi ibu nifas/menyusui pada enam bulan pertama kira-kira 700 kkal/hari dan enam bulan kedua 500 kkal/hari sedangkan ibu menyusui bayi yang berumur 2 tahun rata-rata sebesar 400 kkal/hari (Eny, 2009).

Keadaan gizi seseorang berkaitan dengan konsumsi makanan, tingkat keadaan gizi yang optimal akan tercapai dengan kebutuhan gizi yang tercukupi. Peranan ASI dipengaruhi oleh asupan makanan. Kebutuhan akan zat gizi tidak sama bagi semua orang. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan berbagai kelompok orang ditetapkan dalam sebuah daftar yang di revisi setiap lima tahun (Soekirman, 2000).

Gizi dan pola makan ibu menyusui di Indonesia pada umumnya tidak baik, bahkan sering ibu yang menyusui mendapat gizi dengan mutu yang sama dengan ibu yang tidak menyusui. Oleh sebab itu, kebutuhan gizi ibu yang menyusui tentu saja menjadi semakin meningkat, kebiasaan menyusui yang dilakukan oleh ibu-ibu hendaknya perlu diperhatikan karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna, dimana kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Depkes RI, 2002).


(36)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri di kecamatan Singkil Tahun 2009 bahwa pantangan/larangan terhadap beberapa jenis makanan relatif tidak baik karena asupan zat gizi ibu nifas manjadi sangat kurang yaitu sebanyak 91,1% ibu nifas defisit zat besi, sebanyak 73,4% ibu nifas defisit energi dan sebanyak 26,7% ibu nifas defisit protein.

2.8. Tradisi Ketaring

Ketaring berasal dari kata dapur atau Perapian yang secara adat bagi masyarakat Subulussalam diartikan sebagai kegiatan “naik dapur” yang dimulai pada masa tiga hari sampai dengan tujuh hari pasca melahirkan, dimana masa Ketaring ditandai dengan kegiatan Majek Ketaring atau pembuatan dapur kayu dengan ukuran yang sesuai kebutuhan berikut disediakannya potongan-potongan kayu yang khusus untuk dibakar selama masa Ketaring berlangsung serta diakhiri dengan upacara turun dapur atau luar Ketaring setelah 40 hari masa Ketaring berakhir yang dengan sendirinya menandakan telah berakhir pula masa nifas ibu. Pada masyarakat pinggiran (pedesaan) terutama yang yang tinggal di Rundeng, perlakuan terhadap ibu yang baru melahirkan ini masih sesuai dengan tradisi yang telah lalu, masa Ketaring ini pun akan di mulai tiga sampai tujuh hari setelah melahirkan sampai hari yang keempat puluh. Tradisi ini telah dilakukan sejak lama dan secara turun temurun dipercaya mampu memulihkan kondisi kesehatan ibu secara holistik, menjaga kesehatan tulang dan penampilan fisik ibu dimasa yang akan datang serta yang terpenting adalah konon kabarnya tradisi Ketaring dipercaya masyarakat mampu menjaga tubuh dari proses penuaan serta mengembalikan kondisi pudun (rahim ibu)


(37)

seperti sedia kala. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2010, pada masa Ketaring ini, ada banyak aturan-aturan yang harus dijalankan oleh seorang ibu nifas, selain harus sudah mandi dipagi buta dan tidak boleh mandi di sore hari, ada ritual lain yang harus benar-benar diperhatikan yaitu penggunaan Batu belah rotan yang dibuat dari bahan dan ramu-ramuan seperti tanah liat, jarum, kapas guzarat asli, bumbu racikan lainnya yang originalitasnya menjadi rahasia dukun bersangkutan yang membuatnya. Sebab batu belah rotan ini dibuat khusus oleh sesepuh kampong atau dukun kampong atau orang-orang tertentu yang memiliki kompetensi karena dalam pembuatannya menggunakan jampi-jampi. Sebelum digunakan ini harus dipanaskan terlebih dahulu didekat api tungku Ketaring, kemudian dibungkus dengan kain bersih untuk kemudian diletakkan pada vagina sampai batu dingin, dipanaskan kembali dan begitu seterusnya selama masa Ketaring berlangsung. Batu Belah Rotan ini sangat dipercaya berperan penting dalam pemulihan organ genital ibu nifas. Selain batu belah rotan, ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring juga memiliki ritual lainnya yaitu duduk di atas kekundulen atau menduduki abu sisa pembakaran kayu Ketaring yang di bungkus dengan daun Mengkudu atau daun Pisang. Khusus 20 hari sebelum masa Ketaring selesai ibu nifas harus meletakkan batu bata yang telah dipanaskan di atas perutnya dengan tujuan untuk mengeringkan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka akibat persalinan sekaligus memulihkan penampilan fisik khusus di daerah perut. Setelah melahirkan dan tradisi Ketaring dimulai maka khusus untuk anak pertama atau anak yang di tunggu/diharapkan kehadirannya dibuat acara khusus yang disebut dengan acara Mbabal pola dimana acara ini dibuat sebagai tanda syukur atas kelahiran anaknya,


(38)

selain itu juga dimaksudkan untuk menandai telah tiba saatnya seorang ibu nifas mulai di tempatkan pada sebuah perapian khusus untuk 35 hari selanjutnya. Pada acara Mbabal pola ini, semua sanak keluarga dekat ibu nifas diundang dan pada umumnya sajian khas yang akan selalu dihidangkan adalah sajian berupa ayam panggang yang dianyang dan diracik dengan bumbu-bumbu tertentu, setelah itu makanan khas ini akan disajikan kepada tetamu bersamaan dengan Nditak matah, sejenis makanan yang terbuat dari beras yang ditumbuk dengan kelapa, gula dan garam untuk kemudian dikepal-kepal sebelum disajikan. Setelah acara ini selesai maka si ibu diwajibkan berada didekat perapian sampai masa Ketaring selesai dengan kondisi api Ketaring menyala tanpa pernah padam baik siang maupun malam.

Pada saat menjalankan tradisi Ketaring, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : ikan asin,udang, ikan tongkol, telur, cabai dan buah-buahan sama sekali tidak diperbolehkan selama 40 hari masa Ketaring berlangsung. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti ikan selar, gembulun/gembung, seleng, sepat, gabus, lele, mujahir dan ayam, yang pengolahannya dengan cara digoreng dan dibakar. Apabila ibu akan mengonsumsi sayuran, semua jenis sayuran yang diperbolehkan untuk dikonsumsi seperti daun singkong, daun pepaya, bayam, sawi, kangkung, daun katuk atau sayuran hijau lain hanya boleh direbus dan pada saat akan dikonsumsi airnya harus disingkirkan atau malah diperas terlebih dahulu sampai agak kering untuk membatasi konsumsi air yang dipercaya akan menyebabkan luka pada rahim menjadi basah dan sukar untuk disembuhkan. Dan pada masa ini ibu nifas juga tidak diperbolehkan minum air putih sama sekali, jika ibu nifas ingin minum, ia hanya diperbolehkan meminum air


(39)

rebusan rempah ratus (dapat ditemukan dengan mudah di pasar tradisional dalam bentuk kemasan praktis) dicampur dengan Meniran, Andaliman, Kunyit dan Jahe yang di konsumsi terus layaknya meminum air putih biasa yang khasiatnya diyakini mampu untuk memulihkan kekuatan ibu seperti sediakala dan ibu nifas mengonsumsi air rempah ratus ±5 liter setiap harinya, sebab ibu nifas selalu merasa haus karena senatiasa berada didekat api selama masa Ketaring. Setelah lima hari masa Ketaring berlangsung, ibu nifas akan memulai ritual minum matah yang terbuat dari kunyit, jahe, kencur, gula merah, lada hitam, kayu manis dan garam yang di haluskan serta direbus dengan beberapa daun rempah-rempah seperti daun torbangun, daun pegagan, daun rajo-rajo, daun sadukung anak dan daun kancing baju. Ritual minum minum matah ini berlangsung selama dua puluh hari. Setelah periode minuman matah lewat, maka ibu nifas memasuki masa minum minuman tasak sampai masa Ketaring selesai, adapun komposisi minuman tasak tidak jauh berbeda dengan minuman matah, hanya saja pada minuman tasak, ramuannya di tambah bubuk rempah ratus yang sudah dihaluskan. Dan selama empat puluh hari masa Ketaring berlangsung ibu hanya boleh meminum rebusan ramu-ramuan ini sebagai pengganti air putih ketika haus atau makan ditambah ramuan minuman matah dan minuman tasak yang secara umum disebut minuman obat yang diminum pada pagi dan sore hari. Demikianlah tradisi ini dijalankan dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, terutama di Kecamatan Rundeng. Bahkan beberapa kelompok masyarakat Rundeng yang telah lama meninggalkan gampong dan jauh dari tempat tinggal mereka masih memegang teguh pelaksanaan tradisi Ketaring ini.


(40)

2.10. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Pola Makan

Tradisi Ketaring

pada Ibu Nifas

Pola Pemberian ASI

Gambar I. Kerangka Konsep Penelitian

Tradisi Ketaring yang dilaksanakan oleh ibu nifas mempengaruhi pola makan ibu nifas karena harus mematuhi pantangan/larangan terhadap bahan makanan tertentu yang dikonsumsi sehingga akan mempengaruhi asupan gizi ibu nifas dan akan berdampak pula pada pola pemberian ASI.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional studi, yang bertujuan untuk mengetahui pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas di Kecamatan Rundeng.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam dan waktu penelitian sejak Maret sampai dengan Oktober 2010. Alasan pemilihan lokasi karena Kecamatan Rundeng adalah salah satu dari lima kecamatan di Pemko Subulussalam yang memiliki jumlah penduduk asli yang paling besar, dan masih banyak masyarakatnya memegang erat tradisi Ketaring, dimana tradisi ini berkaitan dengan pola makan ibu nifas di wilayah Kota Subulussalam.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng. Jumlah populasi ini diperoleh pada saat dilakukan penelitian yaitu pada bulan Oktober 2010 sebanyak 29 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring di Kecamatan Rundeng.


(42)

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

1. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden tentang karakteristik ibu nifas, pola pemberian ASI dan pola makan ibu nifas. 2. Data sekunder meliputi data geografi yang diperoleh dari kantor camat dan data

ibu nifas yang diperoleh dari data puskesmas. 3.4.2. Cara Pengumpulan Data

a. Data jenis dan frekuensi makan ibu nifas diperolah dengan menggunakan formulir food frequency sehingga diperoleh frekuensi setiap jenis bahan makanan yang dimakan.

b. Data jumlah makan yang dikonsumsi ibu nifas diperoleh dengan menggunakan food recall.

c. Data pola pemberian ASI diperoleh dari wawancara pada ibu dengan menggunakan kuesioner.

3.5. Definisi Operasional

1. Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan sampai 40 hari pasca persalinan sampai kembali kekeadaan semula sebelum hamil.

2. Pola makan adalah gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan oleh ibu nifas.

3. Frekuensi makan adalah informasi yang menyatakan berapa kali setiap jenis bahan makanan dikonsumsi oleh ibu nifas, misalnya dalam satu hari, satu minggu, atau tidak pernah sama sekali selama masa nifas.


(43)

4. Pola pemberian ASI adalah merupakan rangkaian kegiatan menyusui yang dilakukan ibu nifas kepada bayinya yang terdiri dari pemberian kolostrum, ASI ekslusif, frekuensi pemberian, lama pemberian atau menyusui dan cara menyusui kapada bayinya.

5. Jenis makan adalah macam makanan yang dikonsumsi oleh ibu nifas dalam satu hari.

6. Kecukupan energi adalah jumlah energi yang dipenuhi oleh ibu nifas dalam satu hari yang sesuai dengan kebutuhannya.

7. Kecukupan protein adalah jumlah protein yang dipenuhi oleh ibu nifas yang sesuai dengan kebutuhannya.

8. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan secara formal yang pernah diselesaikan oleh responden.

9. Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh responden yang menghasilkan uang.

10.Pendapatan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dari responden dalam satu hari, minggu, atau bulan.

3.6. Instrumen penelitian

Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Formulir food frequency.

2. Formulir food recall 24 jam. 3. Kuesioner penelitian.


(44)

3.7. Aspek Pengukuran

1. Jumlah dan jenis pangan dihitung dengan menggunakan food recall. dimana dilakukan dengan mencatat setiap bahan makanan yang dimakan selama 24 jam yang dilakukan 2 kali kemudian diukur dengan menggunakan Ukuran Rumah Tangga (URT) yang kemudian dikonversikan kedalam gram.

2. Frekuensi pangan adalah keseringan ibu nifas mengonsumsi bahan makanan tertentu yang diukur dengan menggunakan formulir food frequency. Dimana kuesioner frekuensi makanan memuat tentang jenis bahan makanan, dan dikonversikan ke dalam frekuensi makanan yang dihitung berdasarkan waktu tertentu seperti hari, minggu dan bulan.

3. Banyaknya kalori dan protein yang dikonsumsi dihitung dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) dan dinyatakan dalam kkal dan gram. Hasil analisa bahan makanan selama dua hari akan dihitung rata-rata konsumsi energi dan proteinnya, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein. Tingkat energi dan protein dapat digolongkan atas (Supariasa, 2002) : a. Baik : ≥ 100% AKG

b. Sedang : 80-99% AKG c. Kurang : 70-79 % AKG d. Defisit : < 70 %

4. Pola pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10 pertanyaan kepada responden. Dimana dari hasil yang diperoleh dideskriptifkan berdasarkan jawaban responden.


(45)

4. Tingkat Pendidikan

Kategori tingkat pendidikan responden yaitu : a. Tamat SD

b. Tamat SLTP c. Tamat SLTA

d. Akademi/Pergutuan Tinggi 5. Pekerjaan Responden

Kategori Responden : a. Ibu Rumah Tangga b. Pegawai Negeri c. Wiraswasta d. Petani/Nelayan 6. Pendapatan

Kategori pendapatan berdasarkan UMP Aceh (Peraturan Gubernur, 2009), yaitu : a. Sesuai dengan UMP

b. Di bawah UMP

3.8. Pengolahan dan Analisa Data 3.8.1. Pengolahan Data

1. Editing

Pengolahan data dilakukan dengan mengumpulkan hasil dari kuesioner, food recall, food frequency, dan analisis dengan cara manual dan komputerisasi. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Perhitungan metode recall akan


(46)

diperoleh hasil rata-rata kecukupan energi dan protein dan dikonversikan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), kemudian dibandingkan dengan zat kecukupan energi dan protein yang dianjurkan.

2. Koding

Semua data yang dikumpulkan dan diperiksa dilakukan pengkodean untuk mempermudah pengolahannya.

3. Tabulasi

Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan maka data ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga dapat diperoleh gambaran terhadap hasil penelitian.

3.8.2. Analisa Data

Data dianalisa dengan deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi dengan melihat persentase dari data tersebut.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian

Puskesmas Rundeng adalah salah satu puskesmas di Kota Subulussalam Propinsi Aceh Darussalam yang memiliki luas wilayah 342 km². Secara geografis letak Kecamatan Rundeng sebagai wilayah kerja Puskesmas Rundeng adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sultan Daulat, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Longkib, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon (Aceh Selatan), dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Kiri.

Jumlah penduduk Kecamatan Rundeng pada tahun 2009 sebesar 11.893 jiwa dengan 2.719 kepala keluarga yang terdiri dari 6.013 laki-laki dan 5.880 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Rundeng adalah bertani, sebahagian lagi nelayan, pedagang, pegawai negeri dan swasta.

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kecamatan Rundeng terdiri dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kecamatan Rundeng terdiri dari puskesmas sebanyak 1 unit, puskesmas pembantu sebanyak 3 unit, puskesmas keliling sebanyak 1 unit, polindes sebanyak 9 unit. Jumlah tenaga kesehatan di kecamatan Rundeng sebanyak 49, dan tenaga kesehatan yang paling banyak adalah Bidan yang berjumlah 20 orang paling sedikit yaitu tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat, dan Ahli Gizi.


(48)

4.2. Gambaran Umum Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 29 responden, maka diperoleh karakteristik responden berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan.

4.2.1. Umur

Pengelompokan umur responden yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No Umur Jumlah Persentase

1. 20-24 tahun 4 20,69

2. 25-29 tahun 10 44,83

3. 30-34 tahun 7 27,59

4. ≥35 tahun 3 6,90

Total 29 100,00

Dari Tabel 4.4. diperoleh jumlah responden yang paling banyak adalah berumur 25-29 tahun yaitu sebanyak 44,83%, dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 35 tahun sebanyak 6,90%. ≥

4.2.2. Pendidikan

Pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik.

Tabel 4.2. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tamat SD 11 37,93

2 Tamat SLTP 12 41,38

3 Tamat SLTA 6 20,69

4 Akademi/Perguruan Tinggi 0 0,00


(49)

Pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SLTP (41,38%), sedangkan pendidikan responden yang paling sedikit adalah tamat SLTA (20,69%) dan tidak ada ditemukan responden yang memiliki tingkat pendidikan Akademi/ Perguruan Tinggi.

4.2.3. Jenis Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tentang jenis pekerjaan responden yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1. Ibu Rumah Tangga 15 51,72

2. Pegawai Negeri 1 3,45

3. Berdagang 3 10,34

4. Petani 10 34,48

Total 29 100,00

Pekerjaan dari 29 responden paling banyak adalah sebagai ibu rumah tangga ada 15 orang (51,72%), petani 10 orang (34,48%), berdagang 3 orang (10,34%), dan untuk pegawai negeri hanya 1 orang (3,45%).

4.2.4. Tingkat Pendapatan

Pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan kualitas makanan. Apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya.


(50)

Table 4.4. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No. Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase

1 Sesuai UMP 12 41,38

2 Di bawah UMP 17 58,62

Total 29 100,00

Dari 29 responden terdapat 12 orang (41,38%) memiliki pendapatan keluarga yang sesuai dengan UMP (≥ Rp. 1.300.000,-/bulan), dan 17 orang (58,62%) yang tingkat pendapatannya di bawah UMP (< Rp. 1.300.000,-/bulan).

4.3. Pola Pemberian ASI

Pola pemberian ASI ibu nifas yang mengikuti tradisi Ketaring tergolong baik, hal tersebut diketahui dari hasil jawaban responden pada setiap item pertanyaan. Deperoleh semua responden memberi ASI yang pertama keluar (colostrum) pada bayi, ibu memberi ASI 30 menit setelah melahirkan (65,50%), dan pada saat penelitian semua ibu masih memberi ASI kepada bayi, serta menyusui bayi setiap kali bayi menginginkan (86,20%). Dari hasil wawancara juga diperoleh semua ibu menyusui bayi dengan kedua payudara ibu dan sebagian besar (69,00%) responden menyusui bayi dengan posisi yang benar yaitu seluruh badan bayi dihadapkan pada

badan ibu dan ibu mendekap bayi di bawah payudara. Meskipun demikian, masih ada ibu

(34,5%) yang memberi ASI 1-24 jam setelah melahirkan, 13,8% ibu menyusui bayi berdasarkan kemauan hati ibu, dan sebagian besar ibu (55,2%) menyusui selama < 10 menit dalam satu kali menyusui. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa semua ibu memberi makan bayi selain ASI pada usia < 6 bulan dan ASI yang diberi sampai usia bayi < 1 tahun. Untuk lebih jelasnya berdasarkan 10 indikator pola pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.


(51)

Tabel 4.5. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Indikator Pola Pemberian ASI di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No. Pola Pemberian ASI Jumlah Persentase

1. − Ibu memberi colostrum pada bayi

− Ibu tidak memberi colostrum pada bayi

29 0

100,00 0,0

Total 29 100,00

2. − Ibu memberikan ASI 30 menit setelah melahirkan

− Ibu memberikan ASI 1-24 jam menit setelah

melahirkan

19 10

65,50 34,50

Total 29 100,00

3. − Ibu yang masih memberi ASI kepada bayi

− Ibu tidak lagi memberi ASI kepada bayi

29 0

100,00 0,0

Total 29 100,00

4. − Ibu menyusui bayi setiap kali bayi menginginkan

− Ibu menyusui bayi sesuka hati ibu

25 4

86,20 13,80

Total 29 100,00

5. − Ibu menyusui dengan kedua payudara

− Ibu menyusui tidak dengan kedua payudara

29 0

100,00 0,0

Total 29 100,00

6. − Posisi ibu dan bayi saat menyusui yaitu seluruh

badan bayi dihadapkan pada badan ibu, ibu mendekap bayi di bawah payudara.

− Posisi ibu dan bayi saat menyusui yaitu bayi di

pangkuan ibu dan hanya puting payudara ibu berada di mulut bayi.

20 9

69,00 31,00

Total 29 100,00

7. − Ibu menyendawakan bayi setelah menyusui

− Ibu tidak menyendawakan bayi setelah menyusui

20 9

69,00 31,00

Total 29 100,0

8. − Ibu menyusui bayi 10-20 menit

− Ibu menyusui bayi < 10 menit

13 16

44,80 55,20

Total 29 100,00

9. − Bayi diberi makanan selain ASI usia > 6 bulan

− Bayi diberi makanan selain ASI usia ≤ 6 bulan

0 29

0,0 100,00

Total 29 100,00

10. − ASI diberi sampai usia 2 tahun

− ASI diberi sampai usia 1 tahun

0 29

0,0 100,00


(52)

4.5. Pola Makan Ibu Nifas

Pola makan ibu nifas dilihat dari konsumsi energi dan protein serta frekuensi makan ibu nifas yang diperoleh dengan metode food recall 24 jam.

4.4.1. Tingkat Konsumsi Energi

Selama masa nifas, ibu harus dapat mencukupi kebutuhan energi yang lebih banyak dibanding saat hamil.

Tabel 4.6. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Asupan Energi di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No Tingkat Konsumsi Energi Jumlah Persentase

1. Baik 0 0,00

2. Sedang 24 82,76

3. Kurang 5 17,24

4. Defisit 0 0,00

Total 29 100,00

Dari hasil penelitian ditemukan paling rendah tingkat konsumsi energi ibu nifas kurang yaitu sebanyak 5 orang (17,24%), tetapi tidak ada ditemukan ibu nifas yang konsumsi energinya baik.

4.4.2. Tingkat Konsumsi Protein

Ibu nifas dianjurkan untuk banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein, karena pada saat ini merupakan masa pemulihan setelah persalinan.

Tabel 4.7. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Asupan Protein di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

No Tingkat Konsumsi Protein Jumlah Persentase

1. Baik 0 0,00

2. Sedang 21 72,41

3. Kurang 8 27,59

4. Defisit 0 0,00


(53)

Hasil penelitian diketahui bahwa ternyata dalam hal tingkat konsumsi protein juga diperoleh bahwa paling rendah tingkat konsumsi protein ibu nifas kurang yaitu sebanyak 8 orang (27,59%), tetapi tidak ada ditemukan ibu nifas yang konsumsi proteinnya baik.

4.4.3. Frekuensi Makan Ibu Nifas

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh frekuensi makan ibu nifas seperti yang tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Responden yang Mengikuti Tradisi Ketaring Berdasarkan Frekuensi Makan menurut Jenis Makanan di Kecamatan Rundeng Kabupaten Subulussalam

Frekuensi Konsumsi

1x/hr 2-5 x/mggu 1-2 x/bln Tdk prnh Jumlah

Jenis Makanan

n % n % n % n % n % Makanan Pokok :

− Beras − Roti 29 11 100 37.9 - 13 - 44.8 - 5 - 17.2 - - - - 29 29 100 100 Lauk-pauk :

− Daging Ayam

− Ikan Lele

− Ikan Mas

− Ikan Gabus

− Tempe

− Tahu

− Udang

− Ikan Asin

− Telur - - - - 4 3 - - - - - - - 13,8 10.3 - - - 4 12 10 7 17 14 - - - 13.8 41.4 34.5 24.1 58,6 48.3 - - - 9 9 10 11 8 12 - - - 31.0 31.0 34.5 37.9 27,6 41.4 - - - 16 8 9 11 - - 29 29 29 55.2 27.6 31.0 37.9 - - 100 100 100 29 29 29 29 29 29 29 29 29 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sayuran :

− Daun Katuk

− Daun Bayam

− Daun singkong

− Sawi

− Daun Pepaya

- - - - - - - - - - 7 16 21 11 1 24.1 55.2 72.4 37.9 3.4 11 13 8 18 4 37.9 44.8 27.6 62.1 13.8 11 - - - 24 37.9 - - - 82.8 29 29 29 29 29 100 100 100 100 100 Buah-buahan − Jeruk − Pisang − Pepaya − Semangka - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 29 29 29 29 100 100 100 100 29 29 29 29 100 100 100 100 Minuman


(54)

Dari tabel 4.8. di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi makanan ibu nifas berdasarkan konsumsi makanan pokok tidak bervariasi karena selain nasi, ibu nifas hanya mengonsumsi mi sebagai makanan pokok. Dalam hal lauk-pauk, sebagian besar ibu nifas mengonsumsi sumber protein dari pangan nabati yaitu tempe (13,8%) dan tahu (10,3%) yang mereka konsumsi setiap hari. Sementara pangan hewani juga mereka konsumsi, tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang yaitu 2-5 x/minggu dan 1-2 x/bln. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa ibu nifas sama sekali tidak mengonsumsi buah-buahan karena tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi selama mengikuti tradisi Ketaring. Meskipun demikian, semua ibu nifas meminum air ramuan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan cairan ibu nifas.


(55)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pola Pemberian ASI

ASI dalam jumlah yang cukup merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. Bayi merupakan salah satu kelompok rentan gizi dan paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan kebutuhan bayi akan zat gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan karena bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang pesat (Sediaoetama, 2004).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola pemberian ASI oleh ibu nifas sebagian besar baik (72,41%). Hal ini dapat dilihat dari salah satu jawaban ibu nifas tentang pemberian kolostrum, diperoleh semua ibu nifas memberi ASI yang pertama keluar (kolostrum) pada bayi. Hasil ini sama dengan studi yang dilaksanakan oleh Martianto, dkk., (2006) di Kabupaten Lembata Provinsi NTT, yang menunjukan bahwa riwayat pemberian kolostrum pada balita di Desa Waowala, sebagian besar ibu (90,0%) memberikan kolostrum kepada bayinya sejak awal hingga keluar ASI dan hanya 10,0% ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya.

ASI adalah makanan terbaik dan alamiah dengan komposisi yang sesuai untuk pertumbuhan serta mengandung zat pelindung. Konsentrasi zat pelindung dan protein paling tinggi pada kolostrum dibandingkan ASI berikutnya. Kolostrum adalah ASI yang keluar sejak ibu melahirkan sampai hari ketiga atau ketujuh setelah melahirkan. Komposisi kolostrum tersebut dari hari ke hari semakin menurun. Oleh sebab itu,


(56)

kolostrum harus diberikan sedini mungkin yaitu dalam waktu kurang dari 30 menit atau kurang dari satu jam pertama setelah melahirkan (Wiharta, 1992).

Dari hasil penelitian diperoleh masih ada bayi yang mendapat kolostrum lebih dari 1 jam setelah dilahirkan yaitu sebesar 34,50%. Hasil yang sama juga diperoleh dari data SDKI (2007) yang memperlihatkan 96,3% bayi mendapatkan ASI dan sebanyak 52,7% yang disusui dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan, dan hanya 18,3% yang disusui dalam 1 jam setelah lahir. Sementara berdasarkan lama menyusui, sebagian besar ibu nifas menyusui bayi < 10 menit setiap harinya. Hal ini dikarenakan ibu nifas akan merasa lebih cepat haus bila menyusui lebih dari 10 menit setiap kali menyusui, ditambah lagi ibu nifas yang senantiasa berada di dekat api sehingga keringat banyak keluar akibat tubuh didiang dekat dengan api.

Meskipun ibu memberi kolostrum dan ASI kepada bayi, namun semua ibu sudah memberikan makanan selain ASI pada bayi usia < 6 bulan, dan ibu juga mengatakan bahwa ASI sebaiknya diberi sampai usia < 1 tahun. Hal ini dikarenakan adanya suatu kebiasaan ibu dalam pemberian makan pada bayi di Kecamatan Rundeng, dimana ibu merasa bahwa ASI dianggap kurang memadai sebagai makanan bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah dilumatkan kemudian disulang ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi pisang ditambah dengan nasi yang telah digiling halus di atas piring kemudian disulangkan pada bayi sambil bayi dibaringkan di atas lonjoran kaki ibu. Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Maas (2004) pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, bahwa pada usia 1 bulan bayi sudah diberi bubur tepung dan bubur nasi. Ada pula


(57)

kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan, madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.

Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar yang dapat mempengaruhi status gizi bayi (Hayati, 2009).

5.2. Pola Makan Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Ketaring 5.2.1. Tingkat Konsumsi Energi

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, kebutuhan energi bagi ibu menyusui enam bulan pertama ada tambahan sebesar 500 kal/hari, sehingga kebutuhan energi per hari pada kelompok umur 16 – 18 tahun sebesar 2700 kal, pada kelompok 19 – 29 tahun sebesar 2400 Kal dan kelompok umur 30 – 49 tahun sebesar 2300 kal. Bila dibandingkan dengan AKG, maka konsumsi energi ibu nifas yang melaksanakanan tradisi ketaring sebagian besar pada kategori sedang yaitu sebanyak 82,76%. Hal yang sama juga diperoleh Aritonang (2007) di kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor, sebagian besar tingkat konsumsi energi ibu menyusui pada kategori sedang. Tidak demikian pada penelitian Deri (2009) di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil diperoleh asupan energi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu sebagian besar (73,4 %) defisit, 11,1 %


(58)

kurang, 13,3 % sedang, dan hanya 2,2 % asupan energi baik. Hasil penelitian Wilson dalam Deri (2009) di daerah RuMuda, Malaysia, juga memperoleh konsumsi energi pada ibu nifas setelah 28 hari melahirkan rata-rata sebesar 2087 Kal. Sehingga apabila dilihat dari konsumsi energi berdasarkan The Recommended Dietary Allowances of The Ministry of Health for Malaysians (Malay R.D.A.’s) sebesar 2700 Kal, maka dapat disimpulkan konsumsi ibu nifas tergolong kurang.

Belum tercukupinya asupan energi pada ibu nifas dikarenakan sebagian besar ibu nifas hanya mengonsumsi nasi sebagai sumber penghasil energi utama, meskipun ada beberapa ibu nifas yang mengonsumsi roti sebagai makanan selingan untuk tambahan energi dari pangan sumber karbohidrat. Selain dari alasan tersebut juga diketahui bahwa selama melaksanakan tradisi Ketaring, ibu nifas banyak meminum minuman rempah yang dapat mengurangi rasa lapar, karena dari semua campuran bahan ramuan yang diminum oleh ibu nifas, beberapa diantaranya ikut diminum bersama dengan daun-daun kayu yang sudah dihaluskan sebelumnya, seperti daun kancing baju dan daun lancing. Sehingga ramuan yang diminum mengandung cukup serat. Dimana salah satu fungsi mengonsumsi serat adalah memperlambat munculnya rasa lapar atau memberikan perasaan kenyang yang lebih lama, karena serat yang dikonsumsi lama dicerna di dalam lambung (Almatsier, 2004).

Minuman yang dikonsumsi ibu sebagai pengganti air putih adalah rebusan yang terbuat dari kunyit, jahe, kencur, gula merah, lada hitam, kayu manis, dan garam yang di haluskan serta direbus dengan beberapa daun rempah-rempah seperti daun


(59)

torbangun, daun pegagan, daun rajo-rajo, daun sadukung anak dan daun kancing baju. Apabila minuman tersebut sudah habis, dapat ditambahkan air untuk direbus kembali. Setelah tiga hari, daun-daun diganti dengan yang baru untuk dibuat rebusan kembali. Minuman ini bermanfaat untuk mengeluarkan darah kotor, mengeluarkan keringat sehingga badan jadi segar dan harum, juga dapat menghasilkan ASI dalam jumlah banyak.

5.2.2. Tingkat Konsumsi Protein

Bila dibandingkan dibandingkan dengan AKG Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, seharusnya konsumsi protein sebesar 67 gr/hari, setelah ada penambahan sebanyak 17 gr, maka dari hasil penelitian ditemukan masih ada ibu nifas mengalami kekurangan protein yaitu sebanyak 27,59% dan tidak ada ditemukan ibu nifas yang tingkat konsumsi proteinnya baik. Hal ini dikarenakan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi masih kurang bila dibandingkan dengan yang seharusnya dikonsumsi ibu nifas. Sehingga kebutuhan protein ibu nifas tidak dapat terpenuhi. Kontribusi protein terbanyak diperoleh dari konsumsi ikan yang digoreng/dipanggang sampai kering. Sebagian kecil saja dari ibu nifas yang setiap hari mengonsumsi tempe dan tahu. Sedangkan makanan sumber protein lainnya seperti daging ayam yang hanya dikonsumsi oleh beberapa orang saja. Padahal sesungguhnya konsumsi protein sangat penting dan harus cukup bagi ibu nifas untuk mengganti jaringan yang telah rusak dan mengatur proses matabolisme serta melawan berbagai mikroba yang datang dari luar tubuh.


(60)

Pola makan ibu nifas yang melaksanakan tradisi Ketaring, hasil pengamatan pada saat penelitian diperoleh bahwa ada beberapa ibu nifas yang hanya mengonsumsi nasi dan ikan saja. Adapun menu yang disajikan untuk satu hari yaitu nasi dan ikan yang digoreng/dipanggang sampai kering untuk sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Ada juga ibu nifas yang sudah menambahkan sayuran pada menu makan siang dan malam. Menu yang disajikan untuk satu hari berupa nasi, ikan goreng/panggang dan sayur campur rebus (terdiri dari daun katuk dan daun singkong). Ada juga ibu nifas yang sudah melengkapi menu makanan dengan sayuran ditambah makanan selingan seperti roti sebagai snack. Menu yang disajikan untuk satu hari berupa nasi, ikan goreng/ panggang, sayur campur rebus, roti serta susu. Meskipun ada beberapa ibu nifas dengan konsumsi pangan cukup bervariasi, namun jumlah yang dikonsumsi hanya sedikit dikarenakan ibu nifas sudah meminum minuman rempah mulai dari pagi hari sehingga mengurangi nafsu makan. Bagi ibu yang hanya mengonsumsi nasi dan ikan dikarenakan ikan yang dikonsumsi mudah didapatkan. Sedangkan ibu yang kurang mengonsumsi pangan hewani seperti daging disebabkan keluarga kurang mampu untuk membeli daging yang tergolong mahal, karena masih ada keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah.

5.2.3. Frekuensi Makan Ibu Nifas

Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pola konsumsi makanan ibu nifas berdasarkan konsumsi makanan pokok tidak bervariasi karena selain nasi, ibu nifas hanya mengonsumsi mi sebagai makanan pokok. Dalam hal lauk-pauk, hanya


(1)

Khumaidi, M. 1994. Gizi Kesehatan Masyarakat, PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta. King, F savage,1998. Menolong Ibu menyusui, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Maas, L.T., 2004, Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya, FKM Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library. Maclean, William C., 1998. Pengetahuan Gizi Mutakhir : Gizi Untuk Kebutuhan

Fisiologis Khusus. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Martianto Drajat, Riyadi Hadi, Hastuti, Alfiasari dan Briawan. 2006. Pengkajian Situasi Pangan Dan Gizi Di Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Studi dilaksanakan atas kerjasama Plan Indonesia dengan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober-Desember 2006.

Pujdiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Pusdiknakes. 1993. Asuhan kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, Jakarta. Roesli Utami, 2000. Mengenal ASI Ekslusif, Trubus Agriwidya, Jakarta.

Sediaoetama, A.D. 2004. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Sholihah, 2009. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas dan Menyusui.

www.bidankusholehah.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2009 Silalahi, I, 2007. Perilaku Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Bayi (0-6)

Bulan di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun. Skripsi FKM USU Medan.

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Soetjiningsih. 1997. Asi Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan, EGC, Jakarta. Suhardjo, 1992. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Kanisius, Jakarta. Sulistyawati, Ari, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Andi,

Jakarta.

Supariasa, I.Dewa Nyoman dkk., 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta. Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2007. Pemberian ASI Eksklusif, Jakarta


(2)

UNICEF. 1994. Peranan Dokter dalam Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu, Depkes RI, Jakarta.

Widodo, Yekti, 2001. Kebiasaan memberikan Makanan pada Bayi Baru Lahir di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, Media Litbang Kesehatan. Wiharta, A, 1992. Pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir. Air Susu Ibu: Tinjauan

dari Beberapa Aspek. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 65-69.


(3)

KUESIONER PENELITIAN No. Kuesioner :

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Ibu/Anak :

2. Umur Ibu :

3. Nama anak :

4. Tanggal lahir anak : 5. Jenis kelamin anak :

6. Suku :

7. Tingkat pendidikan ibu : a. SD

b. SLTP/sederajat c. SLTA/sederajat d. Akademi/D3 e. PT/S1 8. Pekerjaan ibu :

a. Ibu rumah tangga b. Pegawai Negeri c. Pegawai Swasta d. Wiraswasta e. Petani/nelayan

9. Pendapatan keluarga : Rp. /bulan II.Pola Pemberian ASI

1. Apakah ibu memberikan ASI yang pertama keluar (colostrum) pada bayi? a. Ya

b. Tidak

Jika tidak kenapa?

2. Kapankah ibu memberikan ASI setelah melahirkan? a.Setelah 30 menit (segera setelah lahir)

b.1-24 jam (setelah lahir)

3. Apakah hingga saat ini bayi masih diberikan ASI? a. Ya

b. Tidak

Jika tidak kenapa?

4. berapa kali ibu menyusui bayi ibu dalam 1 hari? a. Setiap kali bayi menginginkan


(4)

5. Apakah ibu menyusui dengan kedua payudara ibu? a. Ya

b. Tidak

6. Bagaimanakah posisi ibu dan bayi yang baik saat menyusui?

a. Seluruh badan bayi dihadapkan pada badan ibu, ibu mendekap bayi dibawah payudara, dan sebagian besar aerola berada dimulut bayi

b. Bayi dipangkuan ibu dan hanya puting payudara ibu berada di mulut bayi 7. Apakah setelah menyusui ibu menyendawakan bayi/anak ibu?

a. Ya b. Tidak

8. Berapa lama ibu menyusui bayi/anak dalam satu kali menyusui? a. 10-20 menit

b. <10 menit

9. Mulai usia berapakah makanan selain ASI diberikan pada bayi/anak ibu? a. > 6 bulan

b. 0-6 bulan

10.Sampai usia berapakah sebaiknya ASI diberikan pada anak? a. 2 tahun

b. 1 tahun

Pertanyaan tambahan tentang persepsi ibu nifas terhadap tradisi ketakhing 1. Apakah ibu setuju mengikuti tradisi ketaring?

2. Apa alasan ibu mengikuti tradisi ketaring?

3. Menurut ibu apakah ada manfaatnya bagi kesehatan ibu mengikuti tradisi ketaring?

4. Apakah ada pengaruh tradisi ketaring terhadap jumlah ASI? 5. Bagaimana perasaan ibu saat melaksanakan tradisi ketaring? 6. Menurut ibu apakah tradisi ketaring perlu dilaksanakan atau tidak?


(5)

FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

1. Nama :

2. No. Responden : 3. Tanggal Wawancara :

Bahan Makanan Banyaknya

Waktu Makan Nama

Masakan

Jenis URT g

Pagi/Jam

Siang/Jam


(6)

FORMULIR FOOD FREKUENSI

1. Nama :

2. No. Responden : 3. Tanggal Wawancara :

Frekuensi Konsumsi Makanan Jenis

Makanan

1x/hr 2-5 x/mggu 1-2 x/bln Tdk prnh Makanan Pokok :

− Beras − Roti Lauk-pauk : − Daging Ayam − Ikan Lele − Ikan Mas − Ikan Gabus − Tempe − Tahu − Udang − Ikan Asin − Telur Sayuran : − Daun Katuk − Daun Bayam − Daun singkong − Sawi

− Daun Pepaya Buah-buahan − Jeruk − Pisang − Pepaya − Semangka Minuman - Air Rebusan


Dokumen yang terkait

Status Gizi dan Pola Pemberian Makan Bayi di Desa (Desa Jati Kesuma) Kab. Deli Serdang dan di Kota (Kelurahan Lalang) Kota Medan Tahun 2003

0 31 65

Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dan Status Gizi Anak Usia 0 - 24 Bulan Di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Kabupaten Aceh Utara

0 28 49

Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dan Konseling Ibu Balita terhadap Status Gizi Balita Gizi Kurang Dari Keluarga Miskin di Kota Tebing Tinggi

5 53 120

Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

16 130 108

Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Tumbuh Kembang Anak Usia 0-24 Bulan di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2004

0 38 79

Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011

12 113 94

Pengalaman Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Tanjung Gusta Medan Tahun 2010

3 70 50

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian Asi, MP-ASI Dan Pola Penyakit Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Dusun III Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

1 36 58

Pola Pemberian Makanan Bayi Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Ibu Pada Gakin Di Kelurahan Tangsi Kota Binjai Tahun 2006

0 33 67

Faktor-Faktor Yang Menghambat pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi 0 – 6 bulan di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 56 63