Kepada penafsiran tetap bepegangan pada materi yang ada, dicari latar belakangnya supaya konteksnya dapat dikemukakan konsep atau
gagasan yang lebih jelas. -
Ektrapolasi Lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk
menangkap hal dibalik yang tersajikan. -
Pemaknaan atau meaning Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan
mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut pada kemampuan intregratif manusia : inderawinya, daya
pikirnya dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga ekstrapolasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi
sesuatu yang lebih jauh, hanya saja ektrapolasi terbatas dalam arti empiric logic, sedang pada pemaknaan dapat menjangkau yang etik
ataupun transcendental lebih kongkrit lagi.
2.1.8 Kode-Kode Pembacaan
Untuk memberi ruang atensi lapang bagi desiminasi makna dan pluralitas teks, Roland Barthes 1990:13 mencoba memilah-milah
penanda-penanda pada wacana naratif kedalam serangkaian fragmen
ringkas dan beruntunyang disebutnya sebagai leksia-leksia lexias,
yaitu satuan-satuan pembacaan units of reading dengan panjang
pendek yang bervariasi. Sepotong bagian “teks”, yang bila diisolasikan akan berdampak atau memiliki fungsi yang khas bila dibandingkan
dengan potongan-potongan ‘teks” lain disekitarnya, adalah sebuah leksia.
Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland Barthes didalam teks setidaknya beroperasi lima kode pokok
five major codes yang didalamnya semua penanda tekstual baca leksia dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-masing leksia dapat
dimasukkan kedalam salah atu dari lima buah kode ini. Kode-kode ini menciptakan sejenisa jaringan network. Barthes,1990:20. Adapun
kode-kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikan dapat dipahami meliputi aspek sintagmatik dan semantic
sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannya berkaitan satu sama lain dan terhubung dengan dunia luar teks.
Kelima jenis kode tersebut meliputi kode hermeunitik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, dan kode cultural :
1. Kode Hermeunitik hermeunitic code adalah satuan-satuan yang
dengan berbagai cara berfungsi untuk mengartikulasi suatu persoalan, penyelesaiannya, serta aneka peristiwa yang dapat
memformulasikan persoalan tersebut, atau yang justru menunda penyelesaiannya, atau bahkan menyusun semacam teka-teki
enigma dan sekedar member isyarat bagi penyelesaiannya
Barthes, 1990;17. Pada dasarnya kode ini adalah sebuah kode “pencitraan”, yang dengannya sebuah narasi dapat mempertajam
permasalahan, menciptakan ketegangan dan misteri, sebelum memberikan pemecahan atau jawaban.
2. Kode Semik code of semes atau konotasi adalah kode yang
memanfaatkan isyarat, petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-petanda tertentu. Pada tataran tertentu
kode konotatif ini agak mirip dengan apa yang disebut oleh para kritikus sastra anglo-America sebagai ‘tema’ atau “struktur
tematik”, sebuah Thematic Group.Barthes, 1990:19 3.
Kode Simbolik symbolic code merupakan kode “pengelompokkan” atau konfigurasi yang gampang dikenali karena
kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual, misalnya berupa serangkaian
anitesis : hidup dan mati, diluar dan didalam, dingin dan panas, dan seterusnya. Kode ini memberikan dasar bagi struktur
simbolik.Barthes,1990:17 4.
Kode Proairetik proairetic code merupakan kode “tindakan” action. Kode ini didasarkan atas konsep proairesis, yakni
“kemampuan untuk menentukan hasil atau akibat dari suatu tindakan secara rasional” Barthes, 1990:18, yang
mengimplikasikan suatu logika perilaku manusia; tindakan-
tiindakan membuahkan dampak-dampak, dan masing-masing dampak memiliki nama generic tersendiri, semacam “judul” bagi
sekuens yang bersangkutan. 5.
Kode cultural cultural code atau kode referensial reference code yang berwujud sebagai semacam suara kolektif yang anonym dan
otoratif: bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai
pengetahuan atau kebujaksanaan yangt diterima umum. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan wisdom yang
terus menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana.Barthes,
1990:18
2.1.9 Semiologi Roland barthes