Jadi, hasil yang diperoleh dari uji identifikasi kandungan senyawa kimia pada kulit  buah  petai  adalah  kulit  buah  petai  mengandung  alkaloid,  terpenoid,  saponin,
tanin,  fenolik,  dan  flavonoid.  Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang dilakukan  oleh  Mahardika  2013  kulit  petai  mengandung  alkaloid,  flavonoid,
saponin,  dan  tanin.  Kurnawati  2014  kulit  petai  mengandung  alkaloid,  terpenoid, fenolik.  Selain  itu,  hasil  penelitian  yang  dilakukan  Azizi,  Salman,  Nik,  dan  Mohd
2006 adalh kulit petai mengandung terpenoid.
F. Uji Penentuan Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etanol Kulit Buah Petai
Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Dilusi Cair
a. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji
Pembuatan  variasi  konsentrasi  larutan  uji  menggunakan  DMSO  karena DMSO  dapat  melarutkan  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  dan  aman  bagi  bakteri
sebab  tidak  menunjukkan  adanya  zona  hambat  ketika  diujikan  pada  bakteri  S. aureus  dan  E.  coli.  Menurut  Alfath,  Vera,  dan  Sunnati  2013  DMSO  juga
digunakan  sebagai  pelarut  karena  DMSO  dapat  berfungsi  sebagai  pelarut  yang cepat menyerap ke dalam ekstrak tanpa merusak ekstrak.
Dalam  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Efendi  dan  Triana  2013 menggunakan    DMSO  5  sebagai  kontrol  negatif  untuk  menguji  aktivitas
antimikroba  ekstrak  etanol  sarang  semut  terhadap  Candida  albicans,  Escherichia coli,  dan  Staphylococcus  aureus.  Hermawan,  Hana,  dan  Wiwiek  2007
menggunakan  DMSO  10  sebagai  kontrol  negatif  dalam  penelitian  tentang pengaruh  ekstrak  daun  sirih  terhadap  pertumbuhan  Staphylococcus  aureus  dan
Escherichia  coli  dengan  metode  difusi  disk.  Selain  itu,    dalam  penelitian  yang dilakukan Nauman dan Muhammad cit., Villas, 2011 dalam penelitiannya terkait
skrinning ekstrak  metanol air terhadap aktivitas antibakteri dengan kontrol negatif adalah  DMSO  100  dengan  bakteri  uji  Staphylococcus  aureus,  Bacillus
cereus,Corynebacterium  bovis,  Pasturella  multocida  dan  Escherichia  coli.  Hasil yang diperoleh dari penelitian di atas dengan kontrol negatif DMSO 5, 10, dan
100, tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Oleh  karena  itu,  dalam  penelitian  ini  peneliti  melakukan  orientasi
menggunakan DMSO dengan konsentrasi terkecil dulu yaitu 5 untuk melarutkan ekstrak etanol kulit  buah petai dan digunakan sebagai  kontrol  pelarut.  Hasil  yang
diperoleh adalah DMSO 5 dapat melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai dan tidak  menghambat  pertumbuhan  bakteri.  Konsentrasi  DMSO  5  sudah  dapat
melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai, maka pada konsentrasi DMSO 10 dan 100  pasti  sudah  dapat  melarutkan  ekstrak.  Jadi,  konsentrasi  DMSO  yang
digunakan dalam penelitian ini adalah DMSO 5. DMSO  5  digunakan  juga  sebagai  kontrol  negatif  sedangkan  kontrol
positif yang digunakan adalah amoksisilin dengan konsentrasi 125 mg5 mL sesuai dengan dosis terapi yang digunakan di pasaran.
Pada  penelitian  ini,  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  dibuat  dalam  variasi konsentrasi  50,  25,  12,5,  6,25,  dan  3,125.  Tujuan  pembuatan  variasi
konsentrasi, untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak etanol kulit buah
petai dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. b.
Identifikasi bakteri uji
Bakteri  uji  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  dilakukan  identifikasi dengan  pengecatan  Gram  dan  uji  gula-gula.  Identifikasi  ini  bertujuan  untuk
mengetahui  apakah  bakteri  yang  digunakan  adalah  S.  aureus  dan  E.  coli. Pengecatan Gram bertujuan menentukan apakah bakteri yang diuji termasuk dalam
kelompok bakteri Gram positif atau negatif dan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri. Menurut  Kismiyati,  Sri,  Wahid  dan  Rahayu  2009,  uji  gula-gula
bertujuan untuk mendeterminasi kemampuan bakteri dalam mendegradasi gula dan menghasilkan  asam  organik  yang  berasal  dari  tiap  jenis  gula,  yaitu  glukosa,
laktosa, manitol, maltosa, dan sakarosa. Menurut Rostinawati 2008, hasil positif pada  uji  gula-gula  ditandai  dengan  perubahan  warna  menjadi  kuning  dari  warna
sebelumnya.  Hasil  yang  diperoleh  pada  uji  gula-gula  dalam  penelitian  ini  adalah setelah diinkubasi selama 24 jam, media gula
–gula tersebut berwarna kuning baik pada bakteri S. aureus maupun E. coli.
Menurut  Rostinawati  2008,  hasil  positif  pada  uji  motil  dapat  dilihat dengan mengamati penyebaran pertumbuhan bakteri di sekitar tusukan. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini adalah terdapat penyebaran bakteri di sekitar tusukan. Hasil  ini  menunjukkan  bahwa  koloni  bakteri  tersebut  memiliki  alat  gerak  dan
penyebaran  bakteri  pada  media  motil  merata.  Jadi  dapat  disimpulkan  bahwa bakteri  tersebut  bersifat  fakultatif  anaerob.  Menurut  Rostinawati  2008,  hasil
positif pada uji indol    ditunjukkan dengan  cincin merah di  atas permukaan. Hasil yang  diperoleh  pada  penelitian  ini  terdapat  cincin  merah  di  atas  permukaan.
Menurut  Cappucino  dan  Sherman  cit.  Rostinawati  2008,  adanya  produksi  indol pada  bakteri  bertujuan  untuk  memeriksa  kemampuan  bakteri  mendegradasi  asam
amino  esensial  triptofan.  Produk  metabolit  triptofan  adalah  indol,  asam  urat  dan ammonia.
Selanjutnya, dilakukan pengecatan Gram. Menurut Dewi 2010, S. aureus berbentuk  kokus  dan  menghasilkan  warna  ungu  pada  pengecatan  Gram.
Sedangkan,  dalam  penelitian  ini  diperoleh  hasil  bahwa  S.  aureus  berbentuk  bulat coccus  dan  berwarna  ungu  Gambar  11.  Menurut  Purwohadisantoso,  Elok  dan
Ella 2009, E. coli berbentuk batang pendek dan berwarna merah pada pengecatan Gram.  Sedangkan,  hasil  yang  diperoleh  pada  penelitian  ini  bahwa  E.  coli
berbentuk batang basil dan berwarna merah muda Gambar 11. Oleh karena itu, hasil  yang  diperoleh  dalam  penelitian  ini  baik  uji  gula-gula  maupun  pengecatan
Gram sesuai dengan literatur  dan menunjukkan bahwa bakteri uji yang digunakan adalah benar-benar bakteri S. aureus dan E. coli.
Gambar 13. Hasil identifikasi bakteri, a bakteri S. aureus dan b bakteri E. coli
c. Pembuatan suspensi bakteri uji
Pembuatan  suspensi  bakteri  uji,  dilakukan  dengan  menginokulasikan bakteri  uji  ke  dalam  MHB  Mueller  Hinton  Broth  dan  divortex  agar  tercampur
rata,  yang selanjutnya dilihat kekeruhannya dengan  membandingkannya dengan Mac Farland 0,5 atau setara dengan kepadatan bakteri sebesar 1,5 x 10
8
CFUmL. Konsentrasi  Mac  Farland  0,5  merupakan  standar  yang  digunakan
sebagai  patokan  jumlah  bakteri  pada  metode  dilusi  cair,  broth  makro-mikro dilusi,  dan  metode  disk  difusi.  Selain  itu,  Mac  Farland  0,5  merupakan  salah
satu  cara  yang  dapat  diaplikasikan  untuk  menyiapkan  bakteri  yang  akan digunakan  untuk  uji  kemampuan  antimikroba.  Penyetaraan  dengan  Mac
Farland juga dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan bakteri dan untuk memperkirakan  kepadatan  sel  yang  digunakan  pada  prosedur  pengujian
antimikroba Sutton, 2011.
a b
d. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumuran
Uji  aktivitas  antibakteri  dengan  metode  difusi  sumuran  digunakan  untuk melihat  aktivitas  antibakteri  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  dengan  parameter
zona  hambat  yang  dihasilkan  dan  digunakan  sebagai  uji  pendahuluan  untuk memastikan  adanya  daya  antibakteri  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  terhadap  S.
aureus  dan  E.  coli.  Zona  hambat  menunjukkan  adanya  daerah  penghambatan pertumbuhan bakteri di sekitar sumuran tempat inokulasi ekstrak etanol kulit buah
petai. Dalam uji aktivitas antibakteri ini, digunakan empat kontrol yaitu kontrol
kontaminasi media, kontrol pertumbuhan bakteri uji, kontrol positif Amoksisilin dan kontrol negatif DMSO. Kontrol kontaminasi media bertujuan untuk menguji
atau melihat  apakah teknik  inokulasi  yang digunakan  aseptis  atau tidak.  Kontrol pertumbuhan bakteri uji bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan normal bakteri
uji pada media tanpa perlakuan dan apakah bakteri itu tumbuh dengan baik dalam media  yang  digunakan.  Kontrol  negatif  atau  kontrol  pelarut  bertujuan  untuk
melihat  apakah  pelarut  yang  digunakan  untuk  melarutkan  ekstrak  memiliki aktivitas  antibakteri  atau  tidak.  Sedangkan,  kontrol  positif  Amoksisilin
bertujuan  untuk  melihat  aktivitas  antibakteri  yang  digunakan  di  pasaran  sebagai terapi  bagi  penyakit  yang  disebabkan  karena  bakteri  dan  untuk  melihat  apakah
metode  yang  dilakukan  peneliti  sudah  benar  atau  belum.  Menurut  Pengov  cit. Dewi,  2013  amoksisilin  merupakan  antibakteri  spektrum  luas  yang  bersifat
bakterisid dan efektif terhadap sebagian bakteri Gram positif dan beberapa Gram
negatif.    Hasil  diameter  zona  hambat  pertumbuhan  bakteri  S.  aureus  dan  E.  coli
ditampilkan pada tabel III.
Tabel III . Diameter zona hambat yang dihasilkan seri konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai, kontrol positif dan kontrol negatif terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Senyawa Uji
Diameter Zona Hambat Rerata ± SD mm
S. aureus Diameter Zona Hambat
Rerata ± SD mm E. coli
Kontrol positif 35,1 ± 0,84
34,4 ± 0,5 Kontrol negatif
0,0 ± 0,0 0,0 ± 0,0
Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai
50 17,9 ± 1,4
0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak
etanol kulit buah petai 25
15,7 ±  2,6 0,0 ± 0,0
Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai
12,5 13,0 ± 3,0
0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak
etanol kulit buah petai 6,25
9,8 ± 1,0 0,0 ± 0,0
Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai
3,125 7,3 ± 0,9
0,0 ± 0,0 Diameter zona hambat sudah dikurangi diameter sumuran 6 mm; n = 3.
Hasil  uji  aktivitas  antibakteri  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai menunjukkan  bahwa  ekstrak  tersebut  hanya  dapat  menghambat  pertumbuhan
bakteri  S.  aureus  dibandingkan  E.  coli.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  diameter zona  hambat  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  terhadap  bakteri  S.  aureus,
sedangkan ekstrak etanol kulit buah petai tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Ekstrak etanol kulit buah petai dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus karena perbedaan struktur dinding sel bakteri Gram positif dan
Gram  negatif  yang  mengakibatkan  perbedaan  penetrasi  ekstrak  uji  ke  dalam bakteri tersebut.
Dinding  sel  S.  aureus  bakteri  Gram  positif  memiliki  struktur dinding  sel  dengan  banyak  lapisan  peptidoglikan  dan  relatif  sedikit  lipid
sedangkan  bakteri  E.  coli  bakteri  Gram  negatif  mempunyai  struktur  lebih kompleks,  yakni  terdapat  membran  luar  yang  melindungi  peptidoglikan,
fosfolipid  lapisan  dalam  dan  lipopolisakarida  lapisan  luar  Pratiwi,  2008. Akibat kompleksitas dari dinding sel E. coli dan ekstrak etanol kulit buah petai
belum  dapat  menembus  dan  mengganggu  integritas  dinding  sel  bakteri  E.  coli maka  aktivitas  penghambatan  pertumbuhan  bakteri  E.  coli  oleh  ekstrak  etanol
tidak diperoleh. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri menurut Davis dan Stout 1971 ditunjukkan pada tabel IV dan hasil penelitian ditunjukkan pada tabel V.
Tabel IV. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri
Menurut Davis dan Stout 1971 Diameter zona hambat
Kekuatan aktivitas antibakteri ≤ 5 mm
Lemah 5
– 10 mm Sedang
10 – 20 mm
Kuat 20 mm
Sangat kuat
Tabel V. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai terhadap S. aureus
Hasil penelitian Konsentrasi
Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas
antibakteri 3,125
7,3 Sedang
6,25 9,8
12,5 13,0
Kuat 25
15,7 50
17,9
Oleh karena itu, diketahui bahwa konsentrasi ekstrak 12,5, 25 dan 50 merupakan konsentrasi efektif untuk menghambat bakteri  Staphylococcus
aureus. Sebab,
pada konsentrasi-konsentrasi
ekstrak tersebut
daya antibakterinya  dikategorikan  kuat  untuk  menimbulkan  zona  hambatan  yang
besar. Kontrol  terhadap  pelarut  DMSO  5  tidak  menunjukkan  diameter
zona  hambat,  sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  pelarut  yang  digunakan  tidak memiliki  aktivitas  antibakteri  dan  tidak  berpengaruh  pada  uji  antibakteri.
Sedangkon,  kontrol  positif  amoksisilin  menunjukkan  diameter  sumuran,  maka dapat  dikatakan  bahwa  amoksisilin  memiliki  aktivitas  antibakteri  sehingga
digunakan  di  pasaran  sebagai  terapi  bagi  penyakit  yang  disebabkan  karena bakteri.
Hasil  diameter  zona  hambat  pertumbuhan  bakteri  S.  aureus  yang diperoleh  dari  masing-masing  variasi  konsentrasi,  kontrol  positif  dan  negatif
diolah  secara  statistik  menggunakan  Microsoft  Excel  dengan  formula  yang
sesuai.  Untuk  hasil  diameter  zona  hambat  pertumbuhan  bakteri  E.  coli  tidak dapat  diolah  secara  statistik  karena  hasil  yang  diperoleh  adalah  nol.  Pada  uji
distribusi  data  normal  atau  tidak  dengan  Shapiro-Wilk  dan  homogenitas  data diuji  dengan  uji  Levene,  diperoleh  hasil  bahwa  data  tidak  terdistribusi  normal
dan homogen sehingga dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Dalam  menganalisis  data  dengan  uji  Kruskal  Wallis  dengan  taraf
kepercayaan 95, nilai t
hitung
lebih besar daripada t
tabel
sehingga dapat diketahui bahwa  ada  perbedaan  bermakna  antara  kelompok  variasi  konsentrasi,  kontrol
positif  dan  kontrol  negatif.  Selanjutnya  menggunakan  uji  post  hoc  dengan Mann  Withney-Wilcoxon  Test  untuk  melihat  perbedaan  hasil  diameter  zona
jernih  tiap  konsentrasi  dengan  konsentrasi  lain,  kontrol  positif,  dan  kontrol
negatif. Data uji post hoc yang diperoleh ditampilkan dalam tabel   VI.
Tabel VI. Hasil Mann Withney-Wilcoxon Test diameter zona hambat variasi konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai, kontrol positif dan kontrol negatif
terhadap Staphylococcus aureus Kontrol -  K. 50  K. 25
K. 12,5
K. 6,25  K. 3,125 Kontrol -
BTB K. 50
BB BTB
K. 25 BB
BTB BTB
K. 12,5 BB
BB BB
BTB K. 6,25
BB BB
BB BB
BTB K. 3,125
BB BB
BB BB
BB BTB
Keterangan : K. = Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai
BB = Berbeda  Bermakna ;  BTB = Berbeda Tidak Bermakna Rerata  ±  SD  diameter  zona  hambat  S.  aureus  oleh  masing-masing  kelompok  adalah
kontrol – 0,0 ± 0,0; konsentrasi 50 17,9 ± 1,3; konsentrasi 25 15,7 ± 2,6;
konsentrasi  12,5  13,0  ±  2,9;  konsentrasi  6,25  9,8  ±  1,0;  dan  konsentrasi 3,125 7,3 ± 0,9.
Data  tabel  VI  menunjukkan  bahwa  diameter  zona  hambat  variasi konsentrasi  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  berbeda  bermakna  secara  statistik
terhadap kontrol negatif. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif, seluruh seri konsentrasi  memiliki  perbedaan  daya  hambat  yang  bermakna  sebab  kontrol
negatif  tidak  menghasilkan  daya  hambat.  Jika  dilihat  zona  hambat  yang terbentuk  antar  variasi  konsentrasi  Lampiran  10.,  terjadi  peningkatan  zona
hambat  yang  sebanding  dengan  peningkatan  variasi  konsentrasi,  tetapi  secara statistik variasi konsentrasi 25 dan 50 bebeda tidak bermakna Tabel IV.
Salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  diameter  zona  hambatan  yaitu konsentrasi.  Semakin  tinggi  konsentrasi  suatu  bahan,  semakin  banyak
mikroorganisme  yang  dihambat.  Pada  titik  tertentu,  peningkatan  konsentrasi tidak
meningkatkan kecepatan
untuk menghambat
atau membunuh
mikroorganisme.  Beberapa  bahan  justru  lebih  efektif  pada  konsentrasi  lebih rendah,  seperti  halnya  etanol  70  lebih  efektif  daripada  etanol  95  Noer,
2011. Oleh  karena  itu,  berdasarkan  hasil  analisis  statistik  variasi  konsentrasi
25  dan  50  bebeda  tidak  bermakna  menunjukkan  bahwa  konsentrasi  50 memiliki kemampuan yang sama dengan 25 dalam menghambat pertumbuhan
bakteri  S.  aureus.  Selain  itu,  hasil  ini  juga  menunjukkan  bahwa  pada konsentrasi yang lebih besar 50 tidak selalu daya hambatnya makin besar.
Selain  itu,  jika  dibandingkan  dengan  kontrol  negatif,  variasi  konsentrasi memiliki  perbedaan  bermakna  dan  zona  hambatnya  masih  lebih  besar  dari
kontrol  negatif.  Oleh  karena  itu,  dapat  disimpulkan  bahwa  variasi  konsentrasi dapat  menghambat  pertumbuhan  S.  aureus  tetapi  tidak  lebih  baik  daripada
kontrol positif. Berdasarkan  uji  aktivitas  antibakteri  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai
terhadap  S.  aureus  dan  E.  coli  dengan  metode  difusi  sumuran,  diperoleh  hasil bahwa  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  memiliki  aktivitas  antibakteri  terhadap
bakteri S. aureus dan tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli. Oleh
karena  itu,  perlu  dilakukan  pengukuran  kadar  hambat  minimal  KHM  dan kadar bunuh minimal KBM terhadap S. aureus.
