20 Sebanyak 500 ml larutan HNO
3
65 vv diencerkan dengan 500 ml akuabides
Ditjen POM, 1979. 3.4.2 Larutan HNO
3
1 N
Larutan HNO
3
1 N dibuat dengan cara mengencerkan 69 ml HNO
3
65 vv
diencerkan dengan air suling 1000 mlDitjen POM,1979. 3.4.3 Larutan Dithizon 0,005 bv
Larutan dithizon 0,005 bv dibuat dengan caradithizon sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 100 ml kloroform Ditjen POM,1979.
3.4.4 Larutan NH4OH 1N
Larutan NH
4
OH 1 N dibuat dengan cara mengencerkan 7,4 ml NH
4
OH 25 bv diencerkan dengan air suling 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan. Lipstik diambil secara purposif. Metode pengambilan sampel purposif ini
ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti Sudjana, 2005.
3.5.2 Penyiapan Bahan
Sampel berupa sediaan lipstik dikeluarkan dari sediaannya,digerus sampai homogen kemudian sampel ditimbang masig-masing ± 5 gram dalam krus
porselin yang telah diberi kode sampel. Perlakuan penimbangan dan penetapan
kadar timbal dilakukan sebanyak 6 kali. 3.5.3 Proses Destruksi Kering
Universitas Sumatera Utara
21
Masing-masing lipstik yang telah ditimbang sebanyak±5 gram dalam kurs
porselen,diarangkan di atas hot plate dengan suhu 100
o
Csampai mengarang, lalu diabukan di tanur, mula-mula pada temperatur 100
o
C dan secara perlahan-lahan dinaikkan interval 25
o
C setiap 5 menit sampai temperatur menjadi 500
o
C dan pengabuan dilakukan selama 48 jam. Setelah itu dibiarkandingindi dalam
desikator.Kemudian abu dilarutkan dalam 10 ml HNO
3
1:1 vv dan dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 100
o
C sampai kering, kemudian ditanur pada suhu 500
o
C selama 1 jam Isaac, 1990.
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel
Hasil dekstruksi dilarutkan dalam 10 ml HNO
3
1:1 vv hingga larut sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan kurs porselin
dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis
tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dengan membuang 2,5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas
saring Isaac, 1990. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif timbal.
3.5.5 Pemeriksaan Kualitatif 3.5.5.1 Timbal
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan sampel, diatur pH = 8,5 dengan penambahan ammonium hidroksida 1N, ditambahkan 5 ml dithizon
0,005 bv, dikocok kuat, dibiarkan lapisan memisah. Terbentuk warna merah tua berarti sampel mengandung Pb Fries dan Getrost, 1977.Hasil dapat dilihat pada
Lampiran 4, halaman 40.
Universitas Sumatera Utara
22
3.5.6 Analisis Kuantitatif 3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.5.6.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal
Larutan standar timbal konsentrasi 1000 µgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan akuabides konsentrasi 10 µgml.
Larutan standar timbal 10 mcgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
akuabides konsentrasi 0,1 µgml. Larutan standar timbal konsentrasi 0,1 µgml dipipet sebanyak 5 ml,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan 5 ml HNO
3
1 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 0,01 µgml.
Larutan untuk kurva kalibrasi timbal dibuat dengan memipet larutan standar timbal konsentrasi 0,01 µgml sebanyak 1,25; 2,5; 3,75; 5; dan 6,25 ml.
Dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan 2,5 ml HNO
3
1 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides larutan ini mengandung 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 ngml dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace. Gambar kurva dapat dilihat pada halaman 14, data hasil pengukuran absorbansi larutan standart timbal
dan perhitungan persamaan garis regresi timbal dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 41- 43.
3.5.6.2 Penetapan Kadar Timbal Dalam Sampel
Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom dengan graphite furnace pada panjang
Universitas Sumatera Utara
23 gelombang 283,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang
nilai kurva kalibrasi larutan standar timbal.Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Menurut Gandjar dan Rohman 2007, Kadar logam timbal dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kadar ngg =
������ �
Keterangan: C = Konsentrasi logam dalam larutan sampel ngml
V = Volume larutan sampel ml Fp = Faktor pengenceran
W = Berat sampel g Hasil dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 43 - 44.
3.5.7Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Menurut Harmita 2004, batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalamsampel yang dapat di deteksi yang masih memberikan respon signifikan.
Sebaliknya batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel
yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan baku = �
∑�−��
2
�−2
Batas Deteksi LOD =
3 ���
�����
Batas Kuantitasi LOQ =
10 ���
�����
Hasil dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 49.
3.5.8 Uji Perolehan Kembali Recovery
Universitas Sumatera Utara
24 Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan
larutan standar standard addition method. Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam
dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu Ermer, 2005.
C
A
= n
ditambahka yang
ml rata
- rata
sampel Berat
n ditambahka
yang logam
i Konsentras
×
5,9952 = v
g 5.004
gml 100
×
µ
V = 0.03 ml Larutan baku yang di tambahkan pada sampel yaitu sebanyak 0,3 ml
konsentrasi 100 µgml untuk logam timbal.
Sampel yang telah di timbang ± 5gram,ditambahkan 0,3 ml larutan baku
timbal konsentrasi 100 µgml,kemudian dilanjutkan dengan prosedur dekstruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji
perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar sampel. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini: Persen Perolehan Kembali =
�
�−
�
�
�
� ∗
� 100 Keterangan: C
A
= Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku C
F
= Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C
A
= Kadar larutan baku yang ditambahkan Hasil dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11, halaman 50- 51.
3.5.9Simpangan Baku Relatif
Universitas Sumatera Utara
25 Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien
variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang
dilakukan. Menurut Harmita 2004, rumus untuk menghitung simpangan baku relatif
adalah sebagai berikut: RSD =
100 ×
X SD
Keterangan:
−
X
= Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation Hasil dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 52 - 5.
3.5.10 Analisis Data Secara Statistik