Lima Kleśa dan Pelepasannya

138 | Kelas X SMASMK menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi Asaṁprajñata samādhi pengalaman mutlak menghancurkan sekaligus benih-benih dari kejahatan ini. Avidyā merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan hasil langsung dari avidyā, yang memberi kita keinginan dan kebencian, serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga samādhi melenyapkan avidyā. Kriyā Yoga memurnikan pikiran, melunakkan 5 kleśa dan membawa pada keadaan samādhi. Tapas kesederhanaan, svadhyāya mempelajari dan memahami kitab suci dan Ìśvara-praṁidhāna pemujaan Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan membentuk Kriyā Yoga. Pengusahaan persahabatan Maitrī terhadap sesama, kasih sayang karuṇa terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan mudita terhadap yang lebih tinggi, dan ketidakacuhan upekṣā terhadap orang-orang kejam atau dengan memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk menghasilkan ketenangan pikiran citta prasāda. Seseorang dapat mencapai samādhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan kebebasan. Dengan Ìśvara-praṁidhāna, siswa yoga memperoleh karunia Tuhan. Abhyāsa pelaksanaan dan Vairāgya kesabaran, tanpa keterikatan membantu dalam pemantapan dan pengendalian pikiran. Pikiran hendaknya ditarik berkali-kali dan dibawa ke pusat meditasi, apabila ia mengarah keluar menuju objek duniawi. Ini merupakan abhyāsa yoga. Pelaksanaan menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secara terus menerus selama beberapa waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan. Pikiran merupakan sebuah berkas Tṛṣṇa kerinduan. Pelaksanaan Vairāgya akan menghancurkan segala Tṛṣṇa. Vairāgya memutar pikiran menjauhi objek-objek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar kegiatan Bahirmukha dari pikiran, tetapi mengarahkannya ke kegiatan antar- mukha mengarah ke dalam. Sumber:www.sohamsa.com Gambar 4.6 Mahāṛṣi Jaimini Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Puruṣa terhadap Prakṛti. Kebebasan dalam Yoga merupakan Kaivalya atau kemerdekaan mutlak. Roh terbebas dari belenggu Prakṛti. Puruṣa berada dalam wujud yang sebenarnya atau svarūpa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu apa pun di dunia ini, Kaivalya atau Pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan avidyā melalui pengetahuan pembedaan vivekakhyāti. Lima kleśa atau malapetaka terbakar oleh apinya pengetahuan. Sang Diri tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guṇa seluruhnya terhenti dan sang Diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seseorang menjadi mukta roh bebas, Prakṛti dan perubah- perubahannya tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan sistem filsafa Sāṁkhya, dipegang oleh sistem Yoga ini. 139 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |

5. Mīmāmsā Darśana a. Pendiri dan Sumber Ajarannya

Pūrva Mīmāmsā atau Karma Mīmāmsā atau yang lebih dikenal dengan Mīmāmsā, adalah penyelidikian ke dalam bagian yang lebih awal dari kitab suci Veda; suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang berurusan dengan masalah Mantra dan Brāhmana saja disebut Pūrva Mīmāmsā karena ia lebih awal daripada Uttara Mīmāmsā Vedānta, dalam pengertian logika, dan tidak demikian banyak dalam pengertian kronologis. Mīmāmsā sebenarnya bukanlah cabang dari suatu sistem filsafat, tetapi lebih tepat kalau disebutkan sebagai suatu sistem penafsiran Veda dimana diskusi filosofisny sama dengan semacam ulasan kritis pada Brāhmana atau bagian ritual dari Veda, yang menafsirkan kitab Veda dalam pengertian berdasarkan arti yang sebenarnya. Sebagai filsafat Mīmāmsā mencoba menegakkan keyakinan keagamaan Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri atas bermacam-macam unsur, yaitu : 1 Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari kematian dan mengamati hasil dari ritual di surga. 2 Percaya tentang adanya kekuatan atau potensi yang melestarikan dampak dari ritual yang dilaksanakan. 3 Percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita lakukan dalam hidup ini bukanlah suatu bentuk illusi. Tokoh pendiri dari sistem filsafat Mīmāmsā adalah Mahāṛṣi Jaimini yang merupakan murid dari Mahāṛṣi Vyāsa telah mensistematir aturan-aturan dari Mīmāmsā dan menetapkan keabsahannya dalam karyanya itu dimana aturan-aturannya sangat penting guna menafsirkan hukum-hukum Hindu. Beliau menulis kitab Mīmāmsā Sūtra yang menjadi sumber ajaran pokok Mīmāmsā. Sūtra pertama dari Mīmāmsā Sūtra berbunyi: Athato Dharmajijñasa, yang menyatakan keseluruhan dari sistemnya yaitu, suatu keinginan utnuk mengetahui Dharma atau kewajiban, yang tekandung dalam pelaksanaan upacara-upacara dan kurban-kurban yang diuraikan oleh kitab Veda. Dharma yang diperintahkan Kitab Veda, dikenal dengan Śruti yang pelaksanaannya memberi kebahagiaan. Seorang Hindu harus melaksanakan nitya karma seperti saṅdhyā-vandana. Serta naimitika karma selama ada kesempatan, untuk mendapatkan pembebasan, yang dapat dikatakan sebagai kewajiban tanpa syarat.