e. Pengukuran  Kadar  Hambat  Minimal  KHM  dan  Kadar  Bunuh  Minimal
KBM  Ekstrak  Etanol  kulit  buah  petai  terhadap  S.  aureus  dengan  metode dilusi cair
Pada  pengukuran  KHM  dan  KBM,  variasi  konsentrasi  diperoleh  dari konsentrasi  terkecil ekstrak etanol kulit  buah petai pada uji aktivitas  antibakteri
dengan  metode  difusi  sumuran  yang  memiliki  zona  hambat  lebih  besar dibandingkan dengan kontrol negatif  yaitu 3,125. Prinsip metode dilusi adalah
pengenceran  konsentrasi  senyawa  uji  yang  diketahui  memiliki  aktivitas antibakteri  untuk  mengamati  KHM  dan  KBM.  Rentang  konsentrasi  yang
digunakan  dalam  uji  KHM  dan  KBM  berdasarkan  uji  aktivitas  antibakteri dengan  metode  sumuran  dan  orientasi.  Rentang  konsentrasi  yang  digunakan
adalah 0,782; 1,563; 3,125; 6,25; 12,5; 15,625;  18,750; 21,875; 25 dan 50. Pengukuran KHM dan KBM dilakukan secara kuantitatif dengan
mengukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer  UV-VIS  merupakan  alat  untuk  menganalisis  unsur-
unsur  secara  kuantitatif  maupun  kualitatif.  Penentuan  secara  kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur tertentu
pada  panjang  gelombang  tertentu,  sedangkan  penentuan  secara  kuantitatif berdasarkan  nilai  absorbansi  yang  dihasilkan  dari  spektrum  senyawa  yang
dianalisis.  Prinsip  spektrofotometri  UV-Vis  berdasarkan  hukum  Lambert-Beer, yaitu  suatu  cahaya  monokromatis  dilewatkan  melalui  suatu  media,  maka
bertambah-turunnya  intensitas  cahaya  yang  ditransmisikan  sebanding  dengan tebal  dan  kepekaan  media  yang  digunakan  Yanlinastuti,  Dian,  Fatimah,  dan
Yusuf, 2011. Menurut  Pratiwi  2012,  spektrofotometer  dapat  mengukur  kepekatan
sel dalam suspensi dengan Optical Density OD jumlah cahaya yang diabsorpsi dan disebarkan sebagai suatu hitungan, karena OD sebanding dengan kepekatan
sel  dalam  suspensi  biakan.  Kerapatan  optik  suatu  suspensi  tidak  langsung menunjukkan  jumlah  sel  dalam  suatu  populasi,  namun  menunjukkan  jumlah
cahaya yang disebarkan oleh populasi tersebut. Pada  penelitian  ini,  setiap  rentang  konsentarasi  dimasukkan  ke  dalam
media  MHB  lalu  ditambahkan  dengan  suspensi  bakteri  sehingga  terdapat  10 tabung. Kemudian, setiap tabung yang berisi MHB, seri konsentrasi dan suspensi
bakteri divortex
lalu diukur
Optical Density
OD menggunakan
spektrofotometer     480  nm  sebagai  pembanding  sebelum  perlakuan  atau kontrol.  Sepuluh  tabung  tersebut,  diinkubasi  selama  24  jam  pada  suhu  37
O
C dalam  inkubator.  Hasil  inkubasi  diukur  Optical  Density  OD  bakteri
menggunakan  spektrofotometer     480  nm  sebagai  pembanding  sesudah perlakuan  inkubasi.  Masing-masing  kultur  pada  seri  pengenceran  diukur
absorbansinya  dengan  menggunakan  spektrofotometer  UV-Vis  pada  panjang gelombang  480  nm.  Panjang  gelombang  tersebut  digunakan  karena  menurut
Dewi  2010  dalam  percobaan  yang  dilakukan  dapat  menunjukkan  nilai absorbansinya  terhadap  seri  pengenceran  kultur  bakteri  dengan  ketelitian
tertinggi dibandingkan dengan panjang gelombang lainnya. Pertumbuhan  bakteri  dapat  diketahui  dengan  mengukur  selisih  antara
absorbansi  sebelum  dan  sesudah  inkubasi.  Jumlah  sel  bakteri  dapat  diukur dengan  cara  mengetahui  kekeruhan  turbiditas  kultur.  Semakin  keruh  suatu
kultur,  semakin  banyak  jumlah  selnya.  Cahaya  yang  dipancarkan  pada spektrofotometer akan mengenai sel sehingga sebagian cahaya akan diserap dan
sebagian  diteruskan.  Banyaknya  cahaya  yang  diabsorbsi  sebanding  dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu Purwoko, 2007 cit Dewi, 2010.
Hasil  pengukuran  absorbansi  sebelum  dan  sesudah  inkubasi  ditampilkan  pada
tabel VII.
Tabel  VII.  Hasil  pengukuran  absorbansi  pada  uji  KHM  dan  KBM
ekstrak etanol kulit buah petai terhadap Staphylococcus aureus
No. Konsentrasi
Optical Density OD ΔOD
b - a Sebelum inkubasi
a Setelah  inkubasi
b 1.
0.782 1.7401
3,6169 1.8768
2. 1.563
1.2689 2,8657
1.5968 3.
3.125 1.3394
2,3512 1.0118
4. 6.25
2.7092 3,327
0.6178 5.
12.5 2.6829
3,5388 0.8559
6. 15.625
2.9591 3,7124
0.7533 7.
18.750 3.4362
4,0382 0.6020
8. 21.875
3.9133 4,3392
0.4259 9.
25 3.6123
3,6123 10.
50 3.9113
3,9113 n = 3
Berdasarkan hasil pengukuran KHM dan KBM pada tabel  V, diperoleh
absorbansi  pada  konsentrasi  25  dan  50    adalah  nol.  Nilai  ΔOD  yang  nol menunjukkan tidak adanya perubahan absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi.
Nilai ΔOD ≥ 0 menunjukkan adanya peningkatan nilai absorbansi  yang berarti masih  terdapat  pertumbuhan  bakteri.  Masih  adanya  pertumbuhan  bakteri
menunjukkan bahwa pada konsentrasi ekstrak tersebut belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Konsentrasi ekstrak 25 dan 50 dengan absorbansi nol,
dilanjutkan dengan uji penegasan apakah kedua konsentrasi tersebut merupakan KHM  atau  KBM.  Hasil  yang  diperoleh  pada  penegasan  ini  adalah  pada  media
MHA yang telah distreak dengan konsentrasi 25 dan 50 Gambar 12 dengan ΔOD  nol  adalah  terdapat  pertumbuhan  bakteri,  sehingga  kedua  konsentrasi
tersebut  hanya  dapat  menghambat  pertumbuhan  bakteri.  Oleh  karena  itu, konsentrasi  terkecil  ekstrak  etanol  kulit  buah  petai  yang  dapat  menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus KHM adalah konsentrasi 25.
Gambar 14. Hasil streak uji KHM dan KBM
25 50
Apabila  hasil  streak  konsentrasi  25  dan  50  Gambar.  14  jernih, yakni  tidak  terdapat  pertumbuhan  bakteri,  maka  konsentrasi  tersebut  dapat
membunuh  bakteri  S.  aureus  sehingga  nilai  KBM  telah  diperoleh.  Tetapi,  hasil yang  diperoleh  pada  penelitian  ini  adalah  tidak  ditemukan  media  jernih  yang
berarti ada pertumbuhan bakteri, maka pada konsentrasi 25 nilai KBM belum diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN