Kewajiban Varna Śudra Kewajiban Masing-masing Varna

198 | Kelas X SMASMK Sumber:www.abith.weebly.com Gambar 6.5 Sudra Ayat ini merupakan landasan hukum dan kriteria untuk menentukan apakah seseorang termasuk katagori Śudra atau tidak. Menurut ayat ini kehidupan pokok dari Śudra adalah kerja menjadi buruh, pekerja yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain, dan hasil dari menjual tenaga. Seandainya seorang Śudra tidak mendapat pekerjaan sebagai buruh atau pelayan, dan hal itu akan mengancam hidupnya dan membuatnya kelaparan, maka seseorang Śudra dapat bekerja sendiri. Hal ini dapat dibenarkan oleh sloka atau ayat 99. Bab X kitab Manawa Dharmaśāstra yang bunyinya sebagai berikut: Aśaknuvams tu śuśrūsām śūdrah karttum dvijanmanām, putradārātyayam prāpto jivet kāruka karmabhih. Terjemahan: Seorang Śudra karena tidak mempunyai dan memperoleh pekerjaan sebagai pelayan dan terancam akan kehilangan anak dan istrinya karena lapar ia dapat menunjang hidupnya dengan kerja tangan. Adapun pustaka Slokantara 38 menguraikan tentang kewajiban Varna Śudra sebagai berikut: Vanigranistu bhkamukrad wanijah padajatayah, Krayavikrayakaryatha Ciidrastuvanijyakryah. Kalinganyakaryasang Śudra adagang alayar madwal awali, kawrdhyan ning artha donya, banyak akriya, yeka cudra sasana, ling sanghyang aji. Kunang ikang antyajati ngaranya, walu wilang nika sor jagatyangeng rat ling sanghyang Castra. Terjemahan: Seseorang Śudra adalah pembuat barang pecah belah dan pedagang. la melakukan pembelian dan penjualan, bekerja di lapangan jual beli. Kewajiban seorang Śudra ialah mengembara berkeliling, menjual, dan membeli. Tujuan utamanya ialah memupuk kekayaan. la bekerja di lapangan perdagangan. Inilah kewajiban seorang Śudra menurut kitab suci. Prof. S.P. Kanal, penulis India modern, mengatakan dalam bukunya Dialogous on India Culture, bahwa kewajiban seorang Śudra yang utama ialah bekerja di bawah bimbingan dan pengawasan ketiga golongan yang lainnya. Ia menjalankan upacara keagamaan yang tidak memerlukan pembacaan mantra-mantra. 199 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti | Demikian pula menurut Dr. Gangga Prasad Uphadyaya dalam bukunya Vedic Culture. Jika ada orang yang tingkat kecerdasannya rendah, yang tidak dapat menentukan pekerjaan apa yang harus dipilihnya untuk dirinya sendiri, ia tidak akan dibiarkan hidup malas berpangku tangan saja, kemalasan itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Masyarakat memaksakan untuk mengerjakan sesuatu atas petunjuk dan pengawasan mereka yang dapat memilih dan memimpinnya. Orang yang demikian dinamai kaum Śudra, orang malang. Kemalangan ini yang menyebabkan ia diletakkan dalam tingkat yang paling rendah, bukan dipaksakan kepadanya oleh masyarakat. la menjadi Śudra bukan karena dipaksa oleh masyarakat. la menjadi demikian karena ia tidak dapat dan tidak mampu karena kelemahan-kelemahannya sendiri. Meskipun demikian iapun tidak dibuang oleh masyarakat, ia masih tetap sebagai salah seorang anggotanya. Dari seluruh uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Varna Śudra itu adalah mereka yang memenuhi kebutuhannya dengan menjadi pelayan, pesuruh atau pembantu orang lain. Atau golongan fungsional yang setiap orangnya hanya memiliki kekuatan jasmaniah, ketaatan, serta bakat kelahiran untuk sebagai pelaku utama dalam tugas-tugas memakmurkan masyarakat, negara, dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk dari golongan fungsional lainnya. Uji Kompetensi 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Catur Varna ? 2. Sebutkan dan jelaskan sloka dalam kitab Bhagavadgītā yang memberikan penjelasan tentang Catur Varna 3. Sebutkan dan jelaskan bagian-bagian dari Catur Varna 4. Sebutkan dan jelaskan kewajiban seorang Kṣatriya 5. Apakah tugas seorang Varna Waisya dalam Catur Varna

D. Catur Varna dan Profesionalisme

Renungan Ajaran Catur Varna ini sesungguhnya ilosoi profesionalisme menurut Hindu. Sayang ajaran yang sangat mulia dan luhur ini dikotori oleh bintik-bintik hitam sejarah masa lampau yang menjungkirbalikan secara total ajaran Catur Varna itu menjadi kasta. Hal ini membuat terpuruknya citra Hindu di mata masyarakat luas. Oleh karena itu dalam Pesamuan Agung PHDI, 26-29 Oktober 2002 di Mataram ini, ajaran Catur Varna itu akan dikembalikan pada fungsinya yang semula sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat. Pada Pesamuan Agung tahun 2000 di Denpasar masalah pengembalian ajaran Catur Varna ini sudah pernah diajukan kepada sabha pandita untuk ditetapkan menjadi bhisama. Usul itu tinggal usul sampai akhirnya datang Maha Sabha VIII, bhisama tersebut tidak disidangkan oleh sabha pandita saat itu. Karena sesuai dengan 200 | Kelas X SMASMK Anggaran Dasar PHDI yang berhak mengeluarkan bhisama hanyalah sabha pandita. Karena sabha pandita-lah sebagai unsur yang tertinggi dalam susunan kelembagaan PHDI. Hal ini memang sesuai dengan makna kitab suci Manawa Dharmasastra. Pada Pesamuan Agung PHDI di Mataram, ini diajukan lagi rancangan bhisama tentang Catur Varna ini sebagaimana diamanatkan oleh Maha Sabha VIII PHDI 2001 lalu. Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat pada Pesamuhan Agung Tanggal 29 Oktober 2002. Menetapkan antara lain; Catur Varna adalah ajaran agama Hindu tentang pembagian tugas dan kewajiban masyarakat atas “guna” dan “Kama” dan tidak terkait dengan Kasta atau Wangsa. Bhisama tentang Pengamalan Catur Varna ini sebagai pedoman yang sepatutnya dipatuhi oleh seluruh umat Hindu. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk memasyarakatkan Bhisama Tentang Pengamalan Catur Varna ini, beserta penjelasannya dalam lampiran Bhisama ini kepada scluruh umat Hindu di Indonesia. Memahami Teks Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dalam Bhagavadgītā dan kitab-kitab Hindu lainnya disebutkan Tuhan hanya menciptakan empat profesi atau Catur Varna padahal kita melihat dewasa ini banyak sekali jenis profesi yang berkembang? Dapatkah semua jenis profesi itu dikelompokkan menjadi empat kelompok profesi? Hal inilah yang perlu dibahas sehingga Catur Varna itu menjadi lebih jelas perannya dalam pembangunan masyarakat. Catur Varna itu adalah empat profesi yang diciptakan oleh Tuhan. Di dunia ini, yang kekal abadi adalah Tuhan. Semua ciptaannya dapat berubah-ubah atau mengalami penyempurnaan-penyempurnaan sesuai dengan tuntutan zaman. Menurut ajaran Hindu zaman itu akan berubah-ubah, setiap perubahan membawa ciri-ciri tertentu. “satu hari Brahman” dibagi menjadi empat belas masa, setiap masa dibagi menjadi empat zaman. Ke empat zaman itu adalah: Kertha Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga, dan Kali Yuga. Ciri-ciri tiap-tiap Yuga ini dijelaskan dalam Manawa Dharmasastra I, 85 dan 86 sebagai berikut: Anye krtayuge dharmās Tretāyām dvāpare pare, anye kaliyuga nŕnām yuga hrāsānu rūpatah Terjemahan: Suatu macam tertentu dari kewajiban-kewajiban yang ditentukan bagi manusia di zaman Kertha, adalah berbeda dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan di zaman Treta, berbeda pula dengan zaman Dwapara dan demikian pula pada zaman Kali, sesuai dengan panjangnya masa semakin berkurang.