tiindakan membuahkan dampak-dampak, dan masing-masing dampak memiliki nama generic tersendiri, semacam “judul” bagi
sekuens yang bersangkutan. 5.
Kode cultural cultural code atau kode referensial reference code yang berwujud sebagai semacam suara kolektif yang anonym dan
otoratif: bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai
pengetahuan atau kebujaksanaan yangt diterima umum. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan wisdom yang
terus menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana.Barthes,
1990:18
2.1.9 Semiologi Roland barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistic dan semiologi
Saussure. Pendekatan karya strukturalis mmeberikan perhatian terhadap kode-kode yang digunakan untuk menyusun makna.
Strukturalisme merupakan suatu pendekatan yang secara khusus memperhatikan struktur karya sastra atau seni. Fenomena kesastraan
dan estetika didekati sebagai sistem tanda-tanda.Budiman, 2003;111 Berthes tertarik terhadap kenyataan bahwa kalimat yang sama,
bisa saja menyampaikan makna yang berbeda situasinya. Dengan kata
lain, Barthes memperhatikan makna sebagai proses negoisasi antara pembaca dengan penulis melalui teks.Tanda-tanda yang terdapat dalam
teks berinteraksi dengan pengalaman personal an cultural penggunanya dan juga secara konvensi dengan apa yang diharapkan dan dialami oleh
penggunanya.Fiske,2006:17 Semiologi Barthes mengacu pada Saussure dengan meyelediki
hubungan penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan Equality, tetapi ekuivalen.
Bukannya yang satu membawa pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan keduanya.
Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi signifier penanda dan signified petanda. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-
apa dank arena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya suatu petanda, tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda, petanda
atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistic. “Penanda dan petanda merupakan
kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas’.Sobur, 2004:46 Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification.
Yaitu mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural personal.
Disinilah letak perbedaan Saussure dengan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunakan Signifier dan Signified yang di usung Sausure.
Konotasi dan metabahasa adalah cermnan yang berlawanan satu sama lain. Metabahasa adalah operasi yang membentyk mayoritas
bahasa-bahasa-ilmiah yang berperan untuk menerapkan sistem riil, dan dipahami sebagai petanda, diluar kesatuan penanda-penanda, asli,
diluar alam deskriptif. Sedangkan konotasi meliputi bahasa-bahasa yang sifat utamanya sosial dalam hal pesan lliteral member dukungan
bagi makna kedua sebuah tatanan arifisial atau ideologis secara umum.Kurniawan, 2001:68
Salah satu area yang penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran “pembaca” the reader.
“Pembaca” mempunyai kekuasaan absolute untuk memaknai sebuah hasil karya lirik lagu yang dilihatnya, bahkan tidak harrus sama
dengan maksud pengarang. Semakin cerdas pembaca itu menafsirkan, semakin cerdas pula karya lirik dalam lagu itu memberikan maknanya.
Wilayah kajian “teks” yang dimaksud Barthes memang sangat luas, mulai bahasa verbal seperti karya sastra hingga fashion atau cara
berpakaian. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagi sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah
ada sebelumnya. Sobur, 2004:68-69 Sastra adalah contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-
dua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem
ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem
pemaknaan tataran pertama. Barthes menggambarkannya dalam sebuah peta tanda:
Gambar 1. Peta tanda Roland Barthes
1. Signifier
Penanda 2.
Signified Petanda
3.Denotative sign tanda denotatif
4.Connotative Signifier Penanda Konotatif
5.Connotative Signified Petanda Konotatif
6.Connotative Sign tanda konotatif
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi pada sat yang
bersamaan, tanda denotatif adalah juga merupakan penanda konotatif 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material. Jadi
dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagiab tanda denotative
yang melandasi keberadaanya. Sobur,2004;69
Barthes memampatkan
ideologi dengan mitos karena bail didalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda konotatif
terjadi secara termotivasi Budiman, 2001:28 Didalam
mitos juga
terdapat pola tiga dimensi penada, petanda,
dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain
mitos adalah juga merupakan suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua.
2.1.10 Ideologi dan Mitologi