51
pihak lain, karena keadaannya tidak sekuat VOC yang kakinya telah menancap kuat di pesisir.
122
Bantuan VOC terhadap Sultan Haji dalam Perang Suksesi Banten, tentu saja membuat Sultan Haji akan selamanya mematuhi segala keputusan sepihak dari
VOC. Kesultanan Banten setelah itu menjadi kerajaan bawahan VOC dan tidak pernah lagi mempunyai kebebasan bertindak. Hingga berakhirnya VOC di tahun
1799, di Banten telah ditempatkan seorang residen untuk mengadakan perhubungan dengan Batavia. Secara de facto Banten telah masuk dalam rencana pax-neerlandica
yang telah digagas VOC, untuk menjadi salah satu daerah jajahan di wilayah Hindia- Timur.
123
2. Hilangnya Hegemoni Kesultanan Banten Terhadap Ekonomi. a. Perdagangan.
Kedaulatan politik sangat penting bagi sebuah negara, sebab perdagangan bebas hanya dapat terjadi jika negara tersebut dapat dengan bebas berhubungan
dengan negara lain tanpa melalui pihak ketiga. Pihak ketiga di sini adalah penguasa teratas dari sebuah negara atau wilayah. VOC setelah tahun 1684,
menjadi pihak ketiga dari Banten, karena tindakannya sebagai penguasa di atas Banten.
Kemakmuran Kesultanan Banten sangat bergantung pada terjadinya proses merkantilisme. Proses merkantilisme tidak akan terjadi secara konstan dan
122
Ambary, Naskah Sejarah Kerajaan Banten Dan Pemerintahan Serang Dari Masa Ke Masa, Bab III, hlm. 35.
123
Pax-Neerlandica adalah sebuah usaha untuk menyatukan Nusantara di bawah satu kekuasaan, sejak zaman VOC dan hingga zaman pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, hlm. 285.
52
stabil tanpa adanya dukungan politik.
124
Dukungan politik didapatkan dari para bangsawan Banten yang menguasai pemerintahan.
125
Para bangsawan seringkali bertindak sebagai pemberi modal ataupun pedagang itu sendiri.
Perdagangan bebas lada dan cengkeh telah hilang untuk selamanya dari pulau Jawa, ketika Banten jatuh ke tangan VOC. Monopoli lada dan cengkeh
yang dijalankan VOC setelah jatuhnya Banten di tahun 1684, ternyata tidak berarti apa-apa terhadap perdagangan lada dan cengkeh di Hindia Timur.
126
Harga yang ditawarkan oleh VOC ke pasar Eropa, cenderung terus menurun. Produksi
lada dan cengkeh masih terus dikuasai oleh pedagang gelap Banten di Lampung, dengan mengirimkannya ke Bengkulu-Inggris melalui jalur darat tanpa harus ke
Banten dahulu, lagipula Inggris EIC juga telah berhasil menanam cengkeh di Hindia Barat dan menjualnya langsung ke Eropa, dengan harga yang lebih murah
dari yang ditawarkan oleh VOC.
127
Dampak yang lebih buruk bagi Banten adalah hilangnya kebebasan Banten dalam perniagaan dunia. Ketergantungan Banten pada VOC di bidang
pangan untuk menunjang logistik rakyatnya setelah tahun 1684, menghancurkan sendi-sendi kemakmuran dan proses merkantilisme bebas Banten.
128
Selama abad ke-17, ketika perdagangan
Banten masih bebas, Banten menikmati
124
Wallerstein, “Ekonomi Dunia Kapitalis” dalam, Roy C. Macridis dan Bernard E. Brown peny., Perbandingan Politik: Catatan dan Bacaan, Edisi Keenam, hlm. 541.
125
Halwani Michrob dan Mudjahid A. Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, Serang: Saudara Serang, 2011, hlm. 3.
126
Gaastra, Dutch Asiatic Shipping in The 17
th
and 18 Centuries , hlm. 22.
127
Seperti yang telah dikutip dari tulisan Halwany Michrob Catatan Masa Lalu Banten, oleh Rani Fitriani dalam skripsinya, Konflik Perdagangan Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC: Studi Disintegrasi
Kesultanan Banten Abad Ke-17 M, Tangerang Selatan: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2014, tidak diterbitkan, hlm. 58.
128
Najib, Kebangkitan Banten Dari Masa Ke Masa Berdasarkan Naskah Kuna Dan Tinggalan Arkeologi, hlm. 60.
53
kemakmurannya yang luar biasa. Blokade laut VOC tidak dapat menghentikan kegiatan perdagangan dan ketersedian pangan Banten, Banten dapat mengatasinya
dengan menanam sendiri tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan
pangannya, tanpa harus bergantung dari impor bahan pangan.
129
Banten bahkan juga dapat menjual berasnya ke luar negeri, tanpa harus lagi menjualnya pada VOC. VOC juga sangat bergantung pada beras dari
Mataram selama operasinya di akhir dekade abad ke-17. VOC mendapatkan sumber logistik pangan secara sangat murah dari Mataram setelah tahun 1678,
130
sehingga VOC kini tidak lagi bergantung pada impor luar negeri untuk persediaan beras, walaupun penyediaannya cukup lama karena harus dikapalkan dahulu ke
Batavia. Banten yang juga berusaha menerapkan politik beras, akhirnya tidak dapat menanggulangi keadaan baik yang telah didapatkan oleh VOC.
131
Pada intinya kehancuran perekonomian bebas Kesultanan Banten dalam Perang Suksesi tersebut, menjadikan tujuan utama VOC terhadap Banten telah
tercapai. Tanpa harus melalui peperangan terbuka melawan seluruh kekuatan Banten yang tidak bebas intervensi VOC. Menghindari pengalamannya dalam
Perang Makassar 1660-1669, VOC berusaha sesedikit mungkin mengeluarkan
129
Upaya untuk memproduksi beras sendiri telah dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa selama periode blokade VOC di laut, dengan membuka lahan persawahan baru di sekitar ibukota Banten.
130
M. J. A. Van der Chijs ed., Daghregister Gehoeden in Casteel Batavia, Vant Passerande Daer Als Over Geheel In Nederland-India, Anno 1677, Batavia dan s’Hage: Landsdukkerij dan M. Nijhoff, 1904, hlm.
365-371.
131
Kegagalan Banten menerapkan politik beras lebih didasarkan pada keadaan Mataram, yang kini menjadi pengimpor beras kepada VOC. Sebelumnya VOC selalu harus membeli beras dari Banten di Ambon
dengan harga pasar. Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa, hlm. 29.
54
biaya perang, kalaupun harus ada biaya yang dikeluarkan, maka pihak yang dibantulah yang harus membayar semua biayanya.
132
b. Kontrol Wilayah.
Pada perjanjian tahun 1684, Banten harus melepaskan daerahnya seperti Tangerang Timur, Priangan Barat dan kepulauan Untung Jawa di bagian barat
Batavia. Daerah-daerah tersebut umumnya adalah jaringan kubu pertahanan Banten dalam persiapan menghadapi VOC.
133
Wilayah-wilayah yang diduduki oleh VOC dari banten, adalah wilayah- wilayah yang strategis dan memberi keuntungan ganda bagi VOC. Aspek
strategis, terutama berkaitan dengan aspek pertahanan. VOC kemudian mendirikan kubu-kubu pertahanan di sekitar wilayah Bogor dan Tangerang. VOC
terutama mendirikan sebuah benteng bernama Diamant di pinggir sungai Cisadane di kota Tangerang.
134
Keuntungan lainnya adalah aspek komersial berupa munculnya daerah perdagangan baru di Tangerang. Sungai Cisadane yang aliran airnya stabil,
membuat kapal-kapal dapat bersandar hingga ke pedalaman untuk mengambil komoditas yang dihasilkan di pedalaman Priangan Barat.
Wilayah lain yang diambil alih oleh VOC adalah Lampung dan pulau- pulau di Selat Sunda. Lampung sebelumnya adalah sebagai penghasil utama lada
bagi Banten, sedangkan pulau-pulau di Selat Sunda sebagai benteng pertahanan
132
Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, Dari Emporium Menuju Imperium, hlm. 78.
133
Ambary, Naskah Sejarah Kerajaan Banten Dan Pemerintahan Serang Dari Masa Ke Masa, Bab III, hlm. 24.
134
Novida Abbas, Bekas Benteng-benteng Kolonial di Jawa: Penggunaan dan “Penyalahgunaannya”, dalam Berkala Arkeologi, Edisi No. 1 tahun XXI Mei 2002, hlm. 5.
55
VOC, untuk mencegah kapal-kapal asing saingan VOC memasuki Banten kembali.
135
Warga Batavia-VOC mulai berani keluar dari dalam kastil, setelah terjadi kesepakatan damai. Warga Batavia-VOC mulai membuka lahan perkebunan dan
vila-vila peristirahatan di tempat yang agak sejuk, jauh dari pusat kota Batavia.
136
Meskipun telah dicapai kesepakatan-kesepakatan damai, namun para perusuh Banten selalu membuat kekacauan di sekitar Batavia.
137
B. Perubahan Geopolitik di Pulau Jawa 1. VOC sebagai Penguasa Tunggal Pulau Jawa.
Banten adalah harapan terakhir bagi rakyat di pulau Jawa dalam melawan dominasi VOC. Kerajaan Mataram di timur sudah jatuh ke tangan VOC setelah tahun
1677 dan tidak pernah dapat lepas kembali dari tangannya. Pemberontakan Trunojoyo yang terjadi di Mataram disebabkan karena
masa paceklik dahsyat di pulau Jawa selama dekade akhir abad ke-17 sejak tahun 1670. Tanaman padi banyak yang rusak akibat kekeringan dan penguasa Mataram
tidak mampu menanggulangi keadaan tersebut karena tidak siap. Banten lebih siap dalam menghadapi masa paceklik ini, dengan membangun berbagai saluran irigasi
dan membuka lahan persawahan yang luas.
138
Pemberontakan Trunojoyo hampir saja menggoyang VOC di Batavia. Sunan Amangkurat I yang meminta bantuan VOC, telah kalah telak dalam melawan
pemberontak Trunojoyo. Sultan Ageng Tirtayasa yang melihat peluang, berharap
135
FS. Gaastra, Dutch Asiatic Shipping in The 17
th
and 18 Centuries, hlm. 112.
136
Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, hlm. 45.
137
Reid, Dari Ekspansi Hingga
Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450- 1680, hlm. 115.
138
Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa, hlm. 38.