1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji 2001 mengemukakan bahwa
mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi dan mereka
diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Mereka yang terdaftar sebagai peserta didik di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa Takwin,
2008. Sejalan dengan defenisi tersebut, Budiman 2006 juga mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah individu yang belajar ditingkat perguruan tinggi untuk
mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. Sebagian besar mahasiswa berada pada periode remaja akhir dan memasuki
periode perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 18 – 24 tahun Newman
Newman, 2006. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru, harapan-harapan sosial baru dan memainkan peran baru
secara mandiri, baik mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam membuat keputusan. Selain itu, masa dewasa awal merupakan masa yang dianggap penuh
berbagai masalah dan tekanan. Karena berbagai perubahan yang mereka alami yang kemudian diikuti dengan banyaknya tuntutan yang menyebabkan kemunculan
beragam masalah Santrock, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2 Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa
merupakan seseorang yang sedang menempuh pendidikan untuk mengasah dan mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian salah satunya adalah tingkat sarjana di
perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah suatu lembaga yang memberikan atau menyelenggarakan pelayanan berupa pendidikan kepada mahasiswa dalam rangka
menaikkan kualitas hidup melalui pendidikan yang diselenggarakan dengan sistematis dan konsisten. Dalam pembelajaran di sekolah, siswa lebih banyak
berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan sedangkan di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut lebih
aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara pengajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang disepakati.
Perbedaan tersebut menyebabkan banyak mahasiswa merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di perguruan tinggi Furchan, 2009.
Salah satu perguruan tinggi negeri terbesar dan terkenal di kota Medan adalah Universitas Sumatera Utara USU yang terletak di kota Medan Provinsi Sumatera
Utara. Para mahasiswa yang ada bukan hanya dari Sumatera Utara tetapi juga dari wilayah Sumatera Bagian Utara Sumbagut seperti Aceh, Riau, Sumatera Barat dan
tidak sedikit juga berasal dari kota-kota lainnya yang mengecap pendidikan di Universitas Sumatera Utara USU. Mahasiswa yang berasal dari luar kota Medan
disebut dengan mahasiswa merantau sedangkan yang berasal dari kota Medan disebut dengan mahasiswa non merantau. Para mahasiswa merantau yang melanjutkan
pendidikan di Universitas Sumatera Utara, datang dengan latar belakang budaya yang
Universitas Sumatera Utara
3 berbeda, salah satu suku yang ada di Universitas Sumatera Utara adalah mahasiswa
suku Batak Toba Guntur, 2012. Mahasiswa suku Batak Toba pada umumnya meskipun tidak seluruhnya
adalah mahasiswa yang menunjukkan tingkat keberhasilan belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa suku lain. Mahasiswa suku Batak Toba tidak hanya berusaha
lulus, tetapi lulus dengan nilai yang baik. Gamb aran “keberhasilan” suku Batak Toba
dalam bidang pendidikan, sejalan dengan hasil penelitian Irmawati 2002 yang memperlihatkan bahwa suku Batak Toba meletakkan pendidikan sebagai hal yang
utama dalam kehidupan mereka. Pendidikan pada keluarga suku Batak Toba dalam menyekolahkan anak-anaknya mereka sangat berkompetisi, hal ini dilandasi oleh
nilai-nilai filsafat hidup suku Batak T oba, yaitu hagabeon “anak”, hamoraon
“kekayaan”, dan hasangapon “kehormatan”. Universitas Sumatera Utara terdiri dari beberapa fakultas, salah satu fakultas
yang cukup banyak diminati oleh mahasiswa suku Batak Toba adalah fakultas Psikologi. Fakultas Psikologi berdiri pada tanggal 17 November 2007. Fakultas ini
pada awalnya merupakan program studi yang berada di bawah organisasi Fakultas Kedokteran sejak tanggal 7 April 1999. Fakultas Psikologi cukup banyak diminati
oleh para mahasiswa suku Batak Toba merantau maupun non merantau. Berdasarkan data lulusan psikologi tahun 20102011 mahasiswa suku Batak Toba memiliki
predikat prestasi akademik yang baik. Jumlah lulusan mahasiswa suku Batak Toba pada tahun 20102011 terdapat 15 mahasiswa, diantaranya 13 mahasiswa memiliki
prestasi akademik yang memuaskan.
Universitas Sumatera Utara
4 Fakultas psikologi juga cukup banyak diminati oleh mahasiswa suku Batak
Toba Berdasarkan data yang ditemukan, jumlah mahasiswa pada program SI suku Batak Toba merantau dan non merantau dari Tahun Akademik 2008
– 2012 dalam tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah persentase mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi
Angkatan Merantau
Non Merantau Jumlah
Persentase Jumlah Persentase 2008
9 50
9 50
2009 8
53 7
47 2010
10 50
10 50
2011 16
52 15
48 2012
17 53
15 47
Sumber : Bagian Akademik Kemahasiswaan Fakultas Psikologi USU Ket :
didapat data dengan menyebarkan kertas dikelas untuk diisi oleh mahasiswa yang suku Batak Toba merantau atau non merantau dan menanyakan perwakilan tiap angkatan.
didapatkan data dengan menyebarkan kertas dikelas untuk diisi oleh mahasiswa yang suku Batak Toba merantau atau non merantau dan menanyakan perwakilan tiap angkatan.
Tabel 1 menggambarkan bahwa mahasiswa angkatan 2008 jumlah mahasiswa suku Batak Toba terdapat sebanyak 18 orang diantaranya mahasiswa merantau
berjumlah 9 orang dan non merantau 9 orang. Angkatan 2009 jumlah mahasiswa suku Batak Toba adalah 15 orang diantaranya mahasiswa merantau 8 orang dan non
merantau 7 orang. Pada angkatan 2010 terdapat sejumlah 20 orang mahasiswa suku Batak Toba diantaranya 10 orang merantau dan 10 orang non merantau, angkatan
2011 jumlah mahasiswa suku Batak Toba adalah 31 orang diantaranya 16 orang
Universitas Sumatera Utara
5 merantau dan 15 orang non merantau dan terakhir adalah angkatan 2012, jumlah
mahasiswa suku Batak Toba adalah 32 orang, diantaranya 17 orang merantau dan 15 orang non merantau.
Sebagian besar, para mahasiswa suku Batak Toba di fakultas Psikologi tidak hanya menghabiskan waktu dengan belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari
kampus, tetapi banyak juga mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti UKM Unit Kegiatan Mahasiswa yang di dalamnya mencakup bidang organisasi,
seni, olahraga, keagamaan dan kegiatan-kegiatan lainya, sehingga mahasiswa suku Batak Toba harus dapat membagi waktu antara belajar dengan kegiatan-kegiatan lain.
Kebanyakan mahasiswa suku Batak Toba tidak mampu dalam mengatur waktunya yang mengakibatkan terganggunya proses belajar dan kurang memahami metode atau
strategi belajar yang efektif Muljono, 1999. Sehingga mengakibatkan terjadinya cara belajar yang instant yang dalam jangka panjang proses pembelajarannya menjadi
kurang bermakna. Kondisi tersebut disebabkan mahasiswa suku Batak Toba kurang menggali
kemampuan-kemampuan yang sebenarnya sudah mereka miliki, mereka sadar bahwa setiap tugas yang diberikan dapat dikerjakan dengan maksimal tetapi karena
kemampuan mengatur waktu baik dalam mengerjakan tugas ataupun kegiatan- kegiatan di luar kampus masih sangat kurang sehingga menyebabkan mahasiswa suku
Batak Toba kurang memahami dan menyadari bagaimana proses belajar yang sebenarnya, bagaimana cara belajar how to learn yang mencakup pemahaman
tentang kemampuan berpikir dan motivasi untuk mencapai tujuan belajar.
Universitas Sumatera Utara
6 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara tidak langsung kepada
mahasiswa suku Batak Toba, didapatkan keterangan bahwa kebanyakan mereka tidak menyadari proses belajar karena banyaknya tugas dan kebiasaan menunda-nunda
untuk mengerjakannya, belajar hanya pada saat kuis atau ujian dilaksanakan, sehingga tujuannya hanya untuk mendapatkan nilai yang tinggi tetapi tidak
menyadari bagaimana makna dan proses belajarnya. Mahasiswa suku Batak Toba seharusnya menyadari kemampuan-kemampuan yang mereka miliki sehingga dapat
mengaplikasikannya dalam proses belajar di kampus. Kemampuan
–kemampuan tersebut dalam istilah psikologi kognitif disebut dengan self regulated learning atau regulasi diri dalam belajar. Self regulated
learning adalah proses yang membantu mahasiswa dalam mengatur pikiran, perilaku dan emosi mereka, agar berhasil mengarahkan pengalaman-pengalaman belajar
mereka. Self regulated learning sangat penting untuk proses pembelajaran, dengan menerapkan 13 kategori self regulated learning yaitu evaluasi terhadap kemajuan
tugas self evaluating, mengatur materi pelajaran organizing dan transforming, membuat rencana dan tujuan belajar goal setting and planning, mencari informasi
seeking information, mencatat hal penting keeping record and monitoring, mengatur lingkungan belajar environmental structuring, konsekuensi setelah
mengerjakan tugas self consequences, mengulang dan mengingat rehearsing and memorizing, meminta bantuan teman sebaya seeking assistance from peers,
meminta bantuan guru seeking assistance from teacher, meninjau kembali buku teks reviewing the textbook, meninjau kembali catatan reviewing the notes,
Universitas Sumatera Utara
7 meninjau kembali tes sebelumnya dan menyiapkan tes reviewing the previous tests
and assignment in preparation for a test Zimmerman Martinez-Pons, 1986. Self regulated learning regulasi diri dalam belajar merupakan suatu strategi
pendekatan belajar secara kognitif, Graham Harris dalam Latifah, 2010. Kemampuan kognitif dalam proses pembelajaran yaitu strategi belajar dalam
memahami isi materi pelajaran, menyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran
tersebut sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien, hal ini dikemukakan oleh Love Kruger dalam Latifah, 2010.
Strategi dalam pendekatan belajar dapat membantu peserta didik membentuk kebiasaan belajar yang lebih baik dan memperkuat kemampuan mereka dalam
belajar, menerapkan strategi belajar untuk meningkatkan hasil akademik, memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu
mereka secara efektif, Zimmerman dalam Maharani, 2009. Self regulated learning telah dikaji berdasarkan keterlibatan orangtua terhadap
prestasi akademik. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan orangtua dapat meningkatkan self regulated learning anaknya sehingga prestasi akademiknya
meningkat. Orangtua mengajarkan dan mendukung self regulated learning melalui modeling, memberi dorongan, memfasilitasi, me-reward, goal setting, penggunaan
strategi yang baik dan proses-proses lainnya Martinez-Pons dalam Latifah, 2010. Orang tua suku Batak Toba rela dan berusaha apabila anak mereka ingin
melanjutkan kuliah ke kota-kota besar bahkan di luar Pulau Sumatera, dengan
Universitas Sumatera Utara
8 harapan anaknya menjadi orang yang lebih sukses dari orangtuanya, memiliki
pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik dibandingkan orangtuanya. Aritonang 1998 juga menyampaikan bahwa anak adalah sumber kehormatan hasangapon
dalam keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak-anak dalam suatu keluarga, semakin dianggap terpandang hasangapon keluarga itu dalam masyarakatnya. Hal
ini yang membuat suku Batak Toba banyak yang merantau untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Aritonang dalam Irmawati, 2002 juga mengemukakan
bahwa suku Batak Toba mengalami kemajuan yang cukup pesat setelah mendapatkan pendidikan. Kemajuan itu terlihat di bidang spiritual, ekonomi, politik, kebudayaan
dan pendidikan. Kata merantau memiliki makna seorang individu yang melanjutkan
pendidikan di luar daerah asal mereka, dengan pergi ke daerah lain untuk mencari ilmu sedangkan non merantau adalah seorang individu yang melanjutkan pendidikan
di daerah asal mereka sendiri Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990. Mahasiswa suku Batak Toba yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
ini biasanya tinggal di rumah-rumah kos, asrama atau rumah kontrakan Parmawati, 2007. Hal pertama yang dijumpai mahasiswa suku Batak Toba merantau adalah pola
belajar yang baru, lingkungan sosial baru, bertemu dan bergaul dengan orang yang belum dikenalnya dengan latar belakang yang berbeda serta watak dan kebiasaan
yang berbeda pula dan mungkin berbeda jauh dengan lingkungan yang pernah dijumpai ketika masih tinggal dengan orangtuanya, cukup banyak mahasiswa suku
Batak Toba yang mengalami kesulitan dalam memenuhi pola belajar di perguruan
Universitas Sumatera Utara
9 tinggi. Dilihat dari kondisi psikologis, mahasiswa suku Batak Toba yang merantau
akan mengalami perubahan antara lain mengenai kemandirian, pertanggungjawaban terhadap diri sendiri, percaya diri, dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain.
Parmawati 2007 juga mengatakan bahwa perubahan pada lingkungan fisik terlihat pada mahasiswa suku Bata Toba yang merantau yang tinggal di daerah padat
penghuninya, seperti kos atau asrama. Hal tersebut membatasi ruang gerak mereka, penggunaan sarana juga harus bergiliran, selain itu juga harus bertoleransi dengan
penghuni yang lain. Sebaliknya bagi mahasiswa suku Batak Toba non merantau atau tinggal di daerah sendiri bersama keluarga akan lebih sering menerima bantuan dalam
memecahkan masalah, masih dalam pengawasan dan kendali orangtua. Intensitas dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan dan menyelesaikan masalah dalam
kehidupan cenderung masih dalam pengendalian orangtua. Pada mahasiswa bersuku Batak Toba yang merantau dan non merantau secara
umum akan menghadapi perubahan dan pengalaman yang berbeda-beda. Mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan tinggal di tempat perantauan berarti terpisah
dengan orangtua dan harus tinggal dengan orang lain yang berbeda daerah dengan beberapa aturan yang harus dipatuhi. Mahasiswa harus berusaha mengatasi segala
sesuatunya sendiri dan dihadapkan pada kenyataan hidup sehari-hari seperti mengurus pakaian, manajemen keuangan, mengatur kamar, membagi waktu bermain
termasuk memotivasi diri sendiri untuk mencapai keberhasilan dalam kuliahnya tanpa dukungan dari orangtua atau keluarga secara langsung. Berbeda halnya dengan
mahasiswa non merantau dimana tuntutan kemandirian seperti mengatur kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
10 pokok, keuangan dan kebutuhan hidup lainnya masih cenderung lebih rendah
daripada mahasiswa merantau, dukungan langsung dan pengawasan keluarga cenderung lebih tinggi, Parmawati 2007.
Mahasiswa suku Batak Toba merantau dan non merantau sebagai pembelajar yang sudah melewati berbagai jenjang pendidikan formal, idealnya sudah memiliki
keterampilan regulasi diri dalam belajar yang tinggi, Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasyanti dan Armeini 2007 mengenai self-regulated learning pada
mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta, menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak mahasiswa belum menyadari pentingnya meregulasi diri dalam proses belajar
sehingga mengakibatkan cara belajar instan yang akan berdampak pada indeks prestasi dari mahasiswa.
Berdasarkan pernyataan tersebut diasumsikan bahwa akan terjadi peningkatan motivasi belajar pada diri mahasiswa jika mereka menyadari dan melakukan
bagaimana proses menuju self regulated learning karena mahasiswa dapat mengatur secara mandiri pola belajarnya sesuai dengan tingkat kecepatan belajar masing-
masing. Mahasiswa suku Batak Toba masih memerlukan suatu proses belajar yang menuntut konfidensi dan ketekunan pembelajar, pembaharuan sumber belajar dan
situasi belajar dimana peserta didik memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman
terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar. Self regulated learning menekankan pentingnya tanggung jawab personal,
Universitas Sumatera Utara
11 mengontrol pengetahuan dan keterampilan
– keterampilan yang diperoleh Zimmerman, 1990.
Berbagai hasil penelitian menggambarkan pentingnya keterampilan self regulated learning dimiliki oleh mahasiswa karena berkorelasi dengan usaha belajar
yang efektif dan efisien. Hasilnya akan diperoleh tingkat kepuasan akademik yang lebih tinggi yaitu prestasi akademik Zimmerman, 1990. Prestasi akademik
merupakan salah satu tolok ukur dari keberhasilan seseorang dalam dunia akademik hal ini dikemukakan oleh El-Anzi dalam Latifah, 2010.
Pengaruh positif lain yang diperoleh dari keterampilan self regulated learning adalah pembentukan karakter untuk meningkatkan motivasi belajar sepanjang hayat
life long learning dan menjadi mandiri dalam berbagai konteks kehidupan lainnya. Oleh karena itu, berdasarkan paparan di atas peneliti ingin meneliti perbedaan self
regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara USU.
B. Rumusan Masalah