140 |
Kelas X SMASMK
Kekuatan yang mengatur antara pelaksanaan upacara tersebut dengan pahalanya disebut apūrva. Pelaksanaan apūrva memberikan ganjaran kepada si pelaksana
kurban, karena apūrva merupakan mata rantai atau hubungan yang diperlukan antara kerja dengan hasilnya. Apūrva adalah Adṛṣṭa, yang merupakan kekuatan-kekuatan
yang tak terlihat yang sifatnya positif.
c. Pokok-pokok ajarannya
Mengenai Jīva, Mīmāmsā menyatakan bahwa jiwa itu banyak dan tak terhingga, bersifat kekal, ada di mana-mana dan meliputi segala sesuatu. Karena adanya
hubungan antara jiwa dengan benda, maka jiwa mengalami avidyā dan kena Karmavesana. Jaimini tidak mempercayai adanya Mokṣa dan hanya mempercayai
keberadaan Svarga surga, yang dapat dicapai melalui karma atau kurban. Para penulis yang belakangan hadir seperti Prabhakāra dan Kumārila, tak dapat
menyangkal tentang masalah pembebasan akhir, karena ia menarik perhatian para pemikir filsafat lainnya. Prabhakāra menyatakan bahwa penghentian mutlak dari
badan yang disebabkan hilangnya Dharma dan A-Dharma secara total, yang kerjanya disebabkan oleh kelahiran kembali, merupakan kelepasan atau pembebasan mutlak,
karena hanya dengan Karma saja tak akan dapat mencapai pembebasan akhir. Pandangan Kumārila mendekati pandangan dari Advaita Vedānta yang menetapkan
bahwa Veda disusun oleh Tuhan dan merupakan Brahman dalam wujud suara. Mokṣa adalah keadaan yang positif baginya, yang merupakan realisasi dari Ātman.
Menurut Jaimini, pelaksanaan kegiatan yang dilarang oleh kitab suci Veda merupakan sādhanā atau cara pencapaian surga. Karma Kāṇḍa merupakan pokok
dari Veda yang menjadi penyebab belenggu adalah pelaksanaan dari kegiatan yang dilarang nisiddha karma. Sang Diri adalah jaḍa cetana, gabungan dari kecerdasan
tanpa perasaan. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa isi pokok ajaran Jaimini adalah “Laksanakanlah upacara kurban dan nikmati hasilnya di Surga”.
Dalam sistem Mīmāmsā dikenal dua jenis pengetahuan yaitu, immediate dan mediate. Immediate adalah pengetahuan yang terjadi secara tiba-tiba, langsung dan tak
terpisahkan. Sedangkan mediate ialah pengetahuan yang diperoleh melalui perantara. Objek dari pengetahuan immediate haruslah sesuatu yang ada atau zat. Pengetahuan
yang datangnya tiba-tiba dan tidak dapat ditentukan terlebih dahulu disebut nirvikalpa pratyakṣa atau alocāna-jñana. Dari pengetahuan immediate objeknya dapat dilihat
tetapi tidak dapat dimengerti. Objek dari pengetahuan mediate juga sesuatu yang ada dan dapat diinterprestasikan dengan baik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
Dalam pengetahuan mediate objeknya dapat dimengerti dengan benar, pengetahuan semacam ini dinamakan savikalpa Pratyakṣa.
Mīmāmsā Sūtra, yang terdiri atas 12 buku atau bab Mahāṛṣi Jaimini merupakan dasar filsafat Mīmāmsā, sedangkan ulasan-ulasan lain selain Prabhakāra dan
Kumārila, juga dari penulis lain seperti dari Bhava-nātha Miśra, Śabarasvāmīn, Nilakaṇṭha, Raghavānanda dan lain-lainnya. Prabhakāra menyatkan bahwa sumber
pengetahuan kebenaran pramāṇa menurut Mīmāmsā adalah sebagai berikut:
141 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |
1 Pratyakṣa : pengamatan langsung 2 Anumāna : dengan penyimpilan
3 Upamāṇa : mengadakan perbandingan 4 Śabda
: kesaksian kitab suci atau orang bijak 5 Arthāpatti : penyimpulan dari keadaan
Dan oleh Kumārila ditambahkan dengan: 6 An-upalabdhi: pengamatan ketidakadaan.
Empat cara pengamatan di atas hampir sama dengan cara pengamatan dari Nyāya, hanya pada pengamatan upamāṇa ada sedikit tambahan, di mana perbandingan yang
dipergunakan di sini tidak sepenuhnya sama dengan contoh yang telah diketahui. Pengamatan Arthāpatti adalah pengamatan dengan penyimpulan dari keadaan.
Pengamatan An-upalabdhi, yaitu pengamatan ketidakadaan objek, jadi suatu cara pembuktian bahwa objek yang dimaksudkan itu benar-benar tidak ada.
6. Vedānta Darśana a. Pendiri dan Sumber Ajarannya
Filsafat ini sangatlah kuno yang berasal dari kumpulan literatur bangsa Arya yang dikenal dengan nama Veda. Vedānta ini merupakan bunga diantara semua spekulasi,
pengalaman dan analisis yang terbentuk dalam demikian banyak literatur yang dikumpulkan dan dipilih selama berabad-abad. Filsafat Vedānta ini memiliki kekhususan.
Yang pertama, ia sama sekali impersonal, ia bukan dari seseorang atau Nabi. Istilah Vedānta berasal dari kata Veda-anta, artinya bagian terakhir dari Veda atau inti
sari atau akhir dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab Upaniṣad. Kitab Upaniṣad juga disebut dengan Vedānta, karena kitab-kitab ini merupakan jñana
kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari Veda setelah Mantra, Brāhmaṇa dan Āraṇyaka yang bersifat mengumpulkan. Di samping itu ada tiga faktor yang menyebabkan Upaniṣad
disebut dengan Vedānta yaitu:
Sumber:www.hindupedia.com
Gambar 4.7 Rsi Vyāsa
a Upaniṣad adalah hasil karya terakhir dari zaman Veda. b Pada zaman Veda program pelajaran yang disampaikan oleh para Rsi kepada
sisyanya, Upaniṣad juga merupakan pelajaran yang terakhir. Para Brāhmacari pada mulanya
diberikan pelajaran shamhita yakni koleksi syair-syair dari zaman Veda. Kemudian
dilanjutkan dengan pelajaran Brāhmaṇa yakni tata cara untuk melaksanakan upacara
keagamaan, dan terakhir barulah sampai pada filsafat dar Upaniṣad.
c Upaniṣad adalah merupakan kumpulan syair- syair yang terakhir dari pada zaman Veda.
Jadi pengertian Vedānta erat sekali hubungannya dengan Upaniṣad hanya saja
kitab-kitab Upaniṣad tidak memuat uraian-