Sistematika Pembahasan. Intervensi VOC dalam konflik suksesi di kesultanan Banten 1680-1684

18 terdapat hutan lebat di gunung-gunung maupun pantainya yang sepi, namun tanahnya sangat subur. 28 Di pantai bagian selatan terbentang pantai, yang berbatu karang yang sulit untuk dilabuhi hingga saat ini, kecuali di beberapa wilayah tertentu. 29 Sejak terjadi perjanjian oleh Sultan Haji pada tahun 1684, wilayah Tangerang di timur Sungai Cisadane, menjadi bagian dari VOC. Kebanyakan para abdi dan rakyat selalu lari dan kemudian bermukim di tempat-tempat yang jauh dari pusat konflik, terutama, karena mereka lebih senang menyingkir ke gunung-gunung di sebelah selatan yang sulit dijangkau oleh musuh. 30

2. Jaringan Transportasi.

Jaringan jalan masuk menuju ke pusat ibukota Banten Lama, terbentang dari timur dan barat. Jaringan jalan dari timur dapat dimasuki dari Merak, sedangkan dari barat terbentang jalan menuju Batavia di daerah pantai utara lewat Balaraja dan Tangerang. Jaringan jalan tetap ada dan masih digunakan hingga pada masa Daendels 31 , yang ada dalam jaringan Jalan Raya Pos. Hingga tahun 1552 ibukota Banten berada di daerah Banten Girang, kemudian ibukota dipindahkan pada tahun 1568 ke daerah Karangantu, tepat dimana sekarang bekas istana Surosowan berdiri. Untuk mencapai ibukota Kesultanan Banten dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu jalan air dan jalan darat. Perjalanan dari ibukota dan ke pedalaman Banten, dapat menggunakan cikar yang ditarik dengan kerbau, memakan waktu sekitar dua sampai tiga hari dari Karangantu 28 Heriyanti O. Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten, Jakarta: Kota Kita, 2006, hlm. 47- 48. 29 Tonny Whitten, Roehayat Emon Soeriaatmadja dan Suraya A. Afiff, The Ecology of Indonesian Series Volume II: The Ecology of Java and Bali Singapore: Periplus Editions HK Ltd., 2000, hlm.1 41-142. 30 Hefner, Geger Tengger, Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik, hlm. 10. 31 Daendels adalah nama jalan yang dibuat oleh gebenur Jenderal H. W. Daendels pada tahun 1809-1810. Lihat Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara, Jakarta: LP3ES, 2006, hlm. 94 19 hingga ke daerah pegunungan di daerah selatan, yaitu Lebak. Sedangkan dari Batavia dapat ditempuh selama dua hari dengan menggunakan kuda. 32 Jaringan transportasi sungai, secara alami telah digunakan sejak zaman purba, terutama di bagian timur, yang dapat dimasuki hingga pedalaman, yaitu sungai Cisadane dan sungai Ciliwung, sedangkan di bagian barat umumnya tidak ada yang dapat dimasuki hingga wilayah pedalaman, kecuali sungai Cibanten, yang dapat dilayari hingga ke dalam pusat ibukota. Sungai-sungai besar di pulau Jawa umumnya dapat dilalui dari hulu ke hilir dan sebaliknya dalam jarak tertentu, oleh kapal-kapal berbobot sedang saat musim hujan. 33

B. Politik Kesultanan Banten Sebelum Intervensi VOC 1. Daerah Kekuasaan Politik.

Perluasan daerah Kesultanan Banten telah dimulai sejak masa Sultan Hasanuddin, namun hanya terbatas pada ekspedisi kecil, untuk mengamankan daerah yang telah dikuasai. Perluasan daerah ke Lampung dari Sultan Hasanuddin, kemudian diteruskan oleh anaknya, yaitu Sultan Maulana Yusuf dengan menaklukkan kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat, yaitu Pakuan Pejajaran Bogor sekarang pada 1579 yang di bantu oleh Cirebon. Setelah Sultan Maulana Yusuf wafat, dia digantikan oleh anaknya, yaitu Sultan Maulana Muhammad, yang mencoba menaklukkan Palembang pada tahun 1596. Pada pertempuran merebut Palembang, dia wafat dan digantikan anaknya, yairu Sultan Panembahan Ratu bergelar Sultan Abu al-Mufakhir Mahmud Abdul Qadir. Selama 32 Dennys Lombard, Nusa Jawa, Silang Budaya Jilid III, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 153. 33 Darsiti Suratman, Dunia Keraton Surakarta, 1830-1939, Yogyakarta: UGM Press, 1989, hlm. 4-5. 20 masa Panembahan Ratu, praktis tidak ada usaha penaklukkan lagi, apalagi di bagian timur, Kerajaan Mataram dengan rajanya Sultan Agung, mulai merangsek masuk hingga ke daerah Pakuan dan gerbang Batavia. 34 Meskipun tidak ada penaklukkan wilayah lagi, namun Panembahan Ratu juga berupaya pula untuk menaklukkan Batavia, terutama dia melakukan ekspedisi-ekspedisi militer berupa gangguan keamanan di luar dinding Batavia. 35 Setelah dia wafat kepemimpinan Kesultanan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa, pada masanya puncak dari perkembangan Kesultanan Banten terjadi, terutama dari segi wilayah dan militer. VOC sebenarnya telah ada dan bertempat di Jayakarta yang menjadi bawahan Kesultanan Banten berganti nama menjadi Batavia sejak 1619, namun sejak masa Sultan Abul Mufakhir atau Panembahan Ratu, Kesultanan Banten tidak mampu mengusir VOC di Jayakarta. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten menjadi penyeimbang geopolitik di pulau Jawa. Ketika Mataram telah menaklukkan beberapa kota penting di Jawa seperti Surabaya 1624, Giri dan Blambangan 1635-1638 36 serta melakukan ekspedisi militer ke Batavia pada tahun 1627 dan 1629, 37 melalui Sumedang dan wilayah Ukur, 38 Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Kesultanan Banten selalu melakukan politik bebas aktif dengan dunia luar. 39 34 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, Politik Ekspansi Sultan Agung, terj. Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990, hlm. 105. 35 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh, Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia VOC, terj.-, Yogyakarta: LKiS, 2004, hlm. 136. 36 I Made Sudjana, Negeri Tawon Madu, Semarang: Larasan-Sejarah, 2010, hlm. 10. 37 Blusse, Persekutuan Aneh, Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia VOC, hlm. 131. 38 A Sobana Hardjasaputra, dkk., Bupati Di Priangan: Dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda, Vol 3 Seri Sundalana, Bandung: Pusat Studi Sunda, 2004, hlm. 13. 39 Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara, Jakarta: LP3ES, 2006, hlm. 51.