Perang Terbuka Antar Bangsawan Kesultanan Banten.
40
dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antar perusahaan Belanda yang mengakibatkan semakin kecil keuntungan.
92
Para bangsawan pedagang Belanda yang mendirikan VOC, bertujuan untuk menjalankan politik monopoli rempah-rempah di Nusantara. Hubungan
antara VOC dengan penguasa setempat cukup baik di awal kedatangannya.
93
Sistem monopoli perdagangan bertentangan dengan sistem tradisional yang berlaku, lagipula tindakan-tindakan dengan paksaan dan kekerasan menambah
kuat sikap bermusuhan tersebut. Markas besar VOC berada di Amsterdam. VOC mempunyai
wewenang untuk merekrut personel atas dasar sumpah setia, melakukan peperangan, membangun benteng-benteng, dan mengadakan perjanjian-perjanjian
di seluruh Asia.
94
Tujuan VOC sebenarnya sederhana dan ambisius, yaitu suatu monopoli dagang yang absolut, dengan kekuatan angkatan laut. Komoditas
diangkut dengan kapal VOC, yang komoditas tersebut diambil dengan kesepakatan atau berdasar aturan tertentu. Demi mencegah perdagangan di luar
VOC, aturan yang ketat diberlakukan dan barang yang dikirim ke Belanda, diatur jumlah dan macamnya.
95
Tujuan VOC untuk menguasai perdagangan di Nusantara, dengan sendirinya membangkitkan perlawanan pedagang pribumi
yang terancam kepentingannya Di kalangan VOC sendiri, banyak yang menentang penggunaan kekerasan akibat pelaksanaan dukungan politik tersebut.
92
Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, 1200-2004, hlm. 39.
93
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, hlm. 332.
94
Boxer, Jan Kompeni, Sejarah VOC dalam Perang dan Damai, 1602-1799, hlm.39
95
Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, terj. Tim Komunitas Bambu, Depok: Masup Jakarta, 2009, hlm. 15.
41
Namun banyak kenyataan di lapangan yang mengharuskan VOC melakukan kekerasan militer.
Sejak awal VOC melihat bahwa, dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat dari Indonesia bagian timur, fungsi suatu tempat
tersimpulnya jalur-jalur perdagangan sangat penting. Bagi VOC suatu penguasaan perdagangan di kawasan itu,
menimbulkan keperluan mendesak untuk mempunyai kedudukan di tempat
bertemunya simpul dalam jaringan perdagangan.
96
Waktu VOC mulai kegiatannya di Nusantara, dihadapinya suatu dunia perdagangan inernasional dengan sistem terbuka. Peraturan jual beli, proses tawar
menawar, penentuan harga mengikuti pola pergerakan pasar. Perdagangan rempah-rempah menempati kedudukan yang utama, akan tetapi komoditas lain
seperti perdagangan beras, sagu, kain dan sebagainya, merupakan penunjang dalam kegiatan perdagangan tersebut.
97
. Pada masa kekuasaan Jan Pieterszoon Coen, VOC berusaha mencari
pijakan lain di Jawa setelah Jepara sejak masa Panembahan Senopati. Dia kemudian memilih daerah Jayakarta, karena tiga hal, pertama, karena alasan
geografis, yaitu adanya muara sungai yang airnya mengalir tidak terlalu deras, kedua, dekat dengan pusat dagang Banten, ketiga, karena penguasanya
memberikan tempat dan adanya penduduk yang akan membantu VOC.
98
Pada 1619, setelah mengalahkan Pangeran Wijayakrama, VOC mambangun benteng
96
Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, hlm. 210.
97
Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450-1680, hlm. 211.
98
Ibid., hlm. 71-73.
42
pertahanan. Sejak saat itulah VOC memiliki markas besarnya di Batavia,
99
untuk menjadikan kota Batavia sebagai rendezvous atau pusat simpul perdagangan
maritim, dalam operasinya di seluruh Asia.
100
Pada berbagai konflik politik, VOC selalu berada di antara pihak yang bertikai, dengan politik devide et impera-nya.
Hal tersebut mempunyai tujuan dan maksud tertentu, yaitu untuk menghasilkan “raja kompeni” dari pribumi.
101
Setelah tercapai tujuan dan maksud dalam berbagai intervensi politik di berbagai kerajaan di Nusantara, maka VOC mendapatkan pengakuan, sebagai
tempat untuk “berlindung” dari segala macam gangguan. Tujuan dan motif utama monopoli perdagangan VOC di Banten adalah menghancurkan saingan utama
VOC dalam perdagangan internasional.
102
Prestasi terbesar Sultan Ageng Tirtayasa bagi Kesultanan Banten, adalah penataan perdagangan luar negeri. Sultan Ageng Tirtayasa melakukan
hubungan perdagangan dengan pedagang dari Britania, Denmark dan Prancis di pelabuhan-pelabuhannya. Bantuan yang diterima bangsa Eropa itu, membuat
Sultan Ageng Tirtayasa mulai memperlengkapi kapal-kapalnya sendiri, yang membawa nahkoda asal Eropa berlayar ke Filipina, Makao, Benggala dan Persia.
Saudagar-saudagar India, Cina dan Arab berkumpul di pelabuhan Banten setelah
99
Sebelum bernama Batavia, J.P Coen, menamakan kota ini sebagai New Hoorn, sesuai nama tempat kelahirannya. Kota ini mendapat serangan dahsyat dari Mataram dan Banten selama tahun 1627
hingga 1650. Diorama koleksi Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta dan Museum Bahari di Jakarta Utara.
100
Bruijn, Dutch Asiatic Shipping in The 17
th
and 18 Centuries, hlm. 22.
101
Pengantar buku oleh Asvi Marwan Adam, dalam Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450-1680, hlm. xi.
102
Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis Jilid II: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara, 1450-1680, hlm. 326.
43
mereka terusir dari Malaka dan Makassar. Barang dagang yang dijual di pasar Batavia sebagian datang dari pelabuhan pesaing di Banten.
103
VOC-lah yang menjadi penyebab utama atas jatuhnya tradisi urban dan kelautan di Asia Tenggara, terutama di Banten. Campur tangan VOC tidak
lebih dari sekedar membantu pihak-pihak yang bertikai. Bukti dari campur tangan VOC tersebut adalah lenyapnya kelompok pedagang yang dinamis di wilayah
pesisir utara Jawa. Para pedagang asing selain VOC diusir oleh Sultan Haji atas permintaan VOC pada tahun 1684, dari situlah dimulainya kesurutan perdagangan
dari Kesultanan Banten. Seorang pejabat VOC seratus tahun kemudian berpendapat:
“Kalau membandingkan Banten di masa lampau, ketika bangsa-bangsa Eropa baru muncul di Asia, dengan keadaannya yang sangat miskin sekarang, maka orang harus
pasrah pada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang menciptakan dan menghancurkannya lagi sekehendak-NYA. Perdagangan yang terbesar di Timur itu, kini telah menjadi tempat
orang sial”.
104