16
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Geografis 1. Kondisi Wilayah
. Menurut Geertz yang dikutip oleh Hiroyoshi Kano, wilayah di pulau Jawa
terbagi dalam empat bagian dengan bentangan alam serta aktifitas etnik: 1. Pesisir, 2. Sunda, 3. Kejawen dan 4. Ujung Timur.
27
Wilayah Pesisir adalah wilayah yang secara umum dikenal dengan wilayah di pantai utara pulau Jawa yang dapat dilayari dan
dilabuhi oleh kapal, sebagai tempat aktivitas utama perdagangan maritim yang berorientasi ke luar. Wilayah Sunda diidentifikasikan sebagai wilayah khusus penduduk
yang berbahasa dan berbudaya Sunda, letaknya di bagian barat pulau Jawa. Di zaman pra-Islam batas aktifitas etnik dan bahasa Jawa dan Sunda,
terbentang antara bagian barat dan timur sungai Cipamali di bagian utara dan sungai Citanduy di bagian selatan. Pada bagian timur dari bentang alam tersebut, terdapat etnik
dan bahasa Jawa, sedangkan di bagian baratnya adalah etnik Sunda. Ciri-ciri geografis bagian wilayah Sunda, adalah deretan perbukitan dan gunung yang terbentang dari
wilayah bagian barat Banyumas hingga ke wilayah perbatasan bagian selatan Banten. Wilayah Jawa adalah wilayah yang secara umum dikenal dengan mayoritas etnis dan
berbahasa Jawa, terbentang dari Banyumas di Jawa Tengah hingga bagian timur gunung Semeru di Jawa Timur. Ujung Timur adalah daerah yang terletak dari bagian barat
gunung Argopuro hingga selat Bali di timur.
27
Hiroyoshi Kano, “Sejarah Ekonomi Masyarakat Pedesaan Jawa: Suatu Penafsiran Kembali”, dalam Akira Nagazumi peny., Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang, Perubahan Sosial-Ekonomi Abad
XIX XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, hlm. 14-15
17
Daerah kekuasaan Banten di Jawa, secara geografis berada di dua tempat yang sama sekaligus, yaitu daerah Sunda dan Pesisir. Dikatakan daerah Sunda karena secara
geografis dan aktifitas etniknya, dominan lebih dekat kepada suku Sunda, namun Banten juga dapat dikatakan adalah wilayah Pesisir maksud daerah Pesisir seperti yang telah
dijelaskan dalam paragraf sebelumnya yang berbahasa campuran Jawa, yang secara geografis terletak di daerah pantai dengan semangat pedagang yang egaliter.
Wilayah Kesultanan Banten meliputi seluruh Propinsi Banten dan sebagian besar wilayah Lampung saat ini, kecuali wilayah Mataram yang dibatasi oleh bentang
alam berupa gunung Halimun di bagian timur dan Batavia VOC, yaitu di sedikit bagian pesisir Jayakarta di muara sungai Ciliwung. Pada sebagian besar wilayah di pulau Jawa
yang telah dikuasai oleh Kerajaan Mataram, aktifitas agraris Kesultanan Banten terbatas pada wilayah pedalaman yang memang secara geografis cukup subur dibandingkan
daerah pantai. Tanaman pangan sangat sedikit mendominasi kehidupan ekonomis rakyat Banten, yang menjadi tumpuan adalah tanaman komersial berupa lada, pala dan rempah-
rempah.. Aktifitas ekonomi Banten memang lebih banyak berada di daerah pesisir, yang menjadi tumpuan kehidupan sebagian besar rakyat Banten.
Ibu kota Kesultanan Banten selama masa konflik berada di daerah Karangantu. Daerah yang berada di pantai Utara Jawa dengan perlindungan dari
ganasnya ombak dan badai di musim angin barat, dengan muara sungai Cibanten sebagai jalan ke luar dan masuk ke pusat kota Banten Lama. Tanah di sekitarnya terdiri dari
batuan kapur dan tanah liat, yang terbentuk jutaan tahun yang lalu. Vegetasi tanaman pantainya berupa bakau dan tanaman pelindung lainnya, namun dapat tumbuh dengan
tanah yang tidak subur pada kondisi tersebut. Di daerah selatan kekuasaan Banten,
18
terdapat hutan lebat di gunung-gunung maupun pantainya yang sepi, namun tanahnya sangat subur.
28
Di pantai bagian selatan terbentang pantai, yang berbatu karang yang sulit untuk dilabuhi hingga saat ini, kecuali di beberapa wilayah tertentu.
29
Sejak terjadi perjanjian oleh Sultan Haji pada tahun 1684, wilayah Tangerang di timur Sungai Cisadane, menjadi bagian dari VOC. Kebanyakan para abdi dan rakyat
selalu lari dan kemudian bermukim di tempat-tempat yang jauh dari pusat konflik, terutama, karena mereka lebih senang menyingkir ke gunung-gunung di sebelah selatan
yang sulit dijangkau oleh musuh.
30
2. Jaringan Transportasi.
Jaringan jalan masuk menuju ke pusat ibukota Banten Lama, terbentang dari timur dan barat. Jaringan jalan dari timur dapat dimasuki dari Merak, sedangkan dari
barat terbentang jalan menuju Batavia di daerah pantai utara lewat Balaraja dan Tangerang. Jaringan jalan tetap ada dan masih digunakan hingga pada masa Daendels
31
, yang ada dalam jaringan Jalan Raya Pos.
Hingga tahun 1552 ibukota Banten berada di daerah Banten Girang, kemudian ibukota dipindahkan pada tahun 1568 ke daerah Karangantu, tepat dimana sekarang
bekas istana Surosowan berdiri. Untuk mencapai ibukota Kesultanan Banten dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu jalan air dan jalan darat.
Perjalanan dari ibukota dan ke pedalaman Banten, dapat menggunakan cikar yang ditarik dengan kerbau, memakan waktu sekitar dua sampai tiga hari dari Karangantu
28
Heriyanti O. Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten, Jakarta: Kota Kita, 2006, hlm. 47- 48.
29
Tonny Whitten, Roehayat Emon Soeriaatmadja dan Suraya A. Afiff, The Ecology of Indonesian Series Volume II: The Ecology of Java and Bali Singapore: Periplus Editions HK Ltd., 2000, hlm.1 41-142.
30
Hefner, Geger Tengger, Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik, hlm. 10.
31
Daendels adalah nama jalan yang dibuat oleh gebenur Jenderal H. W. Daendels pada tahun 1809-1810. Lihat Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara, Jakarta:
LP3ES, 2006, hlm. 94