Keluarga Katolik Usulan program pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.

a. Keluarga Katolik Bahagia Bahagia ditandakan dengan perasaan batin yang nyaman, damai, penuh dengan sukacita dan penuh cinta yang mendalam. Keadaan ini bisa dicapai ketika seseorang mampu menerima keadaan diri sendiri baik itu sesuatu yang dipandang sebagai kekurangan maupun kelebihan. Sikap jujur pada diri sendiri, berpikiran positif dan mensyukuri hidup akan mendukung terciptanya kebahagiaan Carlson, 2002: 23, 103-105. Kebahagiaan merupakan kepuasan atas sesuatu yang baik dan yang dihayati bukan perasaan. Manusia bahagia, karena mengisi hatinya dengan kepuasan yang melampaui apa yang duniawi Heuken, 2005: 71. Kebahagiaan adalah keadaan di mana keinginankebutuhan seseorang terpenuhi, terdapat relasi saling mencinta dan dicintai, diterima kelebihan dan kekurangannya, dilengkapi dalam kelemahannya, saling mendukung mengembangkan, mengalami saling diampuni dan mengampuni Suhardiyanto, komunikasi pribadi, tanggal 2 April 2012. Gereja menyatakan bahwa relasi saling mencintai antara suami-istri turut dalam pengorbanan salib Kristus. Relasi saling mencintai dilaksanakan dalam pengorbanan cinta suami-istri demi kebahagiaan bersama. Bala Pito Duan, 2003: 26-27. Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio FC mengatakan bahwa pernikahan sakramental dimeteraikan dalam darah Kristus. Rasa saling mencintai antara suami-istri hendaknya sama seperti cinta Kristus kepada manusia. Tuhan mencurahkan Roh Kudus dan menganugerahkan hati baru dan menjadikan suami-istri mampu saling mencintai dalam kasih Kristus. FC artikel 13 Menurut Linda Adams Adams dan Lenz, 1995: 202, 230 dalam menjalin relasi demi mewujudkan kebahagiaan diperlukan sikap timbal balik dengan saling memperhatikan, saling mempedulikan dan saling menghormati. Hal ini bila dilakukan keluarga tentu keluarga juga akan mendapat manfaatnya demi terwujudnya keluarga bahagia. Sikap saling menerima berarti bersedia memandang segala kekurangan maupun kelebihan pasangan secara objektif dan positif. Sikap saling menerima ini diwujudkan dengan saling mendengarkan dengan sikap terbuka dan penuh pengertian. Rasa saling mendukungmengembangkan diperlukan sebab seturut Kitab Hukum Kanonik KHK 1983 kanon 1135, sejak pernikahan baik suami maupun istri memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membangun kebersamaan hidup Rubiyatmoko, 2011: 148. Rasa saling mendukungmengembangkan menciptakan suasana nyaman dan menjadi wujud dari sikap timbal balik saling menerima satu sama lain. Sebagai wujud nyata sakramen memberi rahmat dan kewajiban bagi pasangan suami-istri pasutri melaksanakan tuntutan cintakasih untuk hidup dan saling mengampuni FC artikel 13. b. Keluarga Katolik sebagai Gereja Mini Keluarga merupakan tanda yang menghadirkan cinta Kristus. Keluarga lewat anggota-anggotanya melaksanakan imamat umum karena pembaptisan Bala Pito Duan, 2003: 42. Keluarga menjadi perwujudan khusus dari persatuan gerejawi FC artikel 21. Salah satu tugas keluarga adalah tugas menggereja, dimana keluarga ambil bagian dalam perutusan Gereja untuk membangun Kerajaan Allah. Relasi keluarga dan Gereja membentuk keluarga sebagai Gereja mini FC artikel 49. c. Keluarga Katolik sebagai Lahan Pembinaan Awal Warga Gereja Seturut dengan salah satu tujuan perkawinan yaitu pendidikan anak, pasutri memiliki kewajiban terhadap pendidikan anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka. Pendidikan tidak hanya pendidikan susila, fisik, kemasyarakatan tapi juga pendidikan keagamaan Rubiyatmoko, 2011: 148.

3. Buah yang Diharapkan dari Keluarga Katolik Bahagia

Buah yang diharapkan dari keluarga Katolik bahagia tidak hanya kebahagiaan keluarga saja, namun juga keluarga diharapkan mampu menjalankan tugas perutusannya, yakni apa yang dapat dan harus dilakukannya. Tugas perutusan keluarga meliputi empat hal. Pertama, keluarga membangun persekutuan pribadi-pribadi; kedua, keluarga melayani kehidupan; ketiga, keluarga berperan serta dalam pengembangan masyarakat; keempat, keluarga mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja FC artikel 17 Keluarga membangun persekutuan pribadi-pribadi. Dimulai dari persekutuan suami dan istri, orang tua dan anak-anak, dan persekutuan sanak- saudara. Dalam membangun persatuan ini keluarga mendasarkan pada cinta kasih suami-istri dan perluasannya, cinta kasih antar anggota keluarga, antar sanak saudara FC artikel 18. Persatuan suami-istri disempurnakan melalui Sakramen Perkawinan. Roh Kudus yang dicurahkan dalam Sakramen Perkawinan memberikan karunia persatuan cinta kasih seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Karunia ini menjadi daya dorong agar keluarga semakin maju dalam membangun persatuan sehingga menampakkan cinta kasih yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja FC artikel 19. Dalam Kitab Kejadian disebutkan, “Allah memberkati mereka, lalu berfirman kepada mereka, beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu” Kej 1: 28. Allah memanggil manusia untuk mengambil bagian dalam karya-Nya dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung jawab meneruskan anugerah hidup manusiawi. Oleh karena itu keluarga memiliki tugas untuk melayani hidup, tugas meneruskan citra ilahi dari generasi ke generasi berikutnya. Tugas ini tidak semata-mata terbatas pada menurunkan anak namun lebih luas lagi dalam arti membuahkan kekayaan hidup moral dan spiritual FC artikel 28. Keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel masyarakat. Perutusan ini karena Allah telah menjadikan persekutuan nikah sebagai dasar masyarakat manusia. Dalam Dekrit Kerasulan Awam Apostolicam Actuositatem AA, perutusan ini dilaksanakan melalui berbagai usaha memajukan keadilan dan melayani orang lain yang menderita kekurangan AA artikel 11. Dengan demikian keluarga tidak tertutup untuk diri sendiri, tetapi juga terbuka pada keluarga-keluarga lain dan perlu berperan serta dalam pengembangan masyarakat FC artikel 42. Pengalaman hidup bersatu dan berbagi rasa dalam keluarga merupakan sumbangan bagi masyarakat demi pengembangan persekutuan yang matang antar pribadi yang tercermin dalam hidup keluarga sehari-hari. Persekutuan ini merangsang terbentuknya persekutuan yang lebih luas dalam lingkup masyarakat FC artikel 43. Dalam masyarakat, peranan sosial keluarga diusahakan baik itu dengan usaha keluarga sendiri maupun bersama dengan keluarga-keluarga lain. Karena keluarga Katolik merupakan Gereja mini, keluarga dipanggil untuk ambil bagian secara aktif dan bertanggung jawab dalam tugas perutusan Gereja. Partisipasi keluarga dalam tugas perutusan sebagai nabi, imam dan raja dilaksanakan sesuai dengan kekhasan keluarga yaitu persekutuan suami-istri sebagai pasangan hidup, orang tua dan anak-anak sebagai keluarga. Tugas perutusan ini ditampilkan melalui persekutuan yang didasari iman dan mewartakan Injil, persekutuan yang berdialog dengan Allah dan persekutuan yang melayani manusia FC artikel 50.

4. Keutuhan Keluarga

Allah mengasihi umat-Nya dimaklumkan dalam cinta kasih suami-istri. Ikatan cinta kasih pasutri menjadi gambaran dan lambang persatuan antara Allah dengan umat-Nya. Oleh karena itu suami-istri harus memelihara kesetiaan seperti kasih Tuhan yang senantiasa setia FC artikel 12. Persatuan antara Allah dengan umat-Nya mencapai kepenuhannya dalam Yesus Kristus. Yesus mewahyukan kebenaran sejati dari perkawinan, Ia memampukan manusia untuk mewujudkan kebenaran ini secara utuh menyeluruh, sehingga cinta pasutri mencapai kepenuhannya. Perjanjian nikah pasutri yang keduanya dibaptis merupakan simbol nyata dari perjanjian baru dan kekal antara Kristus dengan Gereja. Hal ini menjadikan persekutuan hidup dan cinta pasutri sebagai sakramen, berciri menyatukan jiwa-badan, tak terceraikan, setia dan terbuka bagi keturunan FC artikel 13. Ciri hakiki perkawinan adalah kesatuan dan tak terceraikan KHK 1983 kanon 1056. Kesatuan menunjuk unsur kesatuan pasutri secara lahir dan batin, selain itu kesatuan menunjuk unsur monogam yaitu pernikahan dilaksanakan hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sedangkan ciri tak terceraikan bahwa perkawinan mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali kematian Rubiyatmoko, 2011: 21.

B. Program Pendampingan Keluarga

1. Pengertian

Menurut Mangunhardjana, program adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara yang akan dilaksanakan Mangunhardjana, 1986: 16. Sedangkan pendampingan merupakan usaha dua arah untuk menyongsong masa depan dengan tujuan, materi, bentuk, metode dan teknik tertentu Mangunhardjana, 1989: 22. Sifatnya yang dua arah membuat pendampingan menuntut keaktifan peserta. Peserta bukan obyek pendampingan semata namun juga menjadi subyek pendampingan. Dalam hal ini pendamping bertindak sebagai fasilitator sehingga tujuan pendampingan bisa tercapai.

2. Pendampingan Keluarga

Zaman modern tidak hanya membawa pengaruh positif tetapi juga membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Untuk menghadapi pengaruh negatif ini Gereja perlu mendampingi keluarga-keluarga Hardiwiratno, 1994 :185. Seturut KHK 1983 kanon 1063, pendampingan keluarga menjadi tanggung jawab para gembala umat dan komunitas umat beriman. Pendampingan diberikan agar keluarga dapat menghidupi lebih dalam dan matang misteri perkawinan mereka. Pendampingan dapat diberikan melalui katekese menyeluruh mengenai perkawinan, persiapan dan katekese khusus untuk mereka yang akan menikah, perayaan liturgi perkawinan dan pendampingan setelah pernikahan. Katekese menyeluruh dimaksudkan untuk memberi pemahaman yang menyeluruh mengenai perkawinan dan kehidupan keluarga. Katekese ini tidak hanya diberikan kepada pasutri tetapi juga orang muda, remaja dan untuk persiapan lebih dini pada anak-anak. Persiapan dan katekese khusus diberikan demi kesiapan dan kematangan kepribadian dan pemahaman akan sakramen perkawinan beserta konsekuensinya. Perayaan liturgi bukan hanya merupakan sarana pengudusan tetapi juga menyatakan bahwa keluarga yang dibangun mengambil bagian dalam panggilan umum Gereja. Pendampingan setelah pernikahan khususnya bagi pasangan muda perlu agar mereka mampu menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada Rubiyatmoko, 2011: 38-39.

C. Tahap-tahap Pendampingan Keluarga Katolik

Keluarga dipanggil untuk berkembang dan bertumbuh selangkah demi selangkah dalam mewujudkan nilai-nilai dan tugas-tugas perkawinan. Oleh karena itu kegiatan pastoral Gereja dalam menyertai keluarga juga langkah demi langkah, dalam berbagai tahap pembinaan dan pengembangannya FC artikel 65. Pedoman Pastoral Keluarga menyebutkan pendampingan keluarga dimulai sejak masa pra-pernikahan, menjelang peneguhan perkawinan dan dilanjutkan dengan pendampingan pasca pernikahan PPK artikel 74.

1. Pendampingan Pra-pernikahan

Zaman ini menuntut persiapan perkawinan yang lebih baik. Gereja perlu meningkatkan program-program persiapan yang lebih baik. Persiapan dilakukan sebagai proses yang berjalan bertahap dan berkelanjutan. Persiapan meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bagi anak-anak, persiapan bagi remaja dan kaum muda, dan persiapan calon pegantin FC artikel 66.

a. Pendampingan Anak-anak

Pendampingan yang dibicarakan di sini terlebih pendampingan penanaman nilai-nilai kristiani, kemanusiaan dan seksualitas. Penanaman nilai-nilai ini tidak hanya bermaksud memberi pengetahuan namun juga bermaksud membentuk kepribadian dan perilaku PPK artikel 74.

b. Pendampingan Remaja dan Kaum Muda

Pendampingan remaja dan kaum muda bermaksud menuntun remaja untuk menemukan diri mereka sendiri dengan segala kekhasan masing-masing, baik itu berupa kelemahan maupun kekuatan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada