Data Proses dan Ruang Pembatikan Di Tanjung Bumi Bangkalan

15 6. Panjang lengan untuk kemeja lengan panjang : di ukur dari batas bahu sampai dengan panjang yang dikehendaki. 7. Lingkar ujung lengan : diukur melingkar pada batas bahu sampai lengan pendek. 8. Lingkar leher : diukur melingkar pada leher dengan turun pada lekuk leher depan + 6cm. Untuk lebih memudahkan kita, bisa kita lihat pengukuran badan pria dibawah ini. Gambar 2.6. Urutan Pengukuran Sumber: http:kursumenjahithazanah.blogspot.com

2.1.2.6. Data Proses dan Ruang Pembatikan Di Tanjung Bumi Bangkalan

Kebutuhan ruang proses pembuatan batik ini diambil dari studi kasus dirumah pengrajin batik yang ada di desa Tanjung Bumi Bangkalan, studi kasus ini digunakan untuk mengetahui luasan ruang dan kebutuhan ruang proses pembatik dengan alat-alat yang digunakan. - Denah Industri Batik Rumah di Tanjung Bumi Bangkalan Gambar 2.7. Denah Industri Batik Rumah di Tanjung Bumi Bangkalan Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 16 Pada denah industi batik rumah di Tanjung Bumi Bangkalan dapat dilihat sirkulasi ruang dan juga luasan ruang yang dibutuhkan pembatik. Berikut ini luasan ruang untuk proses pembatik : A B. Rumah pengrajin ruang penyimpanan batik Pengrajin batik ini tidak memiliki ruang pamer maka rumah ini digunakan untuk ruangan penyimpanan batik yang sudah jadi dan juga rumah tinggal untuk pemiliknya. Luasan bangunan A kurang lebih 6.5 x 10 = 65 m 2 dan luas Bangunan B kurang lebih 6 x 8 = 48 m 2 . Gambar 2.8. Rumah tinggal Adan B Tempat penyimapanan batik Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 C. Ruang Nglengreng, isen-iseni, nembok Ruang ini digunakan untuk desain batik tulis maupun batik cap yang biasa disebut molani dan diteruskan menggambar dengan menggunakan lilin . Luas rungan kurang lebih 3 x 8 = 24 m 2 . Pada ruangan menggambar dapat menampung kurang lebih 5-7 pengerajin batik. Gambar 2.9 . Ruang Menggambar Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 17 D. Ruang Pewarna, Ngelorot dan Mencuci. Gambar 2.10. Denah Ruang Ngobati, Ngelorot dan Mencuci Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Tahapan pewarna, Ngelorot dan juga mencuci di letakkan menjadi satu untuk memudahkan pengerajin disetiap tahapan membuat batiknya. Luas ruang kurang lebih 4 x 7 = 28 m 2 . \ Gambar 2.11. R. Pewarna batik Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Pada proses pewarnaan seorang pengrajin membutuhkan luas sekitar 2 x 2 = 4m 2 . Pada luasan tersebut terdapat sebuah meja berukuran 1.1 m x 1.1 m yang digunakan untuk mencelupkan kain kedalam pewarna pakaian dan juga terdapat sebuah bambu dengan panjang 200 cm yang digunakan untuk meletakkan kain batik yang telah di warna. Gambar 2.12. R. Ngelorot Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 18 Pada proses menghilangkan malam dari kain atau biasa disebut ngelorot pengrajin membutuhkan luas untuk ruang gerak kurang lebih 1.2 m x 1.2 m untuk 1 pengrajin. Pada proses ini menggunakan alat berupa gentong dan pemanas berupa kompor sehingga membutuhkan ventilasi udara yang cukup banyak. Gambar 2.13. R. Mencuci Kain Batik Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Pada ruang mencuci terdapat 3 pengerajin batik yang sedang mencuci kain batik yang setelah melalui proses ngelorot. Untuk ruang gerak pengerajin tersebut kurang lebih 2 m x 3 m. proses mencuci membutuhkan sebuah 2 gentong yang diameternya 50cm. E. Tempat Penjemuran Gambar 2.14. Tempat Menjemur Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Tempat jemur kain batik yang setelah di cuci bersih kemudian proses penjemuran sampai kering, pada tempat ini dibutuhkan sebuah tiang dengan tinggi 1.5 m dan bentang antar kawat jemuran 0.5 m dan antar tiang 1.5 m. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 19

2.1.3. Studi Kasus

Studi kasus ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran atau perbandingan yang berhubungan dengan proyek yang direncanakan dan dilakukan melalui pengamatan atau survey dilapangan termasuk kondisi, kendala dan potensi site yang direncanakan, seperti contoh kasus dibawah ini :

2.1.3.1. Batik Cempaka di Solo

Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh R.T. Mlayadipuro desa Laweyan kini Kampoeng Laweyan sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah Laweyan barulah berarti setelah Kyai Ageng Hanis bermukim di desa Laweyan. Pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan sekarang Kampung Lor Pasar Mati dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala sekarang jalan Dr. Rajiman. Kyai Ageng Henis adalah putra dari Kyai Ageng Sela yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga “manggala pinatuwaning nagara” Kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M. Gambar 2.15. Lokasi Pasar Laweyan di sekitar Tugu Kampoeng Batik Laweyan Sumber : Dokumen Pribadi, 2013 Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono. Di selatan pasar Laweyan di tepi sungai Kabanaran terdapat Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.