1
BABBIB PENDAHULUANB
A. LatarBBelakangB
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, tujuan dalam mempelajari mata pelajaran fisika salah satunya yakni agar siswa memiliki kemampuan untuk
memupuk sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa dalam belajar fisika
diharapkan sikap ilmiah dapat ditumbuhkan dan dilatihkan kepada siswa selama proses pembelajaran tersebut.
Untuk mengembangkan sikap ilmiah, siswa perlu melakukan praktik dan melakukan pengamatan sehingga mereka mendapat kesempatan untuk
merasakan dan mengembangkan setiap komponen dari sikap ilmiah Rao, 2004: 9. Oleh sebab itu, guru perlu menyiapkan pembelajaran yang dapat
membuat siswa melakukan praktik dan pengamatan selama pembelajaran seperti dengan menerapkan praktikum.
Namun yang sering terjadi adalah guru sangat jarang mengadakan praktikum selama ia mengajar, dalam satu semester terkadang guru hanya
mengadakan dua kali praktikum. Berdasarkan informasi dari guru fisika SMA Negeri 1 Prambanan, guru tidak memiliki cukup banyak waktu tatap muka
dalam mengajar karena adanya kegiatan rutin sekolah ataupun kegiatan- kegiatan dinas dan ujian-ujian sekolah maupun nasional yang mengurangi jam
tatap muka guru. Oleh sebab itu, dengan pertimbangan materi pelajaran yang padat membuat guru cenderung menghindari praktikum yang memerlukan
banyak waktu untuk membahas satu sub bahasan saja, dan akhirnya guru lebih memilih mengajarkan materi-materi pelajaran tersebut dengan cara yang lebih
praktis untuk dilakukan. Selain itu, guru juga mengeluhkan keterbatasan alat- alat praktikum yang dapat digunakan sehingga guru jarang mengadakan
pembelajaran dengan praktikum tersebut. Hal-hal tersebut juga dirasakan di SMA Negeri 2 Klaten sehingga praktikum jarang dilakukan.
Ditengah berkembangnya teknologi saat ini, telah tersedia banyak layanan- layanan yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Seperti
tersedianya laboratorium dan peralatan laboratorium fisika dalam bentuk digital yang biasa disebut sebagai laboratorium virtual. Salah satu aplikasi yang
dapat dijadikan sebagai laboratorium virtual tersebut yakni aplikasi yang bernama PhET
Simulation. Simulasi PhET Physics Education Technology ini
merupakan simulasi virtual yang berisi berbagai animasi alat-alat laboratorium
dan berbagai instrumen pengukuran. Cara penggunaannya sangat mudah dan praktis, yakni hanya dengan ditekan ataupun digeser. Hal ini tentu akan sangat
membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dimana siswanya dapat melakukan praktikum dan pengamatan dengan tidak memakan banyak waktu,
karena dengan simulasi ini siswa tidak perlu merangkai alat-alat seperti pada praktikum langsung di laboratorium fisika.
Berdasarkan hal tersebut maka simulasi PhET ini memang dapat dijadikan sebagai media belajar yang sangat efektif dan dapat mendukung untuk
mengembangkan sikap ilmiah siswa. Namun sebaik apapun simulasi ini, tidak akan dapat berjalan sukses secara otomatis. Simulasi ini masih harus menjadi
bagian dari suatu rancangan atau strategi pembelajaran yang disusun oleh guru Wiemen dkk, 2010: 225. Agar penggunaan simulasi PhET dapat dijalankan
dengan maksimal dan terorganisasi, maka penggunaan simulasi PhET ini dapat dipadukan dengan pembelajaran problem solving. Dengan diterapkannya
metode tersebut maka penggunaan simulasi PhET menjadi lebih terarah dengan adanya suatu kegiatan untuk pemecahan masalah. Selain itu, dengan
diterapkannya metode tersebut akan dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap ilmiahnya, seperti sikap kritis, teliti, ataupun
bekerjasama. Berdasarkan informasi yang didapatkan, diketahui bahwa guru fisika baik
di SMA Negeri 1 Prambanan ataupun di SMA Negeri 2 Klaten belum mengenal simulasi PhET ini, dengan begitu penelitian ini dilaksanakan di
kedua SMA tersebut guna mengenalkan adanya simulasi PhET dan untuk mengetahui apakah simulasi PhET yang dipadukan dengan metode problem
solving ini dapat membantu dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa. Selain itu, diketahui pula bahwa ternyata kedua sekolah tersebut menerapkan
kurikulum yang berbeda yakni KTSP dan Kurikulum 2016, dengan begitu dalam penelitian ini ingin dicari tahu apakah pembelajaran menggunakan
simulasi PhET dengan metode problem solving dapat diterapkan dengan baik di kedua sekolah dengan kondisi yang berbeda tersebut dalam mengembangkan
sikap ilmiah siswa.
B. RumusanBMasalahB