Ada dua jenis wawancara menurut Koentjaningrat 1981 : 162-196 yaitu wawancara berencana dan wawancara tidak berencana. Wawancara berencana selalu
terdiri dari suatu pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun oleh peneliti. Sebaliknya, wawancara tidak berencana merupakan wawancara yang tidak mempunyai
persiapan sebelumnya. Sewaktu-waktu wawancara tidak berencana dapat muncul dalam wawancara berencana. Hal ini dapat disebabkan keterbatasan penelitian tentang topik
wawancara atau bisa disebabkan oleh situasi dan kondisi saat melakukan wawancara serta daya ingat peneliti dan narasumber.
Hasil wawancara ditentukan oleh faktor-faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah pewawancara, respondens,
topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.
1.5.3. Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium ini pada dasarnya dikerjakan dalam beberapa tahap kerja. Pertama mencatat semua data tentang paduan suara Karya Murni. Kedua, membuat
transkripsi dari beberapa sampel lagu yang dipelajari oleh Paduan suara Karya Murni. Dalam hal ini transkripsi yang dilakukan adalah mengubah notasi balok dari partitur yang
biasa digunakan ke dalam bentuk susunan notasi braille yang mana notasi ini merupakan huruf timbul yang dapat diraba yang biasa digunakan oleh anak tunanetra.
1.5.4. Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis adalah di Panti Asuhan Karya Murni Jl.Karya Wisata Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Medan. Adapun alasan memilih lokasi
ini :
Universitas Sumatera Utara
1. Karena lokasi tersebut masih berada di daerah Kotamadya Medan sehingga
mudah untuk dijangkau dalam pelaksanaan penelitian. 2.
Karena penulis pernah terlibat dalam kelompok paduan suara tersebut 3.
Karena kegiatan paduan suara tersebut masih tetap berlangsung sampai penelitian ini dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM YAYASAN KARYA MURNI
2.1 Sejarah Yayasan Karya Murni 2.1.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Karya Murni
Awal pendirian SLBA Karya Murni diinspirasikan oleh kisah kedatangan seorang gadis kecil yang tak dapat melihat, bernama Ponikem. Gadis kecil berusia 13
tahun ini ditemukan oleh serdadu Belanda di sebuah jalan kota Martapura Kabupaten Langkat. Oleh belas-kasihan, serdadu ini membawa Ponikem ke Susteran Santo Yoseph
Jl. Hayamwuruk Medan, untuk diasuh dan dirawat. Kedatangan mereka diterima oleh seorang suster yang sangat baik, yaitu Suster Ildefonsa yang berhati emas. Ponikem
kemudian tinggal dan diasuh oleh Suster-suster Santo Yosef yang tinggal di Hayamwuruk. Ini terjadi di tahun 1950. Tetapi lama kelamaan ada suatu pemikiran di
benak Suster Ildefonsa ini. Ponikem bisa diasuh dan tumbuh berkembang, namun apa jadinya dia kelak kalau harus dituntun dan dipapah? Tak bisa membaca ataupun menulis.
Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem juga bisa berarti dan punya nilai, tidak tergantung seumur hidupnya pada orang lain. Dia harus mendapatkan pendidikan sebagai tunanetra,
begitulah niat suster Ildefonsa. Kebetulan pada tahun 1950 ia mengambil cuti ke Nederland. Kesempatan itu ia
pergunakan pergi ke Grave, sebuah institut anak tunanetra “De Wijnberg” untuk mempelajari huruf Braille dan metode pengajarannya. Iapun berulang-ulang pergi ke sana
untuk belajar. Pada suatu hari ia bertemu dengan seorang gadis Tionghoa yang juga tunanetra. Ia berasal dari Bangka-Indonesia yang telah enam belas tahun tinggal di institut
itu. Trees Kim Lan Bong itulah nama lengkapnya. Suster Ildefonsa akhirnya
Universitas Sumatera Utara