Uji Penentuan Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etanol Kulit Buah Petai

Jadi, hasil yang diperoleh dari uji identifikasi kandungan senyawa kimia pada kulit buah petai adalah kulit buah petai mengandung alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, fenolik, dan flavonoid. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahardika 2013 kulit petai mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin. Kurnawati 2014 kulit petai mengandung alkaloid, terpenoid, fenolik. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Azizi, Salman, Nik, dan Mohd 2006 adalh kulit petai mengandung terpenoid.

F. Uji Penentuan Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etanol Kulit Buah Petai

Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Dilusi Cair

a. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji

Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji menggunakan DMSO karena DMSO dapat melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai dan aman bagi bakteri sebab tidak menunjukkan adanya zona hambat ketika diujikan pada bakteri S. aureus dan E. coli. Menurut Alfath, Vera, dan Sunnati 2013 DMSO juga digunakan sebagai pelarut karena DMSO dapat berfungsi sebagai pelarut yang cepat menyerap ke dalam ekstrak tanpa merusak ekstrak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Efendi dan Triana 2013 menggunakan DMSO 5 sebagai kontrol negatif untuk menguji aktivitas antimikroba ekstrak etanol sarang semut terhadap Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Hermawan, Hana, dan Wiwiek 2007 menggunakan DMSO 10 sebagai kontrol negatif dalam penelitian tentang pengaruh ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi disk. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan Nauman dan Muhammad cit., Villas, 2011 dalam penelitiannya terkait skrinning ekstrak metanol air terhadap aktivitas antibakteri dengan kontrol negatif adalah DMSO 100 dengan bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,Corynebacterium bovis, Pasturella multocida dan Escherichia coli. Hasil yang diperoleh dari penelitian di atas dengan kontrol negatif DMSO 5, 10, dan 100, tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti melakukan orientasi menggunakan DMSO dengan konsentrasi terkecil dulu yaitu 5 untuk melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai dan digunakan sebagai kontrol pelarut. Hasil yang diperoleh adalah DMSO 5 dapat melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai dan tidak menghambat pertumbuhan bakteri. Konsentrasi DMSO 5 sudah dapat melarutkan ekstrak etanol kulit buah petai, maka pada konsentrasi DMSO 10 dan 100 pasti sudah dapat melarutkan ekstrak. Jadi, konsentrasi DMSO yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMSO 5. DMSO 5 digunakan juga sebagai kontrol negatif sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah amoksisilin dengan konsentrasi 125 mg5 mL sesuai dengan dosis terapi yang digunakan di pasaran. Pada penelitian ini, ekstrak etanol kulit buah petai dibuat dalam variasi konsentrasi 50, 25, 12,5, 6,25, dan 3,125. Tujuan pembuatan variasi konsentrasi, untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak etanol kulit buah petai dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. b. Identifikasi bakteri uji Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dengan pengecatan Gram dan uji gula-gula. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri yang digunakan adalah S. aureus dan E. coli. Pengecatan Gram bertujuan menentukan apakah bakteri yang diuji termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif atau negatif dan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri. Menurut Kismiyati, Sri, Wahid dan Rahayu 2009, uji gula-gula bertujuan untuk mendeterminasi kemampuan bakteri dalam mendegradasi gula dan menghasilkan asam organik yang berasal dari tiap jenis gula, yaitu glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sakarosa. Menurut Rostinawati 2008, hasil positif pada uji gula-gula ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning dari warna sebelumnya. Hasil yang diperoleh pada uji gula-gula dalam penelitian ini adalah setelah diinkubasi selama 24 jam, media gula –gula tersebut berwarna kuning baik pada bakteri S. aureus maupun E. coli. Menurut Rostinawati 2008, hasil positif pada uji motil dapat dilihat dengan mengamati penyebaran pertumbuhan bakteri di sekitar tusukan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah terdapat penyebaran bakteri di sekitar tusukan. Hasil ini menunjukkan bahwa koloni bakteri tersebut memiliki alat gerak dan penyebaran bakteri pada media motil merata. Jadi dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut bersifat fakultatif anaerob. Menurut Rostinawati 2008, hasil positif pada uji indol ditunjukkan dengan cincin merah di atas permukaan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini terdapat cincin merah di atas permukaan. Menurut Cappucino dan Sherman cit. Rostinawati 2008, adanya produksi indol pada bakteri bertujuan untuk memeriksa kemampuan bakteri mendegradasi asam amino esensial triptofan. Produk metabolit triptofan adalah indol, asam urat dan ammonia. Selanjutnya, dilakukan pengecatan Gram. Menurut Dewi 2010, S. aureus berbentuk kokus dan menghasilkan warna ungu pada pengecatan Gram. Sedangkan, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa S. aureus berbentuk bulat coccus dan berwarna ungu Gambar 11. Menurut Purwohadisantoso, Elok dan Ella 2009, E. coli berbentuk batang pendek dan berwarna merah pada pengecatan Gram. Sedangkan, hasil yang diperoleh pada penelitian ini bahwa E. coli berbentuk batang basil dan berwarna merah muda Gambar 11. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini baik uji gula-gula maupun pengecatan Gram sesuai dengan literatur dan menunjukkan bahwa bakteri uji yang digunakan adalah benar-benar bakteri S. aureus dan E. coli. Gambar 13. Hasil identifikasi bakteri, a bakteri S. aureus dan b bakteri E. coli

c. Pembuatan suspensi bakteri uji

Pembuatan suspensi bakteri uji, dilakukan dengan menginokulasikan bakteri uji ke dalam MHB Mueller Hinton Broth dan divortex agar tercampur rata, yang selanjutnya dilihat kekeruhannya dengan membandingkannya dengan Mac Farland 0,5 atau setara dengan kepadatan bakteri sebesar 1,5 x 10 8 CFUmL. Konsentrasi Mac Farland 0,5 merupakan standar yang digunakan sebagai patokan jumlah bakteri pada metode dilusi cair, broth makro-mikro dilusi, dan metode disk difusi. Selain itu, Mac Farland 0,5 merupakan salah satu cara yang dapat diaplikasikan untuk menyiapkan bakteri yang akan digunakan untuk uji kemampuan antimikroba. Penyetaraan dengan Mac Farland juga dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan bakteri dan untuk memperkirakan kepadatan sel yang digunakan pada prosedur pengujian antimikroba Sutton, 2011. a b

d. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumuran

Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumuran digunakan untuk melihat aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai dengan parameter zona hambat yang dihasilkan dan digunakan sebagai uji pendahuluan untuk memastikan adanya daya antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai terhadap S. aureus dan E. coli. Zona hambat menunjukkan adanya daerah penghambatan pertumbuhan bakteri di sekitar sumuran tempat inokulasi ekstrak etanol kulit buah petai. Dalam uji aktivitas antibakteri ini, digunakan empat kontrol yaitu kontrol kontaminasi media, kontrol pertumbuhan bakteri uji, kontrol positif Amoksisilin dan kontrol negatif DMSO. Kontrol kontaminasi media bertujuan untuk menguji atau melihat apakah teknik inokulasi yang digunakan aseptis atau tidak. Kontrol pertumbuhan bakteri uji bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan normal bakteri uji pada media tanpa perlakuan dan apakah bakteri itu tumbuh dengan baik dalam media yang digunakan. Kontrol negatif atau kontrol pelarut bertujuan untuk melihat apakah pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak memiliki aktivitas antibakteri atau tidak. Sedangkan, kontrol positif Amoksisilin bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri yang digunakan di pasaran sebagai terapi bagi penyakit yang disebabkan karena bakteri dan untuk melihat apakah metode yang dilakukan peneliti sudah benar atau belum. Menurut Pengov cit. Dewi, 2013 amoksisilin merupakan antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid dan efektif terhadap sebagian bakteri Gram positif dan beberapa Gram negatif. Hasil diameter zona hambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli ditampilkan pada tabel III. Tabel III . Diameter zona hambat yang dihasilkan seri konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai, kontrol positif dan kontrol negatif terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Senyawa Uji Diameter Zona Hambat Rerata ± SD mm S. aureus Diameter Zona Hambat Rerata ± SD mm E. coli Kontrol positif 35,1 ± 0,84 34,4 ± 0,5 Kontrol negatif 0,0 ± 0,0 0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai 50 17,9 ± 1,4 0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai 25 15,7 ± 2,6 0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai 12,5 13,0 ± 3,0 0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai 6,25 9,8 ± 1,0 0,0 ± 0,0 Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai 3,125 7,3 ± 0,9 0,0 ± 0,0 Diameter zona hambat sudah dikurangi diameter sumuran 6 mm; n = 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai menunjukkan bahwa ekstrak tersebut hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dibandingkan E. coli. Hal ini ditunjukkan dengan diameter zona hambat ekstrak etanol kulit buah petai terhadap bakteri S. aureus, sedangkan ekstrak etanol kulit buah petai tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Ekstrak etanol kulit buah petai dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus karena perbedaan struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif yang mengakibatkan perbedaan penetrasi ekstrak uji ke dalam bakteri tersebut. Dinding sel S. aureus bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel dengan banyak lapisan peptidoglikan dan relatif sedikit lipid sedangkan bakteri E. coli bakteri Gram negatif mempunyai struktur lebih kompleks, yakni terdapat membran luar yang melindungi peptidoglikan, fosfolipid lapisan dalam dan lipopolisakarida lapisan luar Pratiwi, 2008. Akibat kompleksitas dari dinding sel E. coli dan ekstrak etanol kulit buah petai belum dapat menembus dan mengganggu integritas dinding sel bakteri E. coli maka aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri E. coli oleh ekstrak etanol tidak diperoleh. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri menurut Davis dan Stout 1971 ditunjukkan pada tabel IV dan hasil penelitian ditunjukkan pada tabel V. Tabel IV. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri Menurut Davis dan Stout 1971 Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas antibakteri ≤ 5 mm Lemah 5 – 10 mm Sedang 10 – 20 mm Kuat 20 mm Sangat kuat Tabel V. Kriteria kekuatan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai terhadap S. aureus Hasil penelitian Konsentrasi Diameter zona hambat Kekuatan aktivitas antibakteri 3,125 7,3 Sedang 6,25 9,8 12,5 13,0 Kuat 25 15,7 50 17,9 Oleh karena itu, diketahui bahwa konsentrasi ekstrak 12,5, 25 dan 50 merupakan konsentrasi efektif untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Sebab, pada konsentrasi-konsentrasi ekstrak tersebut daya antibakterinya dikategorikan kuat untuk menimbulkan zona hambatan yang besar. Kontrol terhadap pelarut DMSO 5 tidak menunjukkan diameter zona hambat, sehingga dapat dikatakan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki aktivitas antibakteri dan tidak berpengaruh pada uji antibakteri. Sedangkon, kontrol positif amoksisilin menunjukkan diameter sumuran, maka dapat dikatakan bahwa amoksisilin memiliki aktivitas antibakteri sehingga digunakan di pasaran sebagai terapi bagi penyakit yang disebabkan karena bakteri. Hasil diameter zona hambat pertumbuhan bakteri S. aureus yang diperoleh dari masing-masing variasi konsentrasi, kontrol positif dan negatif diolah secara statistik menggunakan Microsoft Excel dengan formula yang sesuai. Untuk hasil diameter zona hambat pertumbuhan bakteri E. coli tidak dapat diolah secara statistik karena hasil yang diperoleh adalah nol. Pada uji distribusi data normal atau tidak dengan Shapiro-Wilk dan homogenitas data diuji dengan uji Levene, diperoleh hasil bahwa data tidak terdistribusi normal dan homogen sehingga dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Dalam menganalisis data dengan uji Kruskal Wallis dengan taraf kepercayaan 95, nilai t hitung lebih besar daripada t tabel sehingga dapat diketahui bahwa ada perbedaan bermakna antara kelompok variasi konsentrasi, kontrol positif dan kontrol negatif. Selanjutnya menggunakan uji post hoc dengan Mann Withney-Wilcoxon Test untuk melihat perbedaan hasil diameter zona jernih tiap konsentrasi dengan konsentrasi lain, kontrol positif, dan kontrol negatif. Data uji post hoc yang diperoleh ditampilkan dalam tabel VI. Tabel VI. Hasil Mann Withney-Wilcoxon Test diameter zona hambat variasi konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai, kontrol positif dan kontrol negatif terhadap Staphylococcus aureus Kontrol - K. 50 K. 25 K. 12,5 K. 6,25 K. 3,125 Kontrol - BTB K. 50 BB BTB K. 25 BB BTB BTB K. 12,5 BB BB BB BTB K. 6,25 BB BB BB BB BTB K. 3,125 BB BB BB BB BB BTB Keterangan : K. = Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai BB = Berbeda Bermakna ; BTB = Berbeda Tidak Bermakna Rerata ± SD diameter zona hambat S. aureus oleh masing-masing kelompok adalah kontrol – 0,0 ± 0,0; konsentrasi 50 17,9 ± 1,3; konsentrasi 25 15,7 ± 2,6; konsentrasi 12,5 13,0 ± 2,9; konsentrasi 6,25 9,8 ± 1,0; dan konsentrasi 3,125 7,3 ± 0,9. Data tabel VI menunjukkan bahwa diameter zona hambat variasi konsentrasi ekstrak etanol kulit buah petai berbeda bermakna secara statistik terhadap kontrol negatif. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif, seluruh seri konsentrasi memiliki perbedaan daya hambat yang bermakna sebab kontrol negatif tidak menghasilkan daya hambat. Jika dilihat zona hambat yang terbentuk antar variasi konsentrasi Lampiran 10., terjadi peningkatan zona hambat yang sebanding dengan peningkatan variasi konsentrasi, tetapi secara statistik variasi konsentrasi 25 dan 50 bebeda tidak bermakna Tabel IV. Salah satu faktor yang mempengaruhi diameter zona hambatan yaitu konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi suatu bahan, semakin banyak mikroorganisme yang dihambat. Pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme. Beberapa bahan justru lebih efektif pada konsentrasi lebih rendah, seperti halnya etanol 70 lebih efektif daripada etanol 95 Noer, 2011. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis statistik variasi konsentrasi 25 dan 50 bebeda tidak bermakna menunjukkan bahwa konsentrasi 50 memiliki kemampuan yang sama dengan 25 dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Selain itu, hasil ini juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang lebih besar 50 tidak selalu daya hambatnya makin besar. Selain itu, jika dibandingkan dengan kontrol negatif, variasi konsentrasi memiliki perbedaan bermakna dan zona hambatnya masih lebih besar dari kontrol negatif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan S. aureus tetapi tidak lebih baik daripada kontrol positif. Berdasarkan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah petai terhadap S. aureus dan E. coli dengan metode difusi sumuran, diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol kulit buah petai memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran kadar hambat minimal KHM dan kadar bunuh minimal KBM terhadap S. aureus.

e. Pengukuran Kadar Hambat Minimal KHM dan Kadar Bunuh Minimal

KBM Ekstrak Etanol kulit buah petai terhadap S. aureus dengan metode dilusi cair Pada pengukuran KHM dan KBM, variasi konsentrasi diperoleh dari konsentrasi terkecil ekstrak etanol kulit buah petai pada uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumuran yang memiliki zona hambat lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu 3,125. Prinsip metode dilusi adalah pengenceran konsentrasi senyawa uji yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri untuk mengamati KHM dan KBM. Rentang konsentrasi yang digunakan dalam uji KHM dan KBM berdasarkan uji aktivitas antibakteri dengan metode sumuran dan orientasi. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0,782; 1,563; 3,125; 6,25; 12,5; 15,625; 18,750; 21,875; 25 dan 50. Pengukuran KHM dan KBM dilakukan secara kuantitatif dengan mengukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-VIS merupakan alat untuk menganalisis unsur- unsur secara kuantitatif maupun kualitatif. Penentuan secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum senyawa yang dianalisis. Prinsip spektrofotometri UV-Vis berdasarkan hukum Lambert-Beer, yaitu suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui suatu media, maka bertambah-turunnya intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekaan media yang digunakan Yanlinastuti, Dian, Fatimah, dan Yusuf, 2011. Menurut Pratiwi 2012, spektrofotometer dapat mengukur kepekatan sel dalam suspensi dengan Optical Density OD jumlah cahaya yang diabsorpsi dan disebarkan sebagai suatu hitungan, karena OD sebanding dengan kepekatan sel dalam suspensi biakan. Kerapatan optik suatu suspensi tidak langsung menunjukkan jumlah sel dalam suatu populasi, namun menunjukkan jumlah cahaya yang disebarkan oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini, setiap rentang konsentarasi dimasukkan ke dalam media MHB lalu ditambahkan dengan suspensi bakteri sehingga terdapat 10 tabung. Kemudian, setiap tabung yang berisi MHB, seri konsentrasi dan suspensi bakteri divortex lalu diukur Optical Density OD menggunakan spektrofotometer 480 nm sebagai pembanding sebelum perlakuan atau kontrol. Sepuluh tabung tersebut, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 O C dalam inkubator. Hasil inkubasi diukur Optical Density OD bakteri menggunakan spektrofotometer 480 nm sebagai pembanding sesudah perlakuan inkubasi. Masing-masing kultur pada seri pengenceran diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 480 nm. Panjang gelombang tersebut digunakan karena menurut Dewi 2010 dalam percobaan yang dilakukan dapat menunjukkan nilai absorbansinya terhadap seri pengenceran kultur bakteri dengan ketelitian tertinggi dibandingkan dengan panjang gelombang lainnya. Pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan mengukur selisih antara absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi. Jumlah sel bakteri dapat diukur dengan cara mengetahui kekeruhan turbiditas kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Cahaya yang dipancarkan pada spektrofotometer akan mengenai sel sehingga sebagian cahaya akan diserap dan sebagian diteruskan. Banyaknya cahaya yang diabsorbsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu Purwoko, 2007 cit Dewi, 2010. Hasil pengukuran absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi ditampilkan pada tabel VII. Tabel VII. Hasil pengukuran absorbansi pada uji KHM dan KBM ekstrak etanol kulit buah petai terhadap Staphylococcus aureus No. Konsentrasi Optical Density OD ΔOD b - a Sebelum inkubasi a Setelah inkubasi b 1. 0.782 1.7401 3,6169 1.8768 2. 1.563 1.2689 2,8657 1.5968 3. 3.125 1.3394 2,3512 1.0118 4. 6.25 2.7092 3,327 0.6178 5. 12.5 2.6829 3,5388 0.8559 6. 15.625 2.9591 3,7124 0.7533 7. 18.750 3.4362 4,0382 0.6020 8. 21.875 3.9133 4,3392 0.4259 9. 25 3.6123 3,6123 10. 50 3.9113 3,9113 n = 3 Berdasarkan hasil pengukuran KHM dan KBM pada tabel V, diperoleh absorbansi pada konsentrasi 25 dan 50 adalah nol. Nilai ΔOD yang nol menunjukkan tidak adanya perubahan absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi. Nilai ΔOD ≥ 0 menunjukkan adanya peningkatan nilai absorbansi yang berarti masih terdapat pertumbuhan bakteri. Masih adanya pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa pada konsentrasi ekstrak tersebut belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Konsentrasi ekstrak 25 dan 50 dengan absorbansi nol, dilanjutkan dengan uji penegasan apakah kedua konsentrasi tersebut merupakan KHM atau KBM. Hasil yang diperoleh pada penegasan ini adalah pada media MHA yang telah distreak dengan konsentrasi 25 dan 50 Gambar 12 dengan ΔOD nol adalah terdapat pertumbuhan bakteri, sehingga kedua konsentrasi tersebut hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, konsentrasi terkecil ekstrak etanol kulit buah petai yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus KHM adalah konsentrasi 25. Gambar 14. Hasil streak uji KHM dan KBM 25 50 Apabila hasil streak konsentrasi 25 dan 50 Gambar. 14 jernih, yakni tidak terdapat pertumbuhan bakteri, maka konsentrasi tersebut dapat membunuh bakteri S. aureus sehingga nilai KBM telah diperoleh. Tetapi, hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah tidak ditemukan media jernih yang berarti ada pertumbuhan bakteri, maka pada konsentrasi 25 nilai KBM belum diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pola Kromatografi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Sebagai Antidiare

16 131 112

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Etanol Kulit Buah Dari Tumbuhan Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci

6 140 92

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

5 26 64

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Bunga Petai (Parkia speciosa) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.

2 24 145

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon Petai (Parkia speciosa Hassk.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

2 16 148

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Daun Petai (Parkia speciosa Hassk.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.

2 18 141

Pola Kromatografi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Sebagai Antidiare

0 0 34

Pola Kromatografi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Sebagai Antidiare

0 0 28