1
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Menurut Arie de Geus, dalam Kasali 2005:6, sebenarnya perusahaan dan organisasi pada dasarnya adalah sesosok makhluk hidup. Karena ia hidup maka ia
tumbuh,  berkembang,  sakit,  tua,  dan  dapat  mati  seperti  makhluk  hidup  pada umumnya.  Hal  ini  juga  berlaku  pada  Perguruan  Tinggi  sebagai  sebuah  Institusi
pendidikan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan prilaku yang diinginkan.
Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai sebuah institusi  pendidikan  yang  menggunakan  struktur  organisasi  fungsional  sebagai
struktur  institusi  pendidikannya,  yang  melimpahkan  wewenang  di  ajukan  ke pimpinan  tertinggi  kepada  kepala-kepala  bagian  yang  mempunyai  jabatan
fungsional  untuk  dikerjakan  oleh  para  pelaksana  yang  mempunyai  keahlian khusus.
Sebelumnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Institut Agama Islam Negeri  IAIN  Syarif  Hidayatullah  Jakarta,  nama  ini  berubah  sesuai  dengan
Keputusan  Presiden  Republik  Indonesia  Nomor  31  tahun  2002.  Perubahan menjadi  universitas  mengharuskan  untuk  menambah  jurusan  dan  Fakultas  baru,
serta menentukan arah pengembangan. Perubahan  serta  arah  pengembangan  kearah  World  Class  University  yang
ingin diterapkan dalam tubuh Institusi, mengharuskan UIN merubah sistem  yang
2
telah  mapan.  Perubahan  arah  pengembangan  yang  berorientasikan  pada  hasil, profesionalitas  serta  akuntabilitas  dan  transparansi  untuk  menjadikan  UIN  dapat
bersaing  dengan  universitas-universitas  terkemuka  dunia.  Pengembangan  ini memaksa  UIN  benar-benar  membangun  sistem  yang  dapat  menyokong  setiap
rencana yang dibangun. Perubahan  bentuk  UIN  juga  terjadi  melalui  transformasi  fungsi  kegiatan
sebagai unit yang otonom, melalui Badan Layanan Umum BLU yang diterapkan pada  UIN  sebagai  Kegiatan  Layanan  Pendidikan.  Transformasi  ini  juga
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi layanan umum Sesuai dengan pasal 1 butir 23. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dimana  Badan  Layanan  Umum  adalah  instansi  di  lingkungan  Pemerintah  yang dibentuk  untuk  memberikan  pelayanan  kepada  masyarakat  berupa  penyediaan
barang    jasa  yang  dijual  tanpa  mengutamakan  mencari  keuntungan  dan  dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi serta produktivitas.
Selanjutnya,  UU  No.  12004  tentang  Perbendaharaan  Negara  membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal
68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah  yang tugas pokok dan  fungsinya  memberi  pelayanan  kepada  masyarakat  dapat  menerapkan
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari penganggaran  tradisional  menjadi  penganggaran  berbasis  kinerja.  Dengan  basis
kinerja  ini,  arah  penggunaan  dana  pemerintah  tidak  lagi  berorientasi  pada  input,
3
tetapi  pada  output.  Perubahan  ini  penting  dalam  rangka  pembelajaran  untuk menggunakan  sumber  daya  pemerintah  yang  makin  terbatas,  tetapi  tetap  dapat
memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Penganggaran  yang berorientasi pada output merupakan praktik  yang telah
dianut  luas  oleh  pemerintahan  modern  di  berbagai  negara.  Pendekatan penganggaran  yang  demikian  sangat  diperlukan  bagi  satuan  kerja  instansi
pemerintah  yang  memberikan  pelayanan  kepada  publik.  Salah  satu  alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan
pemerintah.  Mewiraswastakan  pemerintah  enterprising  the  government  adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan
tentang  penganggaran  tersebut  telah  dituangkan  dalam  UU  No.172003  tentang Keuangan Negara.
Sehubungan  dengan  itu,  telah  dikemukakan  oleh  Faustino  Cardosa  Gomes dalam Mangkunegara 2005:9, kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi
serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Lembaga Administrasi Negara  Republik  Indonesia  LAN-RI  dalam  Pasolog  2008:175,  merumuskan
kinerja  adalah  gambaran  mengenai  tingkat  pencapaian  pelaksanaan  suatu kegiatan,  program,  kebijaksanaan  pemimpin  dalam  mewujudkan  sasaran,  tujuan,
misi,  dan  visi  organisasi.  Konsep  kinerja  yang  dikemukakan  LAN-RI  lebih mengarahkan  kepada  acuan  kinerja  suatu  organisasi  publik  yang  cukup  relevan
sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang ingin dicapai.
4
Dapat disimpulkan, kinerja adalah suatu hasil kerja  yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas  yang diberikan kepadanya  yang didasarkan atas
kecakapan,  pengalaman,  kesungguhan  serta  waktu.  Apabila  pegawai  memiliki kinerja  dan  produktivitas  yang  tinggi,  maka  laju  roda  sebuah  instansi  pun  akan
berjalan dengan baik, yang akhirnya akan menghasilkan pencapaian yang optimal bagi instansi. Pegawai  yang berkinerja dengan baik, berkemungkinan lebih besar
untuk bertahan pada organisasi tersebut karena menerima pengakuan, pujian, dan hadiah lain yang memberi mereka lebih banyak alasan untuk bertahan. Begitupun
sebaliknya  jika  pegawai  merasa  tidak  puas  maka  mereka  dapat  mengungkapkan dalam sejumlah cara. Misalnya, mengundurkan diri atau pegawai dapat mengeluh,
menjadi  tidak  patuh,  mencuri  properti  instansi,  atau  menghindari  sebagian tanggung jawab kerja mereka.
Masa depan pegawai erat terkait pada penilaian dalam evaluasi – promosi, kenaikan  upah,  dan  diteruskan  pengkaryaan  merupakan  contoh  hasil  yang  jelas
dari  evaluasi.  Penilaian  kinerja  merupakan  penilaian  kerja  terhadap  pegawai tersebut.  Meski  penilaian  dapat  berupa  obyektif,  tetapi  banyak  pekerjaan  yang
dievaluasi dengan cara subyektif. Ukuran subyektif mudah dilaksanakan, menurut definisinya,  ukuran  subyektif  akan  berupa  pertimbangan.  Penilai  membentuk
kesan  umum  mengenai  kerja  seorang  pegawai.  Dengan  demikian  sikap  individu dalam  menghadapi  perubahan  turut  mempengaruhi  evektifitas  perubahan  itu
sendiri, baik bagi individu maupun organisasi. Efektifitas  perubahan  itu  sendiri  tidak  pernah  lepas  dari  pemeliharaan  dan
peningkatan inovasi serta penguasaan dalam hal seni perubahan. Langkah-langkah
5
ini penting untuk diambil oleh sebuah organisasi. Sehingga fleksibilitas dan upaya meningkatkan  inovasi  secara  terus-menerus  menjadi  suatu  hal  yang  harus
dilakukan secara konstan. Fleksibilitas  dapat  juga  dilakukan  dengan  penggunaan  teknologi  sebagai
acuan  untuk  meningkatkan  efektifitas  kinerja.  Dengan  penggunaan  teknologi seperti  sistem terkomputerisasi yang kini diterapkan dalam bentuk sistem absensi
karyawan  dengan  menggunakan  sistem  komputerisasi  Biometriks  finger  print, sistem  ini  menekankan  efisiensi  waktu  sehingga  kinerja  karyawan  akan  lebih
cepat,  dikarenakan  tidak  harus  antri  absen  terlalu  lama  yang  membuang  waktu maupun  kertas.  Hal  ini  nantinya  berhubungan  dalam  sistem  penggajian  yang
mengambil  acuan  dari  hasil  absensi.  Finger  print,  tujuannya  adalah  untuk mendisiplinkan pegawai dalam hal absensi. Sistem informasi ini merupakan suatu
alat  yang mempermudah pekerjaan manusia. Sistem itu ada dan diciptakan untuk membuat  hal  menjadi  efektif  dan  efisien.  Namun,  tidak  dapat  dipungkiri  bahwa
sistem ini juga merupakan satu bentuk dari perubahan. Untuk  itu  dalam  penelitian  ini  penulis  merumuskan  judul  yang  nantinya
akan menjadi  kajian lebih  lanjut,  yaitu “Pengaruh Sikap Terhadap Perubahan Organisasi Dengan Kinerja Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
1. 2 Rumusan Masalah