31
konsep suksesi di Kesultanan Banten ini tidak memiliki kekuatan hukum, yang membuat pewaris tahta bisa dicopot setiap saat.
Kekuasaan raja adalah utuh, yang berarti hanya ada satu penguasa tunggal
dan absolut.
69
Oleh sebab itulah raja-raja Banten selalu enggan mengadakan perjanjian yang merugikan kekuasaannya. Selama proses pergantian kekuasaan di
abad ke-17, terdapat 2 pucuk pimpinan di Kesultanan Banten, yaitu; Sultan Sepuh dan Sultan Anom. Sultan Sepuh merupakan pemimpin utama di Kesultanan Banten,
dia memegang keputusan strategis kerajaan berupa; menerima dan mengirim para duta besar dari Kesultanan Banten ke negara lain dan memutuskan sebuah perjanjian,
sedangkan Sultan Anom hanya bertindak mengurus kegiatan sehari-hari kerajaan, berupa; pengadilan dan urusan rumah tangga kraton.
70
Atas dasar keadaan sistem kekuasaan itulah, maka sumber potensi konflik mulai muncul, tatkala Pangeran Haji atau Sultan Anom
71
secara sepihak menyatakan telah mengambil alih segala urusan istana, termasuk mengirim utusan
dan mengadakan perjanjian. Hal tersebut terjadi setelah Sultan Ageng Tirtayasa bermukim di Tirtayasa. Keadaan di istana semakin buruk karena banyaknya mata-
mata dan penghasut Sultan Anom agar mendapatkan dukungan dari VOC. Sebagai Sultan Anom yang tidak mempunyai hak atas urusan yang
masih menjadi urusan Sultan Sepuh itulah, maka karena ingin mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan VOC, Sultan Anom berani
69
Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu Bagian III: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris, hlm. 100.
70
Uka Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah
Nasional, 1984, hlm.35. Sultan Ageng Tirtayasa bernama asli Sultan Abdul Fattah yang beristrikan Nyi Ayu Gede dan Ratu Nengah. Bertathta sejak tahun 1651-1682.
71
Pangeran Haji atau Sultan Anom, adalah salah satu putra dari Sultan Ageng Tirtayasa, yang dikirim ke Mekkah dua kali selama hidupnya, pada tahun 1669 kembali pada tahun 1671 dan pada 1676
kembali pada tahun 1679 oleh karena itu dia dikenal dengan nama Sultan Haji. Sultan Haji atau yang bernama asli Pangeran Abdul Nasir Abdul Kadir, rupanya lebih senang bersahabat dengan VOC ketimbang
bermusuhan dengannya. Dia bertahta dengan klaim sejak tahun 1680 hingga 1687.
32
menyatakan diri bahwa Sultan Sepuh telah mundur dari tahta Kesultanan Banten, karena telah pindah lokasi pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, yaitu ke
Tirtayasa. Inilah konsep yang menjadi awal konflik suksesi di istana Kesultana Banten.
2. Potensi Konflik Intern Antar Bangsawan Kesultanan Banten.
Pandangan VOC terhadap politik kekuasaan, sebenarnya hanya bersifat praktis. Legitimasi kekuasaan seorang raja yang berkuasa, hanya tergantung dari
keturunan dari raja sebelumnya. Kekuasaan raja yang dapat menjadi sahabat VOC itulah yang dapat diterima oleh VOC sebagai bagian dari kekuasaannya.
72
Raja di Jawa adalah seorang tokoh politik sentral yang absolut.
73
Memang tidak semua Pangeran memenuhi kualifikasi sebagaimana telah dijelaskan pada
konsep yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, maka kekuasaan yang ada pada Kesultanan Banten menjadi sumber potensi konflik dan menimbulkan faksi. Faksi
yang ada terutama berpangkal antara Sultan Sepuh, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Anom atau Sultan Haji. Timbulnya faksi tersebut menjadi sebuah keuntungan
yang sangat besar bagi VOC.
74
Pada konsep politik di dunia kapitalis Eropa menghasilkan, pertama, kebijakan dan kedua, tanpa bentuk negara. Kebijakan adalah keputusan negara untuk
mengatur hubungan sosial-produksi dan kedua, mengatur faktor-faktor produksi dan modal. Sedangkan tanpa bentuk negara berarti, kapitalisme tidak mempunyai bentuk
negara, tidak ada batas-batas geografisnya dan beroperasi di antar negara, karena
72
M.C Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, 1200-2004, hlm. 119.
73
Reid, Dari Ekspansi Hingga
Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450-1680, hlm. 228.
74
Leonard Y. Andaya and Barbara Watson Andaya, A History of Early Modern South East Asia, 1400-1830, Cambridge: Cambridge University Press, 2015, hlm. 204.
33
melampaui semua batas-batas yang ada.
75
Konsep inilah yang dibawa VOC ke Jawa dalam proses merkantilisnya perniagaan.
Berawal dari kedekatan Pangeran Anom Pangeran Haji kepada VOC. Dia dikirim ayahnya ke Mekkah pertama kali untuk meneruskan kontak yang telah
terjalin ke Turki Utmani pada tahun 1671, yaitu ketika telah berjalan satu dasawarsa lebih perjanjian damai antara Kesultanan Banten dengan VOC di tahun 1659.
76
Ketika VOC dan Batavia melihat bahwa Kesultanan Banten merupakan musuh utama yang harus ditaklukkan, VOC berusaha untuk mendekati Pangeran Haji, yang dikenal
bersahabat dengan VOC agar terus menjadi sahabat VOC. Sultan Ageng Tirtayasa yang risau akan bahaya VOC, selalu berusaha
untuk menghindari Kesultanan Banten dari pengaruh VOC, terutama pada diri Pangeran Haji, kemudian mengirim kembali Pangeran haji untuk kedua kalinya ke
Mekkah pada tahun 1674. Ketika Pangeran Haji kembali ke Banten pada tahun 1679, keadaan di Jawa telah kacau-balau akibat munculnya pemberontakan Trunojoyo
melawan Mataram. Kerajaan Mataram telah jatuh ke dalam pengaruh VOC, dengan perjanjian yang sangat memberatkan Sunan Amangkurat II. Sultan Ageng Tirtayasa
yang berusaha membantu Pangeran Trunojoyo dalam mengusir VOC, akhirnya menjadi incaran VOC setelah proses pemberontakan itu berhasil dipadamkan VOC
pada tahun 1679.
77
Pangeran Haji yang telah menjadi semakin dekat dengan VOC, akhirnya dengan mudah dibujuk VOC untuk mengambil alih tahta, apa lagi terdapat isu bahwa
75
Emmanuel Wallerstein, “Ekonomi Dunia Kapitalis” dalam, Roy C. Macridis dan Bernard E. Brown peny., Perbandingan Politik: Catatan dan Bacaan, Edisi Keenam, terj. A.R Henry Sitanggang,
Jakarta: Erlangga, 1992, hlm. 540-541.
76
M. J. A. Van der Chijs ed., Daghregister Gehoeden in Casteel Batavia, Vant Passerande Daer Als Over Geheel In Nederland-India, Anno 1659, Batavia dan s’Hage: Landsdukkerij dan M.
Nijhoff, 1904, hlm. 247-250.
77
Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa, hlm. 30-33.
34
Pangeran Purbaya, yang merupakan saudara muda Pangeran Haji, akan diserahkan tugas sebagai Sultan Anom karena Pangeran Haji telah melanggar aturan, yaitu
sebagai Sultan Anom, dia malah menjalin hubungan dengan VOC.
78
Alasan tersebut menimbulkan ketidak puasan pada diri Pangeran Haji. Akhirnya Pangeran Haji mengadakan hubungan dengan VOC dan VOC bersedia
membantuanya, namun dengan konsekuensi bahwa dia harus mau menjadi “Raja Boneka Kompeni”. Meskipun begitu konsesi tersebut dipenuhi oleh Sultan Haji pada
tahun 1682, yaitu ketika dia telah naik tahta yang ditandai dengan menyerahnya Sultan Ageng Tirtayasa dari arena pertempuran.
79
Perang Banten belum berakhir sebelum Syeikh Yusuf Al-Maqassari dan Pangeran Purbaya benar-benar menyerah
pada VOC di tahun 1684.
B. Jalannya Konflik. 1. Intrik Politik Dalam Istana Kesultanan Banten.
Sepanjang tahun 1677 hingga 1679 ketika keadaan genting di tanah Jawa masih berlangsung, VOC berusaha membuat intrik di dalam tubuh istana Banten
sendiri, terutama setelah muncul faksi antara pendukung Sultan Ageng Tirtayasa dengan Pangeran Haji.
Tahun 1679 ketika Pangeran Haji datang kembali ke Banten dari aktifitas hajinya yang kedua kali, VOC di Batavia melihat peluang tersebut. Melalui anjuran
seorang anggota Dewan Hindia yang kemudian menjadi Gubernur Jendral VOC yang kedua kalinya, Rickloff van Goens, mengirim surat dan menyatakan pada Heeren
XVII di Amsterdam tertanggal 31 Januari tahun 1679:
78
Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara, hlm. 52.
79
Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450-1680, hlm. 324.