Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1.4.1 Benda Uji

Benda uji sirip yang diteliti mempunyai bentuk geometri dengan penampang belah ketupat yang berubah terhadap posisi x seperti pada Gambar 1.1 Gambar 1.1 Sirip Berpenampang Belah Ketupat yang Berubah Terhadap Posisi Keterangan pada Gambar 1.1 T b = suhu dasar sirip, °C D1 = panjang diagonal 1, m D2 = panjang diagonal 2, m = suhu fluida, °C h = koefisien perpindahan panas konveksi, Wm 2 ˚C L = panjang sirip, m PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI α = sudut kemiringan sirip,

1.4.2 Kondisi Awal

Kondisi awal sirip memiliki suhu yang merata sebesar T = T i dan memiliki persamaan kondisi awal seperti Persamaan 1.1 . T x,t = T x,0 = Ti ; 0 x L, t = 0 ................................................... 1.1

1.4.3 Kondisi Batas

Penelitian ini memiliki dua kondisi batas, yaitu kondisi batas pada dasar sirip dan kondisi batas pada ujung sirip yang dinyatakan pada Persamaan 1.2 dan 1.3.  Kondisi Batas Dasar Sirip Tx,t = T0,t = T b ; x = 0 , t 0 .............................................................. 1.2  Kondisi Batas Ujung Sirip Pada Persamaan 1.1 hingga Persamaan 1.3 : Tx,t = suhu sirip pada posisi x, pada waktu t, °C = suhu awal sirip, °C = suhu fluida sekitar sirip, °C T b = suhu dasar sirip, °C = luas selimut sirip, m 2 A = luas penampang sirip, m 2 ρ = massa jenis sirip, kgm 3 c = kalor jenis sirip, Jkg ˚C t = waktu, detik x = posisi node yang ditinjau dari dasar sirip, m k = konduktivitas termal , Wm˚C h = koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm 2 ˚C L = panjang total sirip, m

1.4.4 Asumsi

Asumsi yang berlaku dalam penelitian ini adalah: a. Temperatur fluida dan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h disekitar sirip diasumsikan seragam dan tidak berubah. b. Tidak terjadi perubahan bentuk sirip tidak mengalami penyusutan ataupun mengalami pemuaian. c. Material sirip diasumsikan homogen massa jenis ρ, konduktivitas termal bahan k, dan kalor jenis c dan tidak berubah terhadap waktu. d. Tidak ada pembangkitan energi dari dalam sirip. e. Kondisi sirip dalam keadaan tak tunak. f. Perpindahan kalor konduksi di dalam sirip terjadi hanya dalam satu arah, arah x. g. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode numerik dan tidak dilakukan dengan metode analitis dan eksperimen dikarenakan adanya keterbatasan sarana dan keterbatasan waktu.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari peneltian peneliti adalah: a. Dapat digunakan sebagai refrensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait efektifitas dan efisiensi pada sirip dengan luas penampang sirip berubah terhadap posisi dengan cara komputasi b. Hasil penelitian dapat dipergunakan untukmenambah kepustakaan pada perpustakaan 8

BAB II DASAR TEORI

DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perpindahan Panas

Panas adalah suatu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu sistem ke sistem yang lain dengan perbedaan temperatur sebagai parameternya. Perpindahan panas adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan penentuan besaran dari perpindahan energi. Ilmu mengenai perpindahan panas tidak sekedar menjelaskan bagaimana energi dapat berpindah dari satu material ke material lain atau dari suatu titik, ke titik yang lain, tetapi dapat pula memprediksi laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi tertentu. Ilmu perpindahan panas juga erat kaitannya dengan hukum termodinamika namun ilmu termodinamika hanya mampu untuk menghitung energi yang digunakan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain tanpa mengetahui seberapa cepat perpindahan yang terjadi. Hal ini terjadi karena perpindahan panas yang terjadi berlangsung tidak dalam keadaan setimbang. Jenis-jenis perpindahan panas antara lain adalah perpindahan panas secara konduksi,perpindahan panas secara konveksi, dan perpindahan panas secara radiasi.

2.2 Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas melalui benda padat dari satu bagian ke bagian yang lain dengan perubahan temperatur sebagai parameternya, tanpa diikuti oleh perpindahan partikelnya dan disertai perpindahan energi kinetik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dari setiap molekulnya. Perpindahan panas konduksi ini dapat terjadi apabila ada media rambat yang bersifat diam. Gambar 2.1 Proses Perpindahan Panas Konduksi Persamaan perpindahan panas secara konduksi menurut Fourier dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.1 : ...................................................................................................... 2.1 Pada Persamaan 2.1 : q : Laju perpindahan kalor konduksi, W k : konduktivitas termal bahan, Wm°C A : luas penampang tegak lurus terhadap arah rambatan panas, m 2 ΔT : perbedaan temperatur antara titik perpindahan panas, °C Δx : jarak antar titik perpindahan panas, m Tanda minus pada persamaan perpindahan panas secara konduksi tersebut dimaksudkan agar persamaan di atas memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu panas akan mengalir dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Jika dilihat secara seksama, persamaan perpindahan panas secara konduksi Fourier ini mirip dengan persamaan konduksi elektrik milik Ohm, jika pada persamaan Fourier terdapat nilai k yang merupakan konduktivitas termal maka pada persamaan milik Ohm terdapat ρ yang merupakan resistensi elektrik. Dikarenakan kesamaan bentuk persamaan, maka dapat dianalogikan bahwa konduktivitas termal panas memiliki kemiripan dengan model elektrik milik Ohm.

2.3 Konduktivitas Termal Material

Konduktivitas termal bahan k bukanlah sebuah konstanta yang selalu bernilai konstan, tetapi nilai konduktivitas termal bahan ini dapat berubah sesuai fungsi temperatur. Walaupun berubah sesuai fungsi temperatur, dalam kenyataannya perubahannya sangat kecil sehingga diabaikan. Bahan yang memiliki nilai konduktivitas tinggi dinamakan konduktor dan bahan yang memiliki nilai konduktivitas rendah dinamakan isolator. Dapat dikatakan bahwa konduktivitas termal bahan merupakan suatu besaran intensif material, yang menunjukkan kemampuan material menghantarkan panas. Konduktivitas termal menunjukkan saberapa cepat panas dapat mengalir pada suatu material. Nilai konduktivitas termal dapat dilihat pada Tabel 2.1.