7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Petai
1. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman petai menurut Plantamor 2008, sebagai berikut : Kingdom
: Plantae Divisi
: Magnoliophyta Kelas
: Magnoliopsida Ordo
: Fabales Famili
: Fabaceae Genus
: Parkia Spesies
: Parkia speciosa Hassk.
Gambar 1. Kulit Buah Petai
2. Deskripsi
Petai atau mlanding merupakan pohon tahunan tropis dari suku polong- polongan Fabaceae dan anak suku petai-petaian. Tumbuhan ini tersebar luas di
nusantara bagian barat. Pohon petai tingginya dapat mencapai 20 m dengan sedikit
cabang, daunnya majemuk dan tersusun sejajar Agoes, 2010. Bunga tersusun dalam bonggol khas Mimosoidae muncul dekat ujung
ranting. Buahnya besar, memanjang, dan berbentuk buah polong, dari satu bonggol tersebut dapat ditemukan sampai belasan buah. Jumlah biji dalam satu buah biasa
mencapai 20 biji, yang berwarna hijau ketika muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna cokelat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan biji-
bijinya akan terlepas dengan sendirinya Agoes, 2010.
3. Kandungan kimiawi
Petai dapat dijadikan sebagai sumber energi, memiliki protein, karbohidrat, fosfor, vitamin A dan zat besi. Petai juga mengandung vitamin C yang cukup tinggi
dan vitamin C sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksi lisin. Perannya adalah dalam
proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stress Agoes, 2010.
Tanaman petai mengandung alkaloid, saponin, terpenoid, fenolik, flavonoid, dan tanin. Kulit buah petai yang berasal dari Kabupaten Bogor yang diekstraksi
dengan etanol 70 menggunakan metode maserasi ultrasonikasi, memiliki golongan senyawa kimia seperti alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin
Kurniawati,2014. Menurut Agnes, Lois, Aning, dan Nani 2013, kulit buah petai
mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Sedangkan menurut Kamisah dkk. 2013, kulit buah petai mengandung tanin, alkaloid dan saponin.
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat yang berwarna merah, ungu,
biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,
yaitu dua cincin benzen C
6
terikat pada suatu rantai propana C
3
sehingga membentuk suatu susunan C
6
-C
3
-C
6
Lenny, 2006. Flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,
flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol EtOH, metanol MeOH, butanol BuOH,
aseton, dimetilsulfoksida DMSO, dimetilformamida DMF, air dan lain-lain. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mengganggu fungsi dari
mikroorganisme, termasuk bakteri Subramani, 2002 cit Rosidah dan Afizia, 2012. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler
Nuria, Arvin, Sumantri, 2009. Selain itu, flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri Sabir, 2008
b. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi lebih dari 1000 dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Sebagian
besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya sepat, sehingga dapat digunakan sebagai pertahanan
bagi tumbuhan. Umumnya tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar dan akan meningkat apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut
dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya Hagerman, 2002. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah
menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk Nuria, dkk., 2009.
Tanin adalah senyawa astringent yang memiliki rasa pahit dari gugus polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan protein. Destruksi atau
modifikasi tanin berperan penting dalam pengawet kayu, adsorben logam berat, obat-obatan, antimikroba, dan lain-lain. Tanin merupakan senyawa fenol yang
larut dalam air dan memiliki berat molekul antara 500 dan 3000 Da. Tanin dapat menghambat aktifitas enzim protease, menghambat enzim
pada transport selubung sel bakteri, destruksi atau inaktifasi fungsi materi genetik. Selain itu tanin juga mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga
dapat mengganggu permeabilitas sel. Terganggunya permeabilitas sel dapat menyebabkan sel tersebut tidak dapat melakukan aktifitas hidup sehingga
pertumbuhannya terhambat dan mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga terhambat dan bakteri mati Maliana, Siti, dan Farah, 2013.
c. Saponin
Saponin merupakan metabolit sekunder dan termasuk kelompok glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu atau lebih gugus gula yang
berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Saponin biasa dikenal sebagai
senyawa non-volatil dan sangat larut dalam air dingin maupun panas dan alkohol, namun membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen
yang baik Chapagain and Wiesman, 2005. Saponin merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel Nikham
dan Basjir, 2012. Saponin dapat menekan pertumbuhan bakteri, karena senyawa tersebut
dapat menurunkan tegangan permukaan dinding sel dan apabila berinteraksi dengan dinding bakteri maka dinding tersebut akan pecah atau lisis. Saponin
akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel bakteri. Saat tegangan permukaan dinding sel bakteri terganggu, maka zat antibakteri akan masuk
dengan mudah ke dalam sel dan akan mengganggu metabolisme hingga akhirnya menyebabkan kematian bakteri Prawira, Sarwiyono dan Surjowardojo, 2013.
d. Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Ciri khas alkaloid adalah semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom N yang bersifat basa dan pada
umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, tetapi sering kali kadar alkaloid kurang dari
1 Kristanti, 2008 cit Septiana, 2011. Pada umumnya, alkaloid ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan
seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Kebanyakkan alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.
Alkaloid dapat berbentuk cair, contohnya nikotin. Selain itu, alkaloid pun ada yang tidak berwarna. Pada umumnya alkaloid hanya larut dalam pelarut organik.
Kebasaan pada alkaloid menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil
dekomposisi berupa N-oksida Lenny, 2006. Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri melalui penghambatan sintesis dinding sel yang akan menyebabkan
lisis pada sel sehingga sel bakteri akan mati Lamothe, 2009. e.
Fenolik Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel di cincin aromatik. Artinya, senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu gugus fenol Vermerris and Nicholson, 2006.
Secara umum senyawa fenolik memiliki sifat bakterisidal, antiseptik, dan antihelmintik Pengelly, 2004.
Mekanisme fenolik untuk membunuh bakteri dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri. Akibat terdenaturasinya protein sel bakteri, maka semua
aktivitas metabolisme sel bakteri berhenti. Hal ini disebabkan karena semua aktivitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh enzim yang merupakan protein
Kusdarwati, Ludira, dan Akhmad, 2010. f.
Terpenoid Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak
dihasilkan oleh tumbuhan terutama pada getah dan vakuola selnya. Senyawa golongan terpenoid dan turunannya merupakan hasil metabolit sekunder.
Terpenoid memiliki aktivitas terhadap bakteri, virus, dan protozoa Salni, Hanifa, dan Ratna, 2011.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa terpenoid adalah terpenoid bereaksi dengan porin protein transmembran pada membran
luar dinding sel bakteri membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Kerusakan porin merupakan pintu keluar
masuknya substansi, sehingga mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi maka pertumbuhan
bakteri terhambat atau mati Salni, dkk., 2011.
B. Mikroba Uji