Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional Emotional Intelligence adalah penggunaan emosi

tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan, Timple dalam Umar, 2005. Menurut Arep dan Tanjung 2004, seorang pemimpin memiliki tiga kategori umum, yakni : a. Kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat. Ia harus mampu menganalisa suatu masalah, situasi atau serangkaian keadaan tertentu dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat. b. Kemampuan untuk menyusun suatu organisasi, dapat menyeleksi dan menempatkan orang-orang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang bersangkutan. c. Kemampuan untuk mengorganisasikan pekerjaan, agar organisasi berjalan lancar untuk menuju tujuan, cita-cita, dan putusan dari tingkat yang lebih tinggi kepada bawahan-bawahannya, agar tujuan dan putusan-putusan itu dapat diterima dengan baik. Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat diidentifikasi ciri-ciri seorang pemimpin untuk penelitian ini .

2.2. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional Emotional Intelligence adalah penggunaan emosi

secara cerdas. Bagaimana membuat emosi tersebut bermanfaat dengan menggunakannya sebagai pemandu perilaku dan pemikiran kita, sedemikian rupa sehingga hasil kita meningkat. Mengelola emosi berarti memahaminya, lalu Tuti Sumarni : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit..., 2008 USU e-Repository © 2008 menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadapi situasi secara produktif, bukannya menekan emosi dan menghilangkan informasi berharga yang disampaikan oleh emosi kepada kita, karena emosi dihasilkan oleh interaksi antara pemikiran, perubahan fisiologis, dan perilaku dalam menanggapi suatu peristiwa eksternal. ketidakmampuan mengontrol emosi dan berkomunikasi secara efektif sering mengakibatkan terjadinya konflik yang tak terselesaikan dan terjadi berulang-ulang diantara staf, menimbulkan semangat kerja yang rendah, dan menurunnya produktivitas kerja Weisenger, 2006. Menurut Patton 1998, kecerdasan emosional adalah dasar pokok dalam membangun hubungan lalu memperkuat diri kita serta orang lain untuk menghadapi tantangan yaitu keseimbangan antara perasaan dan pikiran. Menurut Goleman 2001, pada tingkat individu, elemen kecerdasan emosi dapat diidentifikasi, dinilai, dan di- upgrade. Pada tingkat kelompok, elemen kecerdasan emosi berarti pengaturan dinamika interpersonal yang baik yang membuat kelompok menjadi labih cerdas. Pada tingkat organisasi, elemen kecerdasan emosi berarti merevisi hierarki nilai agar kecerdasan emosi menjadi prioritas dalam konteks penerimaan karyawan, pelatihan, dan pengembangan, evaluasi kinerja dan promosi. Menurut Goleman 2001, Kecerdasan emosi EI adalah kapabilitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Dimensi kecerdasan emosional meliputi : Tuti Sumarni : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit..., 2008 USU e-Repository © 2008 a. Kesadaran diri : Pemahaman diri; pengetahuan tentang perasaan sebenarnya pada satu kejadian. b. Manajemen diri : Menangani emosi untuk memudahkan, bukannya menghalangi tugas; tidak setuju dengan emosi negatif dan kembali ke jalur konstruktif untuk penyelesaian masalah. c. Motivasi diri : Tetap pada tujuan yang diinginkan; mengatasi impuls emosi negatif dan menunda gratifikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan. d. Empati : Memahami dan sensitif dengan perasaan orang lain; dapat merasakan apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain. e. Kecakapan sosial : Kemampuan membaca situasi sosial; lancar dalam berinteraksi dengan orang lain dan membentuk jaringan; dapat menuntun emosi dan tindakan orang lain. Keterampilan utama kecerdasan emosional dalam membangun kerjasama adalah mengetahui cara berkomunikasi dengan menggunakan intelektual dan perasaan. Menurut Patton yang dikutip oleh Mangkunegara 2005, ketrampilan komunikasi kecerdasan emosional adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan terhadap diri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri dari tindakan. 2. Mengatur diri sendiri untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. 3. Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur komunikasi. Tuti Sumarni : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit..., 2008 USU e-Repository © 2008 4. Menggunakan pendengaran dengan aktif namun tidak menghakimi fakta dan fiksi sehingga dapat menentukan pikiran dan perasaan tentang informasi yang didengar. 5. Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan perspektif mereka sebelum melakukan tindakan. Sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah sumber daya manusia yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak emosional, tidak reaktif serta positive thingking. Pemimpin dengan kecerdasan emosional yang tinggi, ia tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, lebih mengutamakan rasio daripada emosi, tidak reaktif bila mendapat kritik, tidak merasa dirinya pandai dan paling benar serta tawadlu rendah hati atau low profile. Pemimpin ini termasuk tipologi manusia “orang yang tahu, dan tahu kalau dirinya tahu”. Pemimpin seperti ini juga mempunyai sikap terbuka, transparan, akomodatif, konsisten, satu kata dengan perbuatan, menepati janji, jujur, adil, dan berwibawa. Kewibawaannya ditegakkan dengan dengan arif bijaksana, bukan dengan power atau kekuasaan Hawari, 2003. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain empati, dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, Tuti Sumarni : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit..., 2008 USU e-Repository © 2008 kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin Secapramana, 1999. Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20 bagi sukses dalam kehidupan, sedangkan 80 ditentukan oleh faktor lain Secapramana, 1999. Menurut Robbins 2003, kecerdasan emosional EI merujuk pada keanekaragaman ketrampilan, kapabilitas, dan kompetensi non kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan. Para pemimpin besar menunjukkan kecerdasan emosional mereka dengan memperlihatkan memperlihatkan lima komponen kunci yaitu : a. Kesadaran diri : Percaya diri, penilaian diri yang realistik, dan rasa humor. b. Mengelola diri : Sifat yang layak dipercaya dan keterbukaan dengan perubahan. c. Motivasi diri : Dorongan yang kuat untuk mencapai optimisme dan komitmen organisasi yang tinggi. d. Empati : Keahlian dalam membangun dan mempertahankan bakat, kepekaan terhadap perasaan orang lain. e. Ketrampilan sosial : Kemampuan untuk memimpin upaya perubahan, pembujukan, dan keahlian dalam membangun dan memimpin tim. Tuti Sumarni : Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit..., 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam buku Goleman yang kedua, Working with Emotional Intelligence yang dikutip oleh Luthans 2006 menyatakan; Tingkatan kecerdasan emosi bukan hanya bawaan genetika, juga bukan hanya dikembangkan pada masa anak-anak. Beda halnya dengan IQ yang sedikit berubah setelah kita berusia remaja, kecerdasan emosi sangat dapat dipelajari, dan terus berkembang saat kita menjalani hidup dan belajar dari pengalaman kita, kompetensi kita dapat terus berkembang. Kata klasik untuk perkembangan kecerdasan emosi adalah “kedewasaan”. Berdasarkan teori-teori diatas dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional merupakan variabel yang berperan dan harus dimiliki seorang pemimpin untuk meningkatkan motivasi kerja bawahannya.

2.3. Motivasi Kerja