BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang penulisan, perumusan, dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia terdapat sifat-sifat positif dan juga sifat-sifat negatif dan masing-masing individu diharuskan untuk bertarung dalam dirinya sendiri untuk
mengelola sifat-sifat baik dan buruk tersebut agar menjadikannya makhluk mulia. Sifat-sifat buruk manusia bisa menjadi dominan ketika ia selalu memperturutkan
hawa nafsunya. Apabila dominasi ini tidak dilawan maka akan menyebabkan ia terjatuh dalam keburukan yang semakin lama semakin menguat.
Emosi ialah bekal yang diberikan Allah kepada manusia yang membuatnya dapat melangsungkan hidupnya Najati,2000:66. Emosi yang ada pada diri
manusia datang dari berbagai faktor dan dapat memberikan efek positif maupun efek negatif. Apabila seorang individu dapat mengontrol atau mengendalikan
emosinya, maka akan berdampak positif bagi dirinya dan juga orang lain. Begitu pula sebaliknya jika ia tidak dapat mengendalikan emosional yang muncul, maka
hal tersebut dapat berdampak negatif pula bagi dirinya. Untuk itu Manusia diberikan akal dan hati untuk bisa mengendalikan emosinya.
Seseorang akan mengalami berbagai macam persoalan, sehingga persoalan itu akan menjadi semakin kompleks seiring dengan berjalannya usia dan banyaknya
ilmu serta pengalaman yang telah didapat. Setiap permasalahan baik dalam tingkat yang mudah atau cepat untuk diselesaikan maupun sampai pada masalah yang
membutuhkan banyak waktu dan tenaga kesemuanya harus segera dihadapi. Manusia menghadapi masalah dengan mencari-cari solusi agar permasalahan
tersebut dapat terkendali hingga selesai, seluruhnya membutuhkan pengendalian emosi. Pengendalian emosi hanya dilakukan oleh diri individu sendiri.
Masalah yang menuntut penyelesaian turut mengundang emosi. Emosi yang datang dapat mengacaukan proses penyelesaian masalah apabila tidak
dikendalikan dengan baik. Misalnya, seorang mahasiswa sedang mengalami miss understanding dengan teman sepermainansebayanya. Jika mahasiswa itu tidak
dapat mengendalikan rasa bencinya sehingga rasa benci lebih mendominasi daripada rasa sayang terhadap temannya maka yang terjadi adalah kemarahan,
sisi-sisi kenegatifan yang muncul. Akan tetapi bila kebencian dapat diredam maka dia akan berusaha untuk memaafkan itu semua. Ia akan mencoba untuk tidak
melarutkan rasa kemarahan dalam hatinya. Pergolakan emosi terjadi pada setiap manusia, tak terkecuali mahasiswa.
Dalam perkembangannya, mahasiswa merupakan masa peralihan dari fase remaja akhir menuju fase dewasa awal dimana pada masa ini individu mengalami
penyesuaian diri dari karakter remaja yang meletup-letup emosionalnya dan memiliki energi tinggi menuju kestabilan baik emosional maupun kepribadian.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman
sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat
mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas- aktivitas yang dijalani di tempat belajar perguruan tinggi pada umumnya
mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya di kampus tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka seringkali meluapkan
kelebihan energinya ke arah yang negatif, misalnya tawuran, penyalahgunaan obat terlarang dan pergaulan seks bebas. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak
emosi yang ada dalam diri individu bila berinteraksi dalam lingkungannya. Para mahasiswa hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut
kecerdasan emosional. Menurut Lazzari Relawu, 2006:2 menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku negatif berupa kekerasan, penyalahgunaan obat, dan
bentuk perilaku lain yang merusak pada mahasiswa berhubungan dengan kurangnya kecerdasan emosi emotional intelligence. Kecerdasan emosional bagi
orang yang berkepribadian baik mampu menahan dan mengendalikan diri terhadap dorongan-dorongan hawa nafsunya Hawari, 2005:142.
Mahasiswa dikenal dengan sifatnya individual dengan segala kepentingan dan idealisme yang dimilikinya. Sehingga terkadang menjadi terkesan sibuk dalam
menjalankan tugas-tugas atau kewajiban-kewajibannya dalam memenuhi kepentingan tersebut. Selain itu, para mahasiswa juga banyak berkutat dalam
berbagai organisasi dengan tanggungjawab dan program-program kegiatan masing-masing yang biasanya lebih banyak waktu tergunakan didalamnya, belum
lagi dengan kelompok-kelompok yang terbentuk dalam pergaulan. Hal ini sering
mengakibatkan berkurangnya komunikasi dan sosialisasi antar mahasiswa serta seringnya hanya berkumpul dengan sesama organisasi dan kelompok yang diikuti.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana mahasiswa mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk memahami, mengaturmengelola, dan mengarahkan emosi dengan tepat. Menurut Goleman 2006 kemampuan ini ditandai oleh adanya
dimensi atau karakteristik-karakteristik, yaitu kemampuan mengenali emosi diri self awareness, kemampuan mengelola emosi self control, kemampuan untuk
memotivasi diri self motivation, kemampuan mengenali emosi orang lain empathy, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain social skill.
Kecerdasan emosional ini sungguh dibutuhkan setiap manusia dalam kehidupannya karena dapat dipastikan bahwa seorang individu tidak bisa lepas
dari emosi diri dan dihadapkan dengan emosi orang lain, yang apabila dikelola dengan tepat maka berakibat baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Misalnya,
seorang mahasiswa yang berselisih pendapat dengan mahasiswa lain, disini dapat dilihat apakah mahasiswa dapat menerima pendapat atau tetap berikeras pada
pendapatnya tanpa mempedulikan pendapat mahasiswa lain. Hal utama dalam mencapai kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengenali diri sendiri atau kesadaran diri untuk dapat mengetahui emosi yang muncul dalam waktu tertentu. Konsep diri merupakan pandangan dan
penilaian individu terhadap dirinya sendiri dimana ia mempunyai kesadaran akan bagaimana dirinya baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Sehingga mampu
untuk mengatur tingkah lakunya sesuai dengan kualitas konsep dirinya. Dengan mengenali dirinya secara menyeluruh berarti seseorang pun dapat mengetahui saat
dirinya mengalami emosi, selanjutnya pengelolaan emosi agar emosi tersebut terkendali dan diarahkan dengan tepat.
Konsep diri yang dimiliki seorang mahasiswa mengarahkannya untuk dapat mengetahui dan menilai dirinya seperti apa karakter, perilaku, dan bagaimana ia
merasa puas dan menerima diri sepenuhnya. Selain itu, dengan konsep diri yang baik mahasiswa juga dapat melakukan penilaian tentang diri melalui hubungan
dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dan hal-hal lain diluar dirinya. William D. Brooks dan Philip Emmert menyatakan konsep diri merupakan
pandangan seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan baik secara positif ataupun negatif. Secara positif ditandai dengan yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan,
dan perilaku yang tidak seluruhnya disukai masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha memperbaikinya Rakhmat, 2004:106. Penulis melakukan penelitian pada mahasiswa Universitas Islam Negeri
UIN Syarif Hidayatullah, yang berkedudukan di wilayah Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah merupakan Universitas yang menjadi tolak ukur Universitas
keislaman di Indonesia, dimana terdapat keragaman latar belakang sosial budaya, adat, dan pendidikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan mendapatkan
keragaman pada sampel yang diperoleh dari latar belakang sosial budaya, suku, pendidikan dan acuan keseragaman pada latarbelakang keislaman.
Berdasarkan penjelasan di atas konsep diri terlihat mempunyai dimensi yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya, seperti apa dirinya, dan bagaimana dirinya sehingga dapat menguasai atau mengendalikannya termasuk mengerti pada saat emosi muncul. Demikian juga
dengan hubungan sosial yang terbina, bagaimana seorang mahasiswa membina hubungan dengan mahasiswa lain ditengah kegiatannya dalam perkuliahan
organisasi dan kelompok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah dimensi-dimensi dari kecerdasan emosional memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap konsep diri mahasiswa dan dimensi manakah dari kecerdasan emosional yang memberikan pengaruh besar bagi konsep diri mahasiswa tersebut.
Dan penelitian ini peneliti beri judul “Pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta.”
1.2 Pertanyaan Penelitian