b. Sifat Ajarannya

Ajaran Mīmāmsā bersifat pluralistis dan realistis yang mengakui jiwa yang jamak dan alam semesta yang nyata serta berbeda dengan jiwa. Karena sangat mengagungkan Veda, maka Mīmāmsā menganggap Veda itu bersifat kekal dan tanpa penyusun, baik oleh manusia maupun oleh Tuhan. Apa yang diajarkan oleh Veda dipandang sebagai suatu kebenaran yang mutlak. Menurut filsafat Mīmāmsā, pelaksanaan upacara keagamaan adalah semata-mata perintah dari Veda dan merupakan suatu kewajiban yang mendatangkan pahala. 140 | Kelas X SMASMK Kekuatan yang mengatur antara pelaksanaan upacara tersebut dengan pahalanya disebut apūrva. Pelaksanaan apūrva memberikan ganjaran kepada si pelaksana kurban, karena apūrva merupakan mata rantai atau hubungan yang diperlukan antara kerja dengan hasilnya. Apūrva adalah Adṛṣṭa, yang merupakan kekuatan-kekuatan yang tak terlihat yang sifatnya positif.

c. Pokok-pokok ajarannya

Mengenai Jīva, Mīmāmsā menyatakan bahwa jiwa itu banyak dan tak terhingga, bersifat kekal, ada di mana-mana dan meliputi segala sesuatu. Karena adanya hubungan antara jiwa dengan benda, maka jiwa mengalami avidyā dan kena Karmavesana. Jaimini tidak mempercayai adanya Mokṣa dan hanya mempercayai keberadaan Svarga surga, yang dapat dicapai melalui karma atau kurban. Para penulis yang belakangan hadir seperti Prabhakāra dan Kumārila, tak dapat menyangkal tentang masalah pembebasan akhir, karena ia menarik perhatian para pemikir filsafat lainnya. Prabhakāra menyatakan bahwa penghentian mutlak dari badan yang disebabkan hilangnya Dharma dan A-Dharma secara total, yang kerjanya disebabkan oleh kelahiran kembali, merupakan kelepasan atau pembebasan mutlak, karena hanya dengan Karma saja tak akan dapat mencapai pembebasan akhir. Pandangan Kumārila mendekati pandangan dari Advaita Vedānta yang menetapkan bahwa Veda disusun oleh Tuhan dan merupakan Brahman dalam wujud suara. Mokṣa adalah keadaan yang positif baginya, yang merupakan realisasi dari Ātman. Menurut Jaimini, pelaksanaan kegiatan yang dilarang oleh kitab suci Veda merupakan sādhanā atau cara pencapaian surga. Karma Kāṇḍa merupakan pokok dari Veda yang menjadi penyebab belenggu adalah pelaksanaan dari kegiatan yang dilarang nisiddha karma. Sang Diri adalah jaḍa cetana, gabungan dari kecerdasan tanpa perasaan. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa isi pokok ajaran Jaimini adalah “Laksanakanlah upacara kurban dan nikmati hasilnya di Surga”. Dalam sistem Mīmāmsā dikenal dua jenis pengetahuan yaitu, immediate dan mediate. Immediate adalah pengetahuan yang terjadi secara tiba-tiba, langsung dan tak terpisahkan. Sedangkan mediate ialah pengetahuan yang diperoleh melalui perantara. Objek dari pengetahuan immediate haruslah sesuatu yang ada atau zat. Pengetahuan yang datangnya tiba-tiba dan tidak dapat ditentukan terlebih dahulu disebut nirvikalpa pratyakṣa atau alocāna-jñana. Dari pengetahuan immediate objeknya dapat dilihat tetapi tidak dapat dimengerti. Objek dari pengetahuan mediate juga sesuatu yang ada dan dapat diinterprestasikan dengan baik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Dalam pengetahuan mediate objeknya dapat dimengerti dengan benar, pengetahuan semacam ini dinamakan savikalpa Pratyakṣa. Mīmāmsā Sūtra, yang terdiri atas 12 buku atau bab Mahāṛṣi Jaimini merupakan dasar filsafat Mīmāmsā, sedangkan ulasan-ulasan lain selain Prabhakāra dan Kumārila, juga dari penulis lain seperti dari Bhava-nātha Miśra, Śabarasvāmīn, Nilakaṇṭha, Raghavānanda dan lain-lainnya. Prabhakāra menyatkan bahwa sumber pengetahuan kebenaran pramāṇa menurut Mīmāmsā adalah sebagai berikut: