1.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah : Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa
Fakultas psikologi UIN Jakarta?
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji adakah pengaruh kecerdasan
emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa. 1.5.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai konsep diri dan kecerdasan emosional, serta mengenai
bagaimanakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri.
D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini dijelaskan latar belakang penulisan, identifikasi, perumusan, dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab II memaparkan kajian pustaka berisi teori-teori yang menjelaskan mengenai permasalahan yang akan diteliti, kerangka berpikir,
dan hipotesa penulisan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III ini menjelaskan metodologi penelitian yang berisi pendekatan penelitian, variable penelitian, definisi operasional variable penelitian,
populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, prosedur penelitian, metode uji instrumen, dan hasil uji instrumen.
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab IV ini memaparkan mengenai analisa data berisi hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB V PENUTUP
Pada Bab V ini menjelaskan kesimpulan, diskusi, dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini penulis akan memaparkan secara teoritis mengenai konsep diri, dimensi-dimensi, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kecerdasan
emosional dan dimensi-dimensi kecerdasan emosional, kerangka berpikir, dan hipotesa.
2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Konsep Diri
Diri atau self menurut Sumadi Suryabrata 2002:246 dalam psikologi mempunyai dua arti, yaitu a sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya dan
2 suatu keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri. Arti pertama itu dapat disebut pengertian self sebagai objek
karena menunjukan sikap, perasaan, pengamatan, dan penelitian seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai objek. Dalam hal ini self itu berarti apa yang
dipikirkan orang tentang dirinya. Arti yang kedua dapat disebut pengertian self sebagai proses. Dalam hal ini self itu adalah suatu kesatuan yang terdiri dari
proses-proses seperti berpikir, mengingat, dan mengamati. Konsep diri muncul dari pengamatan atas diri sendiri hingga mendapat
gambaran dan penilaian diri. Semakin berkembang seseorang, semakin lebih mampu dia mengatasi lingkungannya. Namun, sementara seseorang mengetahui
lingkungannya ia pun mengetahui siapa dirinya, dan ia pun mengembangkan sikap
terhadap dirinya sendiri dan perilakunya. Pengetahuan dan sikap ini dikenal sebagai konsep diri HardyHeyes, 1988:137.
Hardy dan Heyes membagi konsep diri yang terdiri dari : a. Citra diri self image. Bagian ini merupakan deskripsi sederhana,
misalnya saya seorang pelajar, saya seorang kakak, saya seorang pemain bulutangkis, tinggi saya 160 cm, dan sebagainya.
b. Harga diri self esteem. Bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan mengenai pantas diri self worth. Misalnya, saya peramah, saya
agak pandai, dan sebagainya. Sedangkan Anita Taylor dkk, dalam Jalaludin Rakhmat 2004:100,
mendefinisikan konsep diri sebagai,”all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself.” Dengan demikian, ada
dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif. Boleh jadi komponen kognitif Anda berupa,”Saya ini orang bodoh,” dan komponen afektif
Anda berkata,”Saya senang diri saya bodoh; ini lebih baik bagi saya. Boleh jadi komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya berbunyi,”Saya
malu karena saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri self image dan komponen afektif disebut harga diri
self esteem. William James menyatakan bahwa pembahasan mengenai konsep diri
merupakan suatu sistem yang diketahui sebagai teori self self theory. James memberi batasan mengenai self atau yang disebutnya empirical me itu dalam arti
yang umum sekali, yaitu sebagai keseluruhan dari segala yang oleh orang lain
disebut ”nya” his : tubuhnya, sifat-sifatnya, kemampuan-kemampuanya, musuh- musuhnya, pekerjaannya, penganggurannya, dan lain-lain.
Dalam kamus psikologi J.P Chaplin 2005:451 menyebutkan konsep diri sebagai evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Wiliam D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai,” those physical,
social, and psychological perceptions of our self that we have derived from experiences and our interaction with others.” Jadi konsep diri adalah pandangan
dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik Rakhmat, 2004:99.
Menurut Wiliam H. Fitts Agustiani, 2006:139 menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan
dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian, serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berati ia menunjukan suatu kesadaran diri
self awareness dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia diluar dirinya. Diri secara
keseluruhan total self seperti yang dialami individu disebut juga fenomenal. Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan dinilai oleh individu sendiri,
yaitu diri yang ia sadari. Berdasarkan pengertian-pengertian konsep diri diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa konsep diri adalah persepsi dan penilaian seorang individu atas dirinya sendiri secara menyeluruh baik fisik, psikologis, maupun sosial.
2.1.2. Dimensi-dimensi dalam konsep diri
Konsep diri terbagi atas dua dimensi yang saling berkaitan satu sama lain. Fitts Agustiani, 2006:13 membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu:
a. Dimensi internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal internal
frame of reference adalah penilaian yang dilakukan individu, yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam
dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : Identitas Diri identity self
Bagian diri ini mengacu pada pertanyaan,”Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup tabel-tabel dan simbol-simbol yang diberikan
pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk mengambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya,”Saya Ita.”
Perilaku Diri behavioral self
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkahlakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai ”apa yang dilakukan oleh diri.”
Penerimaanpenilaian Diri judging self
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantaramediator antara diri identitas dan
diri pelaku. Penilai diri menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.
Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda. Namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan
menyeluruh.
b. Dimensi eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya.
Fitts membedakannya dalam lima bentuk, yaitu : Physical self
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang menmgenai kesehatan
dirinya, penampilan dirinya cantik, jelek, menarik, tidak menarik, dan keadaan tubuhnya tinggi, pendek, gemuk, kurus.
Moral-ethical self
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya, dan nilai-nilai moral yang dipegangnya yang
meliputi batasan baik dan buruk. Personal self
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan
dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa
puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
Family Self
Diri keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa
jauh seseorang merasa terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari
suatu keluarga. Social Self
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
M. Argyle HeyesHardy, 1988:138 menyebutkan ada empat faktor yang sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap konsep diri, yaitu :
a. Reaksi dari orang lain Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama, dan pembentukan ini tidak
dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang yang akan dapat mengubah konsep diri. Akan tetapi, apabila tipe reaksi seperti ini
sangat sering terjadi, atau apabila reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki arti significant other, yaitu orang yang kita nilai seperti orang tua,
teman, dan lain-lain, maka mungkin reaksi ini berpengaruh terhadap konsep diri.
Konsep diri dapat dibedakan menurut daerah keaktifan seseorang, misalnya sebagai seorang yang terpelajar, sebagai seorang olahragawan. Jadi,
jati diri orang lain dapat mempengaruhi konsep diri seseorang tergantung kepada aspek tertentu mana yang membangkitkan respon. Konsep diri relatif
stabil karena biasanya individu memilih teman-teman mana yang menganggap sebagaimana ia melihat diri sendiri karenanya mereka memperkukuh konsep
diri. C.H. Cooley membuktikan bahwa dengan mengamati pencerminan perilaku terhadap respon orang lain seseorang dapat mempelajari diri sendiri.
Misalnya, apabila para siswa merespon dengan baik pelajaran yang diberikan oleh seorang guru yang berarti menunjukan adanya minat pada diri subjek.
Maka hal ini akan membantu guru tersebut membentuk citra dirinya sendiri sebagai guru yang baik, dan sebaliknya.
b. Perbandingan dengan orang lain Konsep diri sangat tergantung kepada cara bagaimana membandingkan
diri dengan orang lain. Orang-orang dewasa umumnya membuat perbandingan antara kakak dan adik, rata-rata seorang akan menganggap diri sebagai orang
yang kurang pandai karena secara terus menerus membandingkan dirinya dengan salah seorang saudaranya yang lebih pandai. Individu biasanya lebih
suka mambandingkan diri sendiri dengan orang yang hampir serupa dengannya. Jadi, bagian-bagian dari konsep diri berubah cukup cepat dalam
suasana sosial. c. Peranan seseorang
Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda. Dalam peran tersebut diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Jadi,
harapan-harapan dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
d. Identifikasi orang lain Cooper Smith menjelaskan bahwa anak-anak yang memiliki harga diri
yang tinggi biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki harga diri yang tinggi. Peran kelamin pun mempengaruhi konsep diri, dan di masyarakat
seorang laki-laki dan perempuan seringkali berbeda sikap karakteristiknya didalam sifat-sifat seperti keagresifan dan sifat kompetitifnya. Satu dari
berbagai cara bagaimana seorang anak menerima peran kelaminnya didalam mengembangkan konsep dirinya ialah dengan identifikasi terhadap orang tua
yang berkelamin sama.
Jalaludin Rakhmat 2004:100 menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah :
a. Orang lain Gabriel Marcel menyatakan,”Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang
lain terlebih dahulu”. Bagaimana anda menilai diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Harry Stack Sullivian menjelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan bersikap cenderung menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila
orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita, dan menolak kita, kita akan cenderung tidak menyenangi diri kita.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri seseorang. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat.
Mereka yang memiliki ikatan emosional, dari merekalah secara perlahan-lahan membentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, dan pelukan mereka
menyebabkan seseorang menilai diri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan membuatnya memandang diri secara negatif.
b. Kelompok rujukan Dalam pergaulan masyarakat, setiap orang menjadi anggota berbagai
kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat, dan berpengaruh terhadap konsep
diri. Ini disebut kolompok rujukan. Fitts Agustiani, 2006:139 mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri, yaitu: a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga. b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi diri dari potensi pribadi yang sebenarnya.
2.2. Kecerdasan Emosional 2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional