Kewajiban Brāhmaṇa

187 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti | Adhiyita brāhmano wai yajeta dadyādiyat tirthamukyāni caiwa, adhyāpayedyājayecchāpi yājyān praptigrahan wa wihitānupeyat. Nya dharma sang Brāhmana, mangajya, mayajňā, maweha dāna punya, magelema atirta, amarhana, wikwaning ayajňā, managgapa dāna. Terjemahan: Berikut inilah dharma sang Brāhmaṇa, mempelajari Veda, mengadakan upacara kebaktian atau pujaan, memberikan amal sosial, berkunjung ke tempat-tempat suci, memberikan ajaran-ajaran penerangan-penerangan agama, memimpin upacara dan dibenarkan menerima sedekah. Keterangan yang senada kita jumpai pula dalam Manawa Dharmaśāstra I, 88, yang berbunyi sebagai berikut: Adhyāpanam adhyayanam Yajanam yājanam tathā, dānam pratigraham caiva Brāhmanānām akalpayat Terjemahan: Kepada Brāhmaṇa, Tuhan menetapkan kewajibannya ialah mempelajari dan mengajarkan Veda, melaksanakan upacara kurban untuk diri sendiri dan masyrakat umum, memberikan dan menerima dana punia. Demikian fungsi dan kewajiban-kewajiban Brāhmaṇa. Selanjutnya diuraikan kode etik atau lkamusan moral dari Varna Brāhmạa. Sarasamuscaya sloka 57 menyebutkan dua belas brata atau lkamusan moral bagi Varna Brāhmaṇa yang diuraikan sebagai berikut: Dahrmasca satyam ca tapo damaśca Wimatsaritwam hristitiksanasuya, Yajnsca dhiritih ksama ca Mahawratani dwadasa wai barhmanasya. Nyang brata sang Brāhmạa, rwa welas kwehnya. prayekanya, dharma, satya, tapa, dama, wimatsaritwa, hrih, titiksa, anasuya, yajňa, dāna, dhrthi, ksma, nahan pra tyekanyan rwawelas, dharma, satya, pagwanya, tapa ngaranya śarira sang śosana, kapanasaning śarira, piharan, kurangana wisaya, dama ngaranya upaśama, dening tuturnya, wimatsaritwa ngarani haywa irsya, hrih ngaran irang, wruh ring arang wih, titiksa ngaraning haywa irsya, hrih ngara ning irang,wruha ring irang wih, titiksāngaraning haywa gong krodha, anasūyā haywa dosagrāhi, yaňa magelem amuja, dāna, maweha dānapunya, dhŗti ngaraning maneb, āhning, ksama ngaraning kelan, nahan brata sang brāhmana. 188 | Kelas X SMASMK Terjemahan: Inilah brata sang Brāhmaṇa, duabelas banyaknya, perinciannya dharma, satya, tapa, dama wimatsaritwa, hrih, titiksa, anasuya yajna, dana, dhrthi, ksama, itulah perinciannya sebanyak duabelas, dharma dari satyalah sumbernya, tapa artinya carira sang cosana yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi nafsu, dama artinya tenang dan sabar, tahu menasehati diri sendiri, wimatsaritwa artinya tidak dengki irihati, hrih berarti malu, mempunyai rasa malu, titiksa artinya jangan sangat gusar, anasuya berarti tidak berbuat dosa, yajna mempunyai kemauan mengadakan pujaan, dana adalah memberikan sedekah, dhrti artinya penenangan dan pensucian pikiran, ksama berarti tahan sabar dan suka mengampuni, itulah brata sang Brāhmaṇa. Tentang peranan dan fungsinya, Brāhmaṇa harus melakukan Yajnya dan bersahabat dengan semua makhluk. Berperanan sebagai guru acarya dengan mengajarkan Veda, Kalpa dan Upanisad, memimpin upacara Garbhadana. Melakukan tapa, brata, dan semadi menurut ajaran Veda. Selama hidupnya seorang Brāhmaṇa harus tetap meladeni Guru atau Nabenya itu sampai meninggal. Belajar dan mengajar adalah Yajnya bagi seorang Brāhmaṇa, harus mengamalkan seluruh ilmu pengetahuannya kepada Varna- varna yang lainnya. Tentang sifat dan ciri-cirinya, Brāhmaṇa adalah orang yang mampu mengendalikan panca indranya, berpengetahuan yang suci, berbudi baik dan tekun, dapat menguasai dirinya sepenuhnya, tidak makan segala, selalu hormat kepada orang lain. Kalau ada Brāhmaṇa yang tidak tahu Veda ibarat seekor sapi betina yang tidak bisa beranak dan mengeluarkan susu. Selalu waspada kepada pujian dan cemohan. Seorang Brāhmaṇa tidak boleh menyombongkan nama Gotranya apalagi untuk kepentingan mendapatkan makanan, ini makan benda busuk namanya. Tentang kewajiban dan sifat-sifat seorang Brāhmaṇa: Orang yang bebas dari ketakutan dan ikatan belenggu-belenggu, tenang, seimbang, sadar dan dapat mengatasi hawa nafsu, bebas dari rasa marah, orang yang tidak suka menyakiti dengan pikiran, kata-kata dan perbuatan, orang yang telah padam penderitaannya, di dalam dirinya bersemayam kebenaran dan kebajikan, suka hidup sederhana, telah mencapai penerangan yang sempurna, tabah dan sabar menghadapi hukuman-hukuman, fitnahan penganiayaan walaupun dirinya tak bersalah, orang yang dengan seksama menjalankan tugas-tugas agamanya, sama sekali tidak terikat pada kesenangan-kesenangan duniawi, mengetahui akhir dari penderitaan, orang yang mengetahui dengan jelas jalan yang salah, penuh kebijaksanaan, telah mencapai tujuan yang tertinggi, tidak suka menyiksa dan membunuh makhluk lainnya, tidak pernah mendendam, kata-katanya mudah dipahami, tidak pernah mencuri, dapat melepaskan diri dari kehidupan dunia ini, telah mencapai dasar keabadian, telah dapat melepaskan diri dari tumimbal lahir dan kesesatan, sebagai pahlawan yang dapat menaklukan dunia, mengetahui timbul dan lenyapnya benda-benda yang hidup, mengetahui kehidupannya yang dulu, mengetahui surga dan neraka, dan telah mencapai akhir dari kelahiran. 189 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |

2. Kewajiban Kṣatriya

Sumber:www.hinduism.iskcon.org Gambar 6.3 Ksatriya Kata Kṣatriya berasal dari bahasa Sansekerta. Artinya suatu susunan pemerintahan, atau juga berarti pemerintah, prajurit, daerah, keunggulan, kekuasaan dan kekuatan. Memang kewajiban Kṣatriya dalam Catur Varna adalah memimpin pemerintahan, untuk memerintah memerlukan kekuasaan, kekuasaan itu memerlukan kekuatan. C.P Bhambhri dalam bukunya Substance of Hindu Polity mengartikan kata Kṣatriya sebagai kedaulatan. Jadinya seseorang Kṣatriya untuk dapat memerintah harus punya kekuasaan dan kekuatan yang berdaulat. Yang dimaksud dengan kekuatan dalam hal ini bukan saja kekuatan fisik tetapi yang lebih utama adalah kekuatan rohani yang berupa kekuatan iman, kekuatan pikiran intelegensya, dan semangat yang tinggi. ManawaDharmasastra II sloka 31, menyebutkan untuk golongan atau Varna Kṣatriya nama-namanya hendaknya menggunakan kata-kata mengandung arti “kekuatan”. Sifat- sifat Varna Kṣatriya, Bhagavadgītā XVIII, 43, menguraikari sebagai berikut: śauryá tejo dhṛtir dākṣy yuddhe cāpy apalāyanam dānam īśvara-bhāvaś ca kṣātra karma svabhāva-jam Terjemahan: Berani, perkasa, teguh iman, cekatan dan tak mundur dalam peperangan, dermawan dan berbakat memimpin, adalah karma kewajiban Kṣatriya. Sarasamuccaya, 58, menguraikan kewajiban seorang Ksatriya agak berbeda sedikit dengan uraian Bhagavadgītā di atas, diuraikan sebagai berikut: Adhitya wedā parisamstirya cāgni Nistwā yajňaih palayitwā prajaśca, Bhrtyan bhrtwa jnatisambandhinaśca Dānam dattwā ksatriyah swargameti Kunang ulaha sang Ksatriya, umajya sang hyang Veda, nitya agnihotrā, Magawayang yajňa, rumaksang rat, huninga ring wadwa, teka ring kula gotra, maweha dana, yapwan mangkana, swargapada antukanira delāha. Terjemahan: Maka yang dilakukan oleh Sang Ksatriya, harus mempelajari Veda, senantiasa melakukan korban, api suci, mengadakan upacara kebaktian menjaga keamanan negara, mengenal bawahnya sampai sanak keluarga dan kaum kerabatnya, memberikan sedekah, jika ia berbuat demikian, tingkatan alam surga akan diperolehnya kelak. 190 | Kelas X SMASMK Dalam Lontar Brahmokya Widhisastra lembaran 6a menyebutkan larangan- larangan dan sanksi-sanksi Varna Kṣatriya sebagai berikut: Apabila ada Kṣatriya yang berbuat tidak benar, tidak baik, berbuat di luar sifat Dwijati, di luar sifat Kṣatriya, salah bahasa, salah kerja dan lain-lainnya mereka akan menjadi Sudra. Walaupun mereka kaya akan tetapi tidak memiliki belas kasihan itu disebut: Bagna Brata. Dalam Buku Tabir Mahabrata oleh Resi Wahono dijelaskan kewajiban Ksatriya yakni menjaga ketentraman dunia untuk kepentingan masyarakat, dan sama sekali terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang barulah dapat disebut bersikap Ksatriya bila telah dapat mengatasi segala keadaan dengan baik dan tak terikat pada kepentingan pribadi, bebas melaksanakan kewajibannya dengan tidak gentar sedikitpun menghadapi segala resiko meskipun harus mengorbankan jiwa raganya. Ini bukan berarti seorang Kṣatriya tidak punya cita-cita hidup untuk diri pribadinya. Bagi seorang Ksatriya kemuliaan dan kenikmatan untuk diri sendiri, sama sekali tidak termasuk dalam hitungan. Yang diutamakan dalam cita-citanya adalah kebahagiaan dan keselamatan buat orang banyak dan justru karena malakukan kewajiban itulah Ksatriya akan memperoleh kesempurnaan hidup. Dari sumber lontar Brahmokta Widhisastra dan Widhi Papincatan kita memperoleh gambaran bahwa jabatan Kṣatriya itu tidak berlaku permanen karena dapat berubah atau turun kedudukannya panten kalau tidak dapat melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh ajaran agama. Dalam Tabir Mahabrata kita memperoleh gambaran bahwa seseorang Kṣatriya tidak boleh ragu-ragu dalam mengambil sikap terutama ketika melakukan tugas dan kewajibannya. Seorang Ksatriya yang taat melakukan kewajiban untuk membela kebenaran akan mendapat pahala utama. Hal ini diuraikan juga dalam kekawin Nitisastra sargah IV bait 2 sebagai berikut: Sang śurāmênanging renānggana, mamukti suka wibhawa bhoga wiryawān. Sang śūrāpêjahing ranangga mangusir surapada siniwing surāpsari. Yan bhiru n mawêdi ng ranānggana pêjah yama-bala manikêp mamidana. Yan tan mati tininda ringparajanenirang-irang inaňang sinorakên. Terjemahan: Sang Ksatriya menang dalam peperangan menikmati kesenangan, kewibawaan, makan enak dan keagungan. Sang Kṣatriya bila mati dalam peperangan, rohnya menuju swargaloka, dielu-elukan oleh para bidadari. Kalau pengecut, lari dalam peperangan dan mati ditangkap dan dihukum, rohnya diadili oleh Bhatara Yama. Kalau tidak mati, dicerca, diolok-olok, dan ditawan oleh musuh. Di samping itu Bhagavadgītā II, 31 memberikan penjelasan yang lebih jelas tentang letak kesempurnaan seorang Kṣatriya dalam melakukan tugas dan kewajibannya. Sloka tersebut berbunyi sebagai berikut